Kasus Penyuapan di Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Bukti Kultur Buruk dan Mentalitas Instan di Institusi Polri

 Kasus Penyuapan di Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Bukti Kultur Buruk dan Mentalitas Instan di Institusi Polri

JAKARTA – Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Gerakan Mahasiswa Papua Indonesia (GEMAPI)  menyatakan keprihatinan mendalam terkait skandal penyuapan yang melibatkan mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, serta menyeret nama Kasatreskrim AKBP Gogo Galesung dan beberapa anggota penyidik Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan lainnya.

Menurutnya, kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan tersangka AN, anak bos Prodia, dengan nilai suap mencapai miliaran rupiah serta pemberian barang mewah.

“Peristiwa ini menjadi indikasi kuat bahwa terdapat masalah serius pada kultur kerja dan mentalitas sebagian oknum di tubuh Reskrim Polri. Bukannya menjalankan tugas dengan profesionalisme dan integritas, mereka justru menjadikan jabatan strategis sebagai penyidik Polri ini sebagai sarana memperkaya diri”, katanya dalam keterangan tertulis.

Baginya, perilaku seperti ini tidak hanya melukai hati rakyat tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat kepada institusi Polri.

“Para penyidik Polri ini adalah pilarnya hukum, jika pilarnya runtuh maka akan runtuh bangunan bernegara kita”, tegasnya.

Ia juga menekankan pesan Presiden Prabowo Subianto, yang dalam beberapa kesempatan menekankan pentingnya peran kepolisian sebagai cerminan wajah suatu negara dalam pidatonya pada Rapim TNI-Polri, tentu harus menjadikan kasus ini sebagai peringatan keras.

“Jika kondisi internal Polri dibiarkan bobrok seperti ini, khususnya mentalitas penyidik Polri, maka bukan hanya institusi Polri yang rusak, tetapi juga stabilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap negara akan terancam”, ujarnya.

Saat ini, memang Propam Polda Metro Jaya sedang memproses sidang kode etik terhadap empat anggota penyidik yang telah ditempatkan di tempat khusus (patsus).

“Namun, sekadar menghukum oknum yang bersalah tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat sistemik ini. Diperlukan reformasi menyeluruh di tubuh kepolisian, khususnya di Korps Reskrim Polri”, tegasnya.

Ia menilai, Presiden Prabowo Subianto perlu segera melakukan evaluasi total terhadap sistem perekrutan dan pembinaan di Akademi Kepolisian (Akpol) dan kelembagaan penyidik terutama di Bareskrim Polri.

“Setiap aliran dana dan kekayaan para penyidik serta pejabat di Bareskrim Polri yang terindikasi janggal harus diperiksa dengan transparansi penuh. Hubungan antara oknum di Polri dengan para oligarki juga harus diputus agar tidak ada lagi mentalitas instan, di mana jangan ada lagi yang bercita-cita menjadi anggota Polri hanya untuk mengejar kekayaan dengan cara-cara yang melanggar hukum dan etika”, urainya.

Dari perspektif hukum, baginya perilaku koruptif ini tidak hanya melanggar peraturan internal Polri tetapi juga mencederai prinsip-prinsip dasar hukum dan keadilan.

“UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengamanatkan bahwa Polri harus menjalankan tugasnya secara profesional, transparan, dan akuntabel. Kasus ini menunjukkan adanya pelanggaran berat terhadap nilai-nilai dimaksud”, paparnya.

Ia berharap, Polri seharusnya menjadi institusi yang membanggakan karena keberadaannya berakar pada prinsip pelayanan dan perlindungan terhadap rakyat. Namun, skandal seperti ini justru memperkuat citra negatif yang selama ini menjadi sorotan.

“Reformasi total harus dimulai dari penanaman ulang nilai-nilai integritas di setiap level, serta perbaikan sistem pengawasan yang efektif agar setiap penyimpangan dapat dicegah sejak dini”, tutupnya.

Facebook Comments Box