Data Bank Dunia 60,3% Penduduk RI Miskin: Yuliani Paris: Ini Momentum bagi Pemerintah Menyusun Peta Jalan Kembangkan UMKM

JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PAN Dapil Sulsel II Andi Yuliani Paris angkat suara soal data terbaru Bank Dunia yang menyebutkan bahwa 60,3% dari total penduduk Indonesia masih berada dalam kategori miskin di tahun 2024.
Menurut Andi data ini harus menjadi momentum pemerintah untuk menyusun peta jalan pengembangan UMKM secara menyeluruh dan merata hingga ke daerah tertinggal.
“Kalau di Komisi XI DPR RI, kami sebenarnya sudah banyak mendorong berbagai kebijakan, mulai dari kredit UMKM oleh perbankan, hingga dukungan dari Lembaga Pengembangan Ekspor Indonesia. Tapi ini belum cukup. Kita butuh langkah strategis dan terukur,” ujar Andi usai melakukan kunjungan kerja spesifik Komisi XI dengan LPS di Denpasar, Bali, Kamis (2/5/2025).
Ia menekankan pentingnya membangun konsep Desa Devisa, yakni desa-desa yang mampu memproduksi barang ekspor berbasis potensi lokal. Andi menilai bahwa potensi ekspor produk desa bisa menjadi kekuatan ekonomi baru jika didukung oleh kebijakan yang tepat.
Namun, menurutnya, ekspor bukanlah satu-satunya solusi. “Dengan jumlah penduduk mencapai 280 juta, sebenarnya pasar dalam negeri saja sudah sangat besar. Yang dibutuhkan sekarang adalah mempersiapkan UMKM untuk bisa masuk ke pasar ini,” ungkapnya.
Dirinya melihat bahwa pengembangan UMKM masih terkonsentrasi di wilayah Jawa dan Bali. Untuk itu, ia mendorong penyusunan roadmap pengembangan UMKM nasional yang berpihak pada kawasan Indonesia Timur seperti Papua dan daerah tertinggal lainnya.
“Negara-negara maju dalam UMKM, itu ekonominya pasti kuat. Kita harus belajar dari mereka. Tapi kuncinya satu: pemerataan dan pendampingan yang serius dari hulu ke hilir,” tegas legislator dari Partai Amanat Nasional itu.
Andi pun berharap kolaborasi antara Komisi XI dengan mitra-mitra strategis seperti OJK, perbankan nasional, dan lembaga ekspor, dapat segera menghasilkan kebijakan yang menyentuh akar persoalan kemiskinan melalui penguatan ekonomi desa.
Andi menegaskan data ini harus menjadi indikator serius bagi pemerintah untuk mengevaluasi efektivitas program-program pengentasan kemiskinan selama ini.
“Selama ini program pengentasan kemiskinan masih terlalu banyak mengandalkan bantuan langsung. Padahal, yang paling dibutuhkan masyarakat adalah penciptaan lapangan kerja,” ujarnya.
Andi menyoroti minimnya fokus pemerintah terhadap penyediaan pekerjaan, baik melalui industri formal maupun pengembangan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ia menilai bahwa UMKM justru merupakan solusi strategis dalam menurunkan angka kemiskinan, asalkan dikelola secara komprehensif dan berkelanjutan.
“Selama ini pembinaan UMKM masih bersifat parsial. Harusnya pemerintah mendampingi sejak pengembangan SDM, produksi, hingga akses ke pasar,” jelasnya.
Sebagai langkah konkret, Andi mendorong pemerintah untuk belajar dari negara-negara seperti Thailand, Singapura, bahkan Cina dan Jepang yang sukses mengembangkan konsep “One Village, One Product.” Ia menyebut bahwa pendekatan ini belum diterapkan secara sistematis di Indonesia.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya integrasi program nasional dengan penguatan UMKM lokal. Salah satunya melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menurutnya seharusnya memprioritaskan produk-produk lokal dari desa-desa.
“Kalau ingin benar-benar menurunkan kemiskinan, kita harus menyiapkan peta jalan yang jelas dalam mengembangkan potensi lokal. Sayangnya, sampai sekarang belum ada roadmap tajam terkait hal itu,” pungkasnya.
Pernyataan ini menjadi seruan keras kepada pemerintah agar tidak lagi mengandalkan pendekatan karitatif semata, melainkan membangun kemandirian ekonomi rakyat melalui penciptaan kerja dan penguatan UMKM.