Ayo Selamatkan Bawaslu dari Pemilutainment
Opini Publik;
Deparpolisasi Parpol dan Evaluasi Peran Bawaslu di Pilkada
Salah satu pelajaran penting dari pelaksanaan Pilkada serentak tahap pertama 2015 adalah partai politik yang mempunyai kursi di DPRD tidak maksimal dalam memanfaatkan kewenangan dan kesempatannya untuk berkompetisi dalam mengusung calon kepala daerah.
Hal ini terlihat, sebagian besar daerah Pilkada komposisi pasangan calonnya berjumlah 2 dan 3 pasangan calon, bahkan terdapat 3 daerah dengan pasangan calon tunggal tanpa lawan (Blitar, Tasikmalaya dan Timor Tengah Utara).
Dari aspek mewujudkan aspirasi dan representasi masyarakat pemilih, dengan melihat jumlah pilihan calon yang terbatas, partai politik bisa dikatakan gagal.
Kegagalan utama karena partai politik masih mempertimbangkan dengan sangat kuat aspek kepemilikan modal dan popularitas dalam mengusung calon.
Minimnya peran partai politik dalam menfasilitasi masyarakat untuk mewujudkan calon yang sesuai dengan aspirasi itulah yang disebut deparpolisasi.
Kewajiban partai politik justru tidak dilaksanakan dengan maksimal tugas partai politik adalah merekrut orang-orang berkualitas dan menyajikan ke masyarakat untuk memilihnya.
Tugas utama apalagi bagi partai politik kalau bukan menjadi kendaraan bagi orang-orang terbaik untuk mengurusi pemerintahan kita ini.
Jadi, deparpolisasi adalah kritik bagi parpol yang lemah dalam mengusung pasangan calon yang kurang merepresentasikan kehendak rakyat.
KURANGI SEREMONI, UTAMAKAN SUBSTANSI
Dan penyelenggaraan Pilkada serentak 2015 menyisakan banyak persoalan. Pengalaman pertama dalam memilih kepala dan wakil kepala daerah akhirnya berjalan tidak serentak.
Di antara tahapan Pilkada yang perlu mendapatkan perbaikan adalah pemutakhiran data pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan suara, penyelesaian perselisihan hasil, sosialisasi dan pengadaan logistik.
Berkaitan dengan evaluasi tersebut, KPU, DPR dan Pemerintah telah menyiapkan sejumlah rekomendasi terkait perbaikan kualitas pemilihan kepala daerah serentak kedepan. Sebagai pihak yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan Pilkada, ketiga lembaga tersebut melakukan evaluasi secara intensif dengan melibatkan banyak pihak untuk menyusun poin-poin revisi UU Pilkada.
Yang tidak terlalu didengar publik terkait evaluasi menyeluruh dan rekomendasi terhadap perbaikan UU Pilkada justru dari Bawaslu. Sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang bertanggung jawab terhadap pengawasan dan penegakan hukum, mempunyai struktur hingga Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan didukung oleh pembiayaan negara justru sepi bersuara bagaimana meningkatkan kualitas Pilkada serentak mendatang.
Yang justru kita saksikan, Bawaslu lebih memilih aktifitas yang bersifat seremonial.
Kegiatan yang dilakukan Bawaslu tidak secara langsung menjawab kebutuhan terhadap peningkatan sistem pengawasan, perbaikan regulasi yang tumpang tindih dan penguatan masyarakat pemilih.
Saatnya Bawaslu mengurangi seremoni, utamakan aspek yang lebih substansial dalam tanggungjawab penyelenggaraan Pilkada yang berkualitas.
Selamatkan Bawaslu dari Pemilutainment.
Masykurudin Hafidz, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), 0811100195.
Jojo Rohi, Anggota Caretaker Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), 081283888646.