Kasus Reklamasi Makassar Kembali Akan Dilapor ke KPK
Jakarta, LintasParlemen.com–Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulawesi Selatan menyebut pembangunan mega proyek Centre Point of Indonesia (CPI) melanggar beberapa peraturan terkait reklamasi dan mengendus adanya indikasi dugaan korupsi.
Hal ini terungkap dalam diskusi dan jumpa pers terkait rencana KOPEL Indonesia ekspose dugaan kasus super korupsi mega proyek reklamasi pantai losari untuk pembangunan kawasan centre point of indonesia (CPI) termasuk didalamnya wisma negara. di Kantor KOPEL Indonesia, Makassar, Senin (11/4/2016) kemarin.
Syamsuddin Alimsyah, salah seorang presidium KMAK mengurai bahwa sejak tahun 2009, proyek Pemrov Sulsel ini dicanangkan tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan seperti UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil, UU No 23 tahun 2014 tentang Pemda, dan UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan. Sebut Syam dalam pemaparannya.
Syam menambahkan syarat reklamasi harus ada izin yang dikeluarkan kementerian, harus ada kajian strategis, ada di RPJMD dan beberapa persyaratan yang lain. Kata Syam dihadapan awak media dan akademisi.
“Dari hasil kajian KMAK, ditemukan adanya aktivitas pembangunan proyek CPI dan Wisma Negara dengan mereklamasi bibir pantai makassar 157 ha sejak 2009, yang dilaksanakan lebih 20 perusahaan termasuk Ciputra.” Ungkapnya.
“Aktivitas pembangunan ilegal, karena tidak sesuai perintah undang-undangan.” Ujar Koordinator KOPEL ini.
Lebih lanjut Alumnus Unhas ini mengatakan bahwa data terbaru dari hasil penelusuran dan pengkajian KMAK akan segera diserahkan ke KPK dalam waktu dekat sebagai tambahan atas data laporan dugaan korupsi dipreyek ini yang telah dimasukkan sejak awal.
Sementara itu Pakar Hukum Prof. Marwan Mas mengatakan bahwa perbuatan melawan hukum itu ketika seseorang atau badan hukum tidak mengikuti segala ketentuan peraturan perundang- undangan.
“Jadi dalam hukum itu perbuatan melawan hukum ketika sesorang atau badan hukum tidak menjalankan perintah peraturan perundang-undangan termasuk UU,Perpu, PP, Perda dan lainnya” Ungkap Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bosowa ini.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dalam kasus proyek CPI Pemprov Sulsel ini membuka peluang bagi KPK untuk menangkap badan hukum atau koorporasi karena dalam subjek hukum itu ada orang dan ada korpirasi,
“Saya pikir KPK punya kesempatan untuk menetapkan badan hukum ini menjadi tersangka sebab di Indonesia belum pernah ada badan hukum ditetapkan,” Tegasnya.
Pendapat lainnya dari sisi kebijakan pemerintahan A. Luhur Prianto, yang turut hadir dalam konerensi pers tersebut mengatakan bahwa terkait dengan dugaan kasus pembangunan proyek CPI, Pemprov Sulsel ini menarik melihat dari relasi aktor politik dengan pengusaha sebagai pemodal dalam melakukan proses-proses politik dan hampir rakyat hanya jadi narasi keberhasilan pemimpin.
Padahal menurutnya seringkali kebijakan yang diambil justru pemodal yang diuntungkan.
“Dari sisi relasi aktor politik dengan pengusaha dalam konteks sebagai modal sebab seringkali rakyat hanya jadi narasi keberhasilan kebijakan pemerintah yang pada kenyataannya korporasilah yang diuntungkan,” ungkap ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unismuh Makassar ini.
Sekedar diketahui bahwa pembangunan proyek CPI dan wisma negara telah menghabiskan anggaran Rp 200 milyar lebih sejak 2009.
KMAK Sulsel sedang merampungkan laporan untuk disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). [Kopel]