Hingar Bingar Demokrasi Digital di Medsos
Medsos menjadi fenomena umum yang menjangkiti semua anak bangsa, dari kalangan anak-anak hingga orang tua hampir tidak ada yang tahan untuk tidak bermedsos.
Media sosial tidak bisa lagi dipandang sebagai ajang untuk memperlihatkan eksistensi belaka, lebih dari itu media sosial telah menjadi ruang baru bagi praktik demokrasi digital, medsos menjadi wadah baru untuk menyampaikan aspirasi secara digital. Praktik demokrasi digital ini rupanya cukup disadari oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan, hal ini terlihat dari kecenderungan instansi pemerintah membuat akun medsos tersendiri dalam rangka mempromosikan kebijakan terbaru yang mereka buat, tak jarang juga digunakan untuk menanggapi kritik yang diarahkan kepada instansi tersebut.
Demokrasi digital yang berlangsung di medsos pada dasarnya bersifat liar, satu sisi menjadi wadah efektif untuk menyampaikan aspirasi tanpa dipersulit oleh rantai birokrasi, akan tetapi di sisi lain juga terkadang menjadi ajang untuk melancarkan aksi yang bertentangan dengan nilai demokrasi itu sendiri, misalnya praktik penipuan.
Hal ini dimungkinkan mengingat sifat dasar media sosial yang sangat bebas dan tidak bisa dikontrol, tak ada netizen yang benar-benar bisa dipahami prilaku dan tindakannya hanya dengan memantau sepak terjangnya di medsos, sebab medsos adalah ruang pencitraan, apa yang dicitrakan sering tidak sesuai dengan jati diri sesungguhnya dari netizen.
Keberadaan demokrasi digital di medsos tidak bisa dinafikan, segala usaha untuk tidak mengakui keberlangsungan demokrasi digital di medsos hanya akan sia-sia, faktanya terdapat berbagai agenda demokrasi yang berhasil diwujudkan lewat medsos, salah satunya adalah kebebasan berpendapat, di medsos kebebasan berpendapat berjalan lancar tanpa bisa dihalangi, memang ada upaya-upaya untuk menghambat kebebasan berpendapat di medsos melalui pelaporan kepada pihak kepolisian terhadap kritik yang diarahkan kepada pemerintah.
Namun bukannya meredam kritik, yang terjadi kritik justru semakin bermunculan termasuk kritik yang diarahkan kepada individu atau kelompok yang melakukan pelaporan, bagaimanpun sejauh ini medsos memberi jaminan kebebasan berpendapat, suatu hal yang kadang susah diwujudkan di dunia nyata.
Praktik demokrasi digital melalui medsos boleh disebut masih berumur jagung, belum mencapai tahap kematangan, masih membutuhkan lebih banyak waktu untuk bertransformasi menuju kematangan, tentu dengan catatan hal itu akan terjadi bila di masa mendatang medsos masih menjadi fenomena umum yang digandrungi semua lapisan masyarakat.
Tanpa bermaksud membenarkan, namun kiranya ini pula alasan mengapa prilaku netizen yang melibatkan diri dalam praktik demokrasi digital belum sepenuhnya sesuai dengan nilai demokrasi, bahkan kadang masih menabrak nilai itu, terlepas dari semua itu, tetap menarik untuk terus mengamati perkembangan praktik demokrasi digital di media sosial.
Zaenal Abidin Riam
Pengamat Kebijakan Publik/Koordinator Presidium Demokrasiana Institute