RI Kalah Gugatan Nikel di WTO! Gus Falah Minta Pemerintah Ajukan Banding
JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru atau yang akrab disapa Gus Falah menanggapi kalahnya Indonesia dalam gugatan Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) soal larangan ekspor bijih nikel sejak awal 2020.
Gus Falah menegaskan, Pemerintah Indonesia harus melawan putusan WTO itu melalui proses banding. Baginya, keputusan Uni Eropa tersebut ada beberapa yang perlu dipertanyakan.
“Hanya ada satu kata terhadap putusan WTO, lawan! Pemerintah harus mengajukan banding, jangan mau tunduk (kepada keputusan WTO),” kata Gus Falah seperti keterangan tertulis diterima Lintas Parlemen, Jakarta, Kamis (24/11/2022).
Gus Falah menegaskan, pelarangan ekspor bijih nikel merupakan hak Indonesia dalam mengelola sumber daya alam. Peningkatan nilai tambah nikel melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, menurut Gus Falah tak bisa ditawar lagi.
Politisi PDIP ini menjelaskan, peningkatan nilai tambah atau hilirisasi nikel menguntungkan perekonomian Indonesia dibandingkan mengekspor bahan mentah terus-menerus.
“Dan ingat, peningkatan nilai tambah adalah amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba yang harus kita jalankan,” tegas Gus Falah.
Apalagi, lanjut Politisi PDI-Perjuangan itu, kedepannya Indonesia juga mau mengembangkan ekosistem kendaraan listrik demi mengejar target nol emisi karbon di tahun 2060. Untuk itu, hilirisasi nikel secara masif dan konsisten harus dilakukan.
“Jadi sekali lagi, lawan putusan WTO itu demi kedaulatan ekonomi kita,” tegas Legislator Dapil Jawa Timur X tersebut.
Seperti diketahui, larangan ekspor bijih nikel itu merupakan hasil putusan panel WTO yang dicatat dalam sengketa DS 592. Final panel report tersebut sudah keluar pada 17 Oktober 2022.
Dalam putusan WTO itu dinyatakan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
Editor: Habib Harsono