Menkes Minta BPOM Tes Kualitas Berbagai Jenis Obat

 Menkes Minta BPOM Tes Kualitas Berbagai Jenis Obat

JAKARTA – Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengadakan tes kualitas produksi. Khususnya ke berbagai jenis obat guna mencegah terjadinya gagal ginjal pada anak lebih meluas.

“Kita sudah koordinasi dengan BPOM untuk setiap batch produksi itu, kalau bisa dites quality control. Karena wewenangnya kan adanya di sana,” kata Budi kepada wartawan, Rabu (26/10/2022).

Lebih jauh, Budi menekankan pemeriksaan kualitas itu sangat diperlukan sebagai suatu upaya baik untuk menyelamatkan nyawa anak-anak bangsa. Mengingat saat ini sedang berada dalam bahaya karena adanya gagal ginjal akut dan berbagai jenis virus.

Pemeriksaan kualitas produk itu, terang dia, juga dapat memperkuat pemantauan jenis obat-obat berbahaya. Di saat Kementerian Kesehatan mengusahakan pengadaan obat bagi pasien gagal ginjal jantung dalam jumlah yang banyak.

Budi menuturkan saat ini, pemerintah sedang berusaha mendatangkan lebih banyak obat Fomepizole. Di mana pemerintah sedang melangsungkan tahap finalisasi pembelian obat penawar gagal ginjal yang berasal dari Amerika dan Jepang.

“Saya juga kemarin saat datang ke Singapura kita minta lagi, sudah diberikan 10 vial. Australia sudah datang 16 vial. Kalau sekarang, kita sedang finalisasi beli dari Amerika dan Jepang,” ujarnya.

Setelah diberikan obat, katanya, pasien dengan gagal ginjal akut seperti di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta mengalami perbaikan kondisi. Artinya, obat tersebut efektif untuk mengurangi keparahan.

“Kita coba di RSCM dari 10 bayi balita yang kena serangan ginjal, yang data kita 57 persen meninggal itu tujuh sudah sembuh. Tiga bayi yang biasanya kondisinya menurun, itu jadi stabil. Oleh karena itu, kita lihat bahwa efikasinya, ketangguhannya itu bagus,” paparnya.

Kemudian, ucap dia, jumlah kasus yang ditemukan juga mulai turun drastis karena adanya kebijakan pemberhentian sementara penjualan obat dalam bentuk cair atau sirop.

“Kita lihat setelah kita berhentikan penjualan obat sirop di apotek itu, dilaporkannya dua kasus, yang biasa tadinya 30-40, sekarang turun drastis, dua tiga hari jadi ketemu tiga kasus,” pungkasnya.

Laporan: Gia

Editor: Adip

Berita Terkait