Beri Izin Universitas Asing Masuk Indonesia, DPR: Kebijakan Ini Perlu Dikaji Dulu

 Beri Izin Universitas Asing Masuk Indonesia, DPR: Kebijakan Ini Perlu Dikaji Dulu

Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Golkar Ferdiansyah (tengah) saat memimpin rapat (foto: dpr.go.id)

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Ferdiansyah mengusulkan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk mengkaji secara komprehensif terkait masuknya perguruan tinggi (PT) asing di Indonesia dengan penyertaan modal dominan, hingga 67 persen.

“Pembagunan PT asing ini perlu dihitung dampaknya, perlu kehati-hatian. Kami minta Kemenristek Dikti mengkaji ulang hal ini secara komprehensif,” kata Ferdiansya seperti dikutip website DPR, Jakarta, Rabu (10/1/2018).

Seperti diberitakan sebelumnya, pihak Pemerintah berencana membuka izin masuk perguruan tinggi asing di Indonesia. Tujuan pemerintah agar dunia pendidikan di dalam mampu mendapatkan standar-standar baru dan juga keterbukaan ilmu.

“Dalam kesempatan itu pula, kita sekarang merencanakan untuk membuka universitas asing di Indonesia. Kenapa? Seperti saya katakan tadi, kita kirim ribuan anak dengan biaya apa pun di dunia pada dewasa ini. Tapi mana lebih baik kita mengizinkan pendirian universitas yang bersifat internasional di Indonesia. Tentu kita memilih dua-duanya,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam sambutannya pada Simposium Cendekia Kelas Dunia di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Kamis (21/12/2017) lalu.

Menurut Ferdiansyah, dengan kebijakan itu bisa mematikan potensi perguruan tinggi dalam negeri sehingga menciutkan jumlah perguruan tinggi lokal. Apalagi perguruan tinggi di Indonesia yang saat ini berjumlah 4,575 institusi akan dikurangi menjadi sekitar 3.500 institusi.

“Penutupan atau penggabungan perguruan tinggi ini akan memberikan dampak. Kita harus perhatikan dampak terhadap mahasiswanya, dosen, serta bagaimana perhitungan pengabungan aset kelembagaan,” paparnya.

Ferdi, sapaan akrab Ferdiansyah, memberikan contoh, di mana perguruan tinggi di dalam negeri seperti Jawa Barat di Tasik digabungkan ke Majalengka. Dengan kebijakan itu merepotkan dan membebani mahasiswa yang bersangkutan.

“Ini kan jauh, yang seperti ini juga harus dihitung, karena tak semua mahasiswa mampu secara ekonomi. Maka dari itu perlu dikaji secara kompehensif,” tuturnya.

Meski demikian, Ferdi tidak melarang adanya pembangunan perguruan tinggi asing. Apalagi tujuan pemerintah untuk mendongkrak kualitas pendidikan. Namun, hal ini harus dilakukan secara selektif menerapkan aturan itu.

“Harus ada manfaat terhadap Indonesia, misalnya transfer pengetahuan atau teknologi dan jangan sampai mematikan perguruan tinggi yang lainnya. makanya perlu dikaji secara komprehensif,” pungkasnya. (HMS)

 

Berita Terkait