Minyak Goreng Dilepas Mekanisme Pasar: Rugikan Rakyat, Untungkan Oligar dan Mafia

JAKARTA -Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Hermanto menilai kebijakan Pemerintah telah menyimpan dari konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 karena telah melepas harga minyak goreng ke mekanisme pasar. Bagi Hermanto, pemerintah sudah salah kendali yang telah membebaskan pasar bebas harga minyak goreng.
Menurut Hermanto, konstitusi Ri telah mengamanatkan sistem ekonomi nasional menganut sistem ekonomi kekeluargaan, kebersamaan dan efisiensi serta berkeadilan untuk seluruh rakyat Indonesia.
“Ini adalah kesalahan pemerintah dan tentu ini telah menyimpang dalam konstitusi kita karena harga minyak goreng dilepas dengan ekanisme pasar. Ini jelas-jelas merugikan rakyat dan menguntungkan oligar dan mafia semata yang bermain dari hulu hingga ke hilir,” kata Hermanto pada Lintas Parlemen, Jumat (18/3/20220.
Sementara itu, lanjut politisi asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat Iini, dengan dilepaskannya harga minya goreng ke mekanisme pasar tentu merugikan masyarakat luas. Mengingat, rakyat kesulitan membeli minyak goreng bermutu.
“Ini berdampak jauh pada kesehatan rakyat akibat antri panjang mengular yang kerumunan, bahkan ada yang pingsan serta ada juga yang mati. Ini  sangat bertentangan dengan prinsip kedaulatan pangan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” terang Hermanto
Lebih lanjut, Hermanto mengingatkan pemerintah, tak bisa kalah bernegosiasi dengan oligar apalagi mafia pada proses penentuan harga minyak goreng di pasar. Karena pemerintah harus melindungi hak rakyat dari permainan harga oligar serta mafia yang bermain di sini,” ujarnya.
“Harga minyak goreng terus naik dikarenakan tata kelola dan distribusi yang perlu ditata dengan baik. Pada rangkai distribusi minyak goreng ini telah terjadi penumpukan, penimbunan serta terhambatnya pasokan minyak goreng ke pasar penyebab terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng yang susah dikendalikan,” papar Hermanto.
Ia mengungkapkan, Pemerintah sudah menentukan kewajiban pasok kebutuhan di dalam negeri dengan Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 30 persen dengan menaikan harga eceran tertinggi (HET). Hanya saja, dengan adanya DMO 30 persen itu harga minyak goreng tetap saja mahal dan langka.
“Dari data ini, ada indikasi telah terjadi penumpukan bahkab penimbunan yang menahan pasokan minyak goreng masuk ke pasar sehingga kebutuhan tersendat,” tegas Hermanto.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) ini mengungkapkan, ada faktor kesengajaan dari mafia bahkan oligarki sehingga kelangkaan minyak goreng memasuki bulan ketiga.
“Dari sini, pihak pemerintah perlu super ketat mengawasi secara tegas bahkan menindak para pelaku pelanggaran yang menimbung atau memainkan minyak goreng goreng sehingga langka,” pungkas Hermanto. (JOKO)