Dunia Alami Ketidakpastian! Airlangga Sampaikan Alasan Perpu Cipta Kerja Disahkan

 Dunia Alami Ketidakpastian! Airlangga Sampaikan Alasan Perpu Cipta Kerja Disahkan

JAKARTA – Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto membantah klaim yang menyebut bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tak memenuhi aspek kegentingan memaksa. Padahal, kondisi geopolitik dan ekonomi dunia tak menentu dapat sangat berdampak ke Indonesia.

“Itu (aspek kegentingan memaksa) sudah dijelaskan juga dalam panja. Bahwa dunia menghadapi ketidakpastian, perang Ukraina belum selesai, kemudian climate change real,” ujar Airlangga di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3/2023).

“Jadi tentu beberapa hal ini merupakan hal yang real dan berbagai negara pun gamang untuk merespons. Nah bagi Indonesia penting, karena tentu ketidakpastian ini bisa menimbulkan pelarian modal,” katanya melanjutkan.

Di samping itu, ia menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada DPR yang telah mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Walaupun terdapat dua fraksi yang menolak, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Ia mengatakan, penolakan dari Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS akan menjadi catatan pemerintah dalam menyusun aturan turunan dari Perppu Cipta Kerja. Khususnya, dalam rangka membawa manfaat besar untuk memitigasi dampak dinamika perekonomian.

“Terima kasih dan penghargaan ke pimpinan dan anggota DPR, juga ucapan terima kasih ke pimpinan Baleg. Terima kasih atas kerja sama Ibu Ketua, Wakil Ketua, dan para anggota DPR. Semoga undang-undang ini bisa membawa kemaslahatan kepada masyarakat dan bangsa Indonesia,” ujar Airlangga.

Perppu Cipta Kerja memberikan kepastian hukum usai adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Salah satu tujuannya adalah membuka keran investasi ke Indonesia.

“Tentunya akan memberi kepastian hukum dan juga oleh pemerintah akan mendorong dari pada investasi dan juga menggerakkan UMKM yang sebelumnya di sektor informal. Jadi sektor formal dan terkait sertifikasi halal dipermudah, dan berbagai kebijakan yang fleksibel di ketenagakerjaan,’ ujar Ketua Umum Partai Golkar itu.

Sebelum keputusan tersebut, tim ahli Undang-Undang Cipta Kerja Kementerian Koordinator Perekonomian Ahmad Redi menjelaskan, ada tiga cara yang dapat dilakukan pemerintah dalam menanggapi putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Pertama adalah lewat revisi undang-undang tersebut.

Kedua adalah lewat pencabutan UU Cipta Kerja lewat pembentukan undang-undang lain. Terakhir adalah penerbitan Perppu, yang kini menjadi pilihan dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Keputusan pemerintah dalam menerbitkan Perppu Cipta Kerja disebutnya bisa sesuai atau tidak sesuai dengan Putusan MK Nomor 91/PUU-XII/2021. Sebab berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VIII/2009, penerbitan perppu harus berlandaskan kegentingan memaksa.

Ada tiga parameter kegentingan untuk menerbitkan perppu, yakni kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah secara cepat dan adanya kekosongan hukum. Parameter terakhir, kondisi hukum tidak dapat diatasi dengan membuat undang-undang secara prosedur biasa.

“Dalam konteks hukum tata negara, Perppu Cipta Kerja menurut saya dari segi batu uji Pasal 22 UUD kaitannya dengan kegentingan memaksa, kemudian teknis penyusunan, kesesuaian dengan putusan MK 91/2021, kesesuaian dengan putusan MK 38/2009, ini (penerbitan perppu) sudah tepat,” ujar Ahmad dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) tentang Perppu Cipta Kerja dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (14/2) malam.

Berita Terkait