Pemuka Agama Prihatin Merajalelanya Ketidakadilan Ekonomi

 Pemuka Agama Prihatin Merajalelanya Ketidakadilan Ekonomi

Oleh: Musni Umar, Sosiolog, Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta

Ekonom senior Rizal Ramli mengemukakan bahwa “Hanya 20% orang Indonesia nikmati kemajuan ekonomi (Detik Finance, 22 Feb 2018).  Lebih lanjut Rizal Ramli mengemukakan bahwa yang 20%  itulah yang bisa liburan. Yang 40% hidup pas-pasan. Kalau ada gejolak bisa bergeser ke bawah. Nah 40% paling bawah betul-betul belum menikmati hasil pembangunan.

Hasil pembangunan yang kita laksanakan selama 52 tahun lamanya yaitu 32 tahun di era Orde Baru dan 20 tahun di era Orde Reformasi,  patut syukuri tetapi harus segera dikoreksi dan diperbaiki karena telah mengundang banyak keprihatinan, sebab yang dimimpikan dan realitas yang kita saksikan dan rasakan, jauh panggang dari api.

Ulama Prihatin

Dalam musyawarah besar pemuka agama untuk kerukunan bangsa yang dilaksanakan di Hotel Sahid Jaya 8-10 7 Februari 2018, Jakarta, yang membahas tujuh isu diantaranya Rekomendasi tentang faktor-faktor non agama yang mengganggu kerukunan antar umat beragama,  diungkapkan para pemuka agama dan cendekiawan tentang keprihatinan yang mendalam tentang ketidakadilan yang merajalela di Indonesia terutama dalam bidang ekonomi.

Dalam sesi 1 sidang internal umat seagama, saya diminta memimpin sidang yang dihadiri para pemuka agama Islam dan cendekiawan.

Ketika saya mempersilahkan setiap pemuka agama Islam dan cendekiawan menyampaikan pandangan, semua mengemukakan dengan kata dan kalimat yang berbeda  tetapi intinya sama yaitu  ketidakadilan ekonomi bukan saja  mengganggu kerukunan bangsa, tetapi membahayakan bangsa Indonesia jika tidak segera diatasi.

Ketidakadilan ekonomi dikemukakan telah melahirkan kesenjangan yang luar biasa.  Pembangunan semakin memperkaya orang-orang kaya, sementara mayoritas bangsa Indonesia semakin termarjinalisasi dan terpinggirkan.

Ketidakadilan ekonomi  juga telah melanggengkan kemiskinan dikalangan bangsa Indonesia.  Kemiskinan seolah merupakan takdir Tuhan orang-orang menjadi miskin.  Pada hal orang miskin sama sekali bukan karena takdir.

Kalau melihat data yang dikemukakan BPS, jumlah orang miskin di Indonesia hanya sekitar 10%. Akan tetapi fakta dilapangan menunjukkan bahwa jumlah orang-orang miskin masih sangat besar. Ini terjadi karena batas garis kemiskinan menurut BPS  hanya sekitar Rp 12.000/kepala, dibawah 1 dolar Amerika Serikat (dengan kurs Rp 13.500/US dollar).

Kalau batas garis kemiskinan dipatok 2 dolar Amerika Serikat sesuai  standar bank dunia (Rp 27.000/kepala), maka jumlah orang miskin di Indonesia sangat besar.

Ketidakadilan ekonomi, telah pula membuat mayoritas anak bangsa tidak bisa mengenyam pendidikan dengan baik karena orang tua mereka miskin, sehingga tidak sanggup membiayai anak-anak mereka untuk melanjutkan pendidikan.

Ada program Kartu Indonesia Pintar (KJP), tetapi anak-anak orang miskin tetap tidak bisa memperoleh pendidikan tinggi karena lingkungan dan tempat tinggal tidak mendukung seperti yang dialami warga DKI yang tinggal di 220 kampung yang padat, kumuh dan miskin.

Dampak lain dari ketidakadilan ekonomi, sebagian bangsa Indonesia tetap hidup terkebelakang seperti dikemukakan Rizal Ramli 40% hidup pas-pasan, jika ada gejolak ekonomi, mereka jatuh miskin dan 40% lagi belum menikmati kemajuan.

Keprihatinan tersebut tidak hanya   dirasakan para  pemuka agama Islam dan cendekiawannya, tetapi juga para pemuka agama lain.  Hal itu terungkap dalam sesi 12 sidang-sidang kelompok yang dihadiri perutusan semua agama.

Pemuka Agama Prihatin

Dalam sidang kelompok yang dihadiri semua pemuka agama,
saya kembali diminta memimpin sidang.

Sebagai pimpinan sidang, saya kembali mengundang para pemuka agama dan cendekiawan dari semua agama untuk menyampaikan pandangan.

Sebagaimana halnya sidang yang dihadiri pemuka agama Islam dan cendekiawan Muslim, para  pemuka agama lain, juga mengemukakan apa yang dikemukakan para pemuka agama Islam dan cendekiawan Muslim, sehingga sebagai pimpinan sidang dan ketua tim perumus bersama anggota tim perumus dari agama lain, memiliki kesamaan pandang bahwa masalah  ketidakadilan ekonomi sangat berbahaya karena bisa memicu kemarahan publik,  merusak stabilitas dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia.

Jalan Keluar

Untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia, yang berarti mengatasi ketidakadilan ekonomi, kesenjangan, kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan,  hanya melalui pendidikan, maka pemuka agama dan cendekiawan semua agama merekomendasikan kepada pemerintah agar mengutamakan pendidikan dalam pembangunan. Hanya melalui pendidikan yang berkualitas masalah ketidakadilan dan segala dampaknya bisa diatasi dengan baik.

Selain itu, untuk mewujudkan keadilan ekonomi, menciptakan pemerataan dan mengurangi kesenjangan ekonomi, maka pemuka agama dan cendekiawan semua agama meminta kepada Presiden dan DPR membuat undang-undang yang isinya memihaki bangsa sendiri  dengan memberi special treatment dan affirmative action kepada seluruh bangsa Indonesia yang masih lemah dan tertinggal dalam bidang ekonomi.

Kita berharap masalah besar yang dihadapi seluruh bangsa Indonesia, yang membuat prihatin para pemuka agama dan cendekiawan semua agama, menjadi agenda bersama  penyelamatan bangsa dan negara hari ini dan di masa depan.

Allahu a’lam bisshawab

Facebook Comments Box