Gawat! Kepala Desa di Sumut Diperas Oknum Polisi hingga Rp80 Juta

JAKARTA – Sejatinya polisi menjaga dan melindungi warga termasuk bekerja sama dengan aparat desa agar tugas-tugas aparatur desa di antaranya kepala desa dalam melayani masyarakat cepet selesai dengan baik. Tidak sebaliknya.
Sebagaimana dalam UU Nomor 2 Tahun 22 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa tugas polisi sesuai pasal 13 ada tiga. Pertama, polisi bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Kedua, polisi menegakkan hukum dan tugas terakhir yakni memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Namun, berbeda dengan polisi di Sumatera Utara malah memeras kepala desa. Diduga kuat sang polisi memeras kepada Kepala Desa Limbong, Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara (Sumut). Kini polisi nakal ini telah diamankan di Polres Sergai.
“Betul sekali. Oknum polisi telah kami tangkap dan telah kami amankan karena diduga telah melakukan pemerasan karena diduga melakukan pemerasan),” ujar Kasatreskrim Polres Sergai AKP Made Yoga Mahendra pada wartawan, Rabu (16/3/2022).
Sesuai informasi yang diterima wartawan, oknum polisi yang telah ditangkap oleh Polres Sergai ini adalah Briptu S. Ia telah ditangkap hari Kamis lalu (10/3/2022) di rumah makan salahs satu tempat di Sergai.
Adalah Warsiadi selaku Kepala Desa Limbong yang menjadi korban dugaan pemerasan mengaku oknum polisi tersebut telah meminta sejumlah uang pada melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp.
Warsiadi mengungkapkan, modus polisi yang memerasnya ini karena ada lembaga swadaya masyarakat (LSM) bakal melaporkanya ke Polda terkait permasalah desa.
“Iya, saya dihubungi, saya di Chat WA (WhatsApp). Dan dia meminta ke saya untuk ketemu karena ada kawan-kawan LSM melaporkan saya ke Polda,” bebernya.
Dengan berani, Warsiadi menyampaikan pada wartawan bahwa oknum polisi tersebut mulanya meminta berupa uang sebesar Rp 80 juta. Namun, lanjutnya, atas komunikasi intensif, angkat Rp 80 juta tersebut akhirnya dikurangi atau berkurang hingga Rp 60 juta.
Warsiadi membeberkan, dirinya meminta pengurangan karena tak sanggup dengan pembayaran Rp80 juta tersebut. Ia mengaku dirinya, dengan oknum polisi ini melakukan negosiasi.
“Benarnya, permintaan awalnya sebesar Rp 80 juta, tapi lama berkurang menjadi Rp 60 juta. Tapi angka itu tetap besar,” terang Warsiadi. (HMS)