3 Mahasiswa UII Tewas, Sri Meliyana: Segala Bentuk Senioritas harus Ditindak agar Timbulkan Efek Jera

 3 Mahasiswa UII Tewas, Sri Meliyana: Segala Bentuk Senioritas harus Ditindak agar Timbulkan Efek Jera

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Anggota Komisi X Sri Meliyana mengapresiasi kinerja Polres Karanganyar, Jawa Tengah yang terus mendalami kasus dugaan tindak pidana kekerasan yang menyebabkan tiga mahasiswa UII tewas usai mengikuti Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar) The Great Camping (TGC).

Menurut Sri, musibah itu menjadi perhatian khusus pihaknya dan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir saat rapat bersama di Komisi X DPR. Dan kasus itu itu juga menjadi keputusan rapat bersama Kemenristekdikti dengan Komisi X DPR RI, Senayan, Jakarta (25/1/2017) lalu.

“Musibah UII ini menjadi salah satu keputusan rapat Komisi X DPR dengan Menristekdikti hari Rabu yang lalu,” kata Sri seperti keterangan tertulisnya yang disampaikan pada lintasparlemen.com, Jakarta, Jumat (27/1/2017).

Menurut Sri, kekerasan di dunia pendidikan tidak sepantasnya terjadi lagi. Sehingga, jika terjadi lagi maka pelaku harus ditindak secara tegas agar memberikan efek.

“Kekerasan di dunia pendidikan sudah seharusnya disikapi dengan tegas. Segala bentuk senioritas yang berdampak negatif harus ditindak dengan suatu penanganan yang menimbulkan efek jera bagi semua yang terlibat,” ujarnya.

Politisi Gerindra itu mengungkapkan, pengunduran diri Rektor UII Harsoyo dari kursi Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta itu sangat luar biasa sebagai tanggung jawab moral.

“Mundurnya rektor UII adalah suatu bentuk tanggung jawab moralnya selaku pihak pelaksana pendidikan tinggi. Pelajaran yang diberikan oleh mundurnya rektor dari jabatannya adalah bentuk pertanggungjawabannya atas akibat dari suatu sebab. Ke depan harus dibuat suatu sistim yang tidak memberi celah kepada penyebab suatu kekerasan,” jelas Sri.

Alasan itu, lanjutnya, Kemenristek Dikti harus membuat suatu aturan mengenai perploncoan atau senioritas baik dalam intra maupun ekstra kurikuler di pendidikan tinggi.

“Jika terjadi kekerasan dalam pelaksanaan kegiatan mahasiswa maka seluruh pejabat yang terkait harus dapat mempertanggung jawabkannya dan menerima sanksi jabatan yang jelas. Dan ini harus diberlakukan pada seluruh pelaksana PT baik dalam lingkup Kemenristekdikti maupun pada PT di bawah naungan kementrian2 lainnya.” paparnya.

“Untuk itu seluruh proses kegiatan intra dan ekstra kurikuler kampus harus mendapat pengawasan dalam bentuk pengawalan dan evaluasi. Tidak untuk membatasi kegiatan mahasiswa, tapi untuk menanamkan tanggung jawab bagi mahasiswa itu sendiri,” sambung Sri.

Ia berharap agar kejadian ini tidak terulang lagi di masa akan datang. “Semoga kejadian ini menjadi pelajaran dan tidak terulang lagi pada masa yang akan datang,” pungkasnya. ( HMS)

Berita Terkait