Jubir KPK, Bersikap Faktual-lah Memberi Keterangan

 Jubir KPK, Bersikap Faktual-lah Memberi Keterangan

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, Hakim Agung MA Gayus Lumbuun dan Margarito Kamis saat mengisi diskusi di DPR RI

JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, sekali lagi mengkritisi keterangan kepada media yg diberikan oleh Jubir KPK, Febri Diansyah.

Arsul mengingatkan agar Febri bersikap proporsional dan faktual dalam memberikan penjelasan selaku jubir, tidak perlu menyelipkan pesan-pesan tersembunyi untuk menunjukkan superiotas KPK dan pada saat yg sama ada unsur “pembunuhan” karakter terhadap seseorang atau lembaga.

Untuk kasus terakhir, Arsul merujuk pada penjelasan Febri tentang dipanggil ulangnya Ketua DPR Bambang Soesatyo ke KPK pagi ini.

Menurut Arsul, dirinya telah mengontak Ketua DPR dan protokoler DPR, apakah kedatangan Ketua DPR tersebut atas panggilan resmi berikutnya atau atas kemauan sendiri seperti yang Arsul sarankan beberapa hari lalu.

“Hasil tabayun (ricek) saya, ternyata tidak ada itu panggilan baru dari KPK. Yang ada pihak Mas Bamsoet berkomunikasi dengan penyidik KPK dan memberitahukan bisa datang jum’at pagi ini untuk memberi keterangan mengingat kegiatan di DPR sudah mulai berkurang,” kata Arsul pada wartawan, Jakarta, Kamis (8/6/2018).

Ia datang, lanjut Asrul pukul 08.00 dan selesai memberi keterangan pukul 09.30 WIB. Keluar pukul 09.35 langsung memberikan keterangan pers kepada wartawan di lobby Gedung KPK.

“Nah, kalau faktualnya seperti ini maka Jubir KPK juga harus menyampaikan kepada publik bahwa Ketua DPR setelah berkomunikasi dengan penyidik KPK datang atas inisiatif sendiri untuk memberi keterangan tanpa ada panggilan ulang,” ujar Sekjen PPP ini.

“Jadi tidak ada kesan konten penyesatan informasi dalam penjelasan yang mengarah pada pembunuhan karakter,” imbuh Arsul.

Arsul menambahkan, sebagai anggota DPR dirinya sangat mendukung KPK untuk tetap terus melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi terhadap siapa saja.

“Namun tidak perlu kemudian ada kontroversi atau perseteruan kelembagaan akibat komunikasi publik yang tidak faktual dari lembaga penegak hukum,” alumni aktivis HMI ini. (MM)

Berita Terkait