Surat Terbuka Buat Agum Gumelar

 Surat Terbuka Buat Agum Gumelar

Oleh: Dedi Noah, Pemerhati Sosial Politik

Banyak orang tahu siapa bapak sebenarnya dan banyak pula yang tidak tahu siapa bapak sebenarnya. Tapi karena zaman semakin canggih dan terbuka, maka akses mengetahui sosok bapak sangat cepat, mudah, bahkan jauh sampai ke pribadi dan akar-akarnya.

Banyak orang kagum kepada bapak dengan kiprah masa lalunya sebagai prajurit lapangan dan juga agen intelijen yang sukses. Ini tidak lain, karena saat bertugas bapak senantiasa selalu mengedepankan kepentingan negara dan bangsa.

Sikap seperti ini diapresiasi rakyat dan perlu dipertahankan demi nama baik bapak di hadapan generasi muda.

Di tanah air, sosok berprestasi dan prestisius seperti bapak tidak banyak, sehingga tidak aneh selalu tampil di panggung kenegaraan, meski berganti pemerintahan. Sederet jabatan bergengsi bidang politik, keamanan, olah raga, seni budaya, pendidikan dan militer pun telah dipegang, seperti Danjen Kopassus, Direktur A Bais, Menkopolsoskam, Menhan, Menhub, Ketua KONI, Ketua PSSI, Gubernur Lemhannas, dan lainnya.

Waktu terus berjalan dan sekarang usia bapak lebih 71 tahun, sehingga masuk barisan usia senja. Pada usia ini, kematangan pribadi dan kesabaran semakin diuji. Oleh karena itu, kami yakin saat ini bapak senantiasa banyak mendekat kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, seraya berpasrah diri untuk terus beribadah untuk kepentingan bekal akherat yang kekal dan tidak lagi terpukau gemerlap dunia yang sering menipu.

Sebagai seorang intelijen, memang tugasnya mau tidak mau harus mampu bermain elegan dengan kaki dan kepala disana-sini untuk mencapai tujuan. Tugas rumit dan penuh resiko seperti itu memang dilematis, karena bisa menjadi sosok yang dicap masyarakat sebagai Sengkuni, licik, licin, munafik, culas dan penuh tipu muslihat.

Soal tugas ini, kami bisa maklum, meski ada yang kontra dan bersumpah serapah. Seperti saat Suharto berkuasa, bapak merapat tapi di belakang memback-up Megawati, lalu Habibie naik jadi RI-1, bapak menempel dan profesional tapi tetap berbagi kepada seteru.

Begitu pula saat Gusdur, Megawati dan SBY jadi Presiden RI, sikap adaptable terus diperankan, sehingga kami tidak kaget kalau bapak terus diberi amanah jabatan oleh penguasa dalam pemerintahannya saat itu.

Kini zaman sudah berubah, sehingga akan sangat riskan bila bapak tidak merubah style dan tetap ngotot memainkan peran itu, karena sekarang semuanya serba transparan dan tidak bisa abu-abu lagi seperti dulu. Sudah seharusnya lakon begitu berganti dan tahu diri untuk tidak memainkan lagi gaya-gaya lama, karena rakyat sudah cerdas, kritis dan tahu maksudnya.

Meski watak sulit berubah instan, sementara hasrat inginnya terus bermain seperti itu, maka bersikap legowo, sadar diri dan pandai introspeksi adalah jalan terbaik yang bisa diterima masyarakat.

Era demokratisasi kini, segalanya cepat berubah dan tidak memberi tempat lagi kepada siapapun yang cuma ingin mengejar kekuasaan apalagi menjauhkan kepentingan rakyat. Oleh karena itu, kami tidak ingin jasa bapak untuk negara yang sudah banyak dan mengkilap menjadi tercoreng, jika bapak tetap bergaya seperti itu, bahasa nyinyirnya disebut “penjilat penguasa”.

Tampilnya bapak belakangan ini TV One mengetuk hati pemirsa, ketika bapak langsung menohok Ustadz Rizieq dan pengikutnya yang anti PKI, agar menjaga toleransi dan kebhinekaan. Saya jadi bingung, siapa yang intoleran dalam kebhinekaan? Apa ini tidak salah, sementara bapak tidak bereaksi apalagi bersikap keras kepada mereka yang diduga pro PKI dan merusak kebhinekaan?

Kami dan mungkin rakyat yang lain punya dugaan, kalau perkataan itu tidak murni dari hati nurani bapak, melainkan titipan sponsor atau apa mungkin bapak berharap siapa tahu ada pejabat/penguasa yang meliriknya ?

Siapapun tidak tahu, kecuali bapak sendiri dan tentu Allah SWT Yang Maha Mengetahui.
Bapak harus sadar, pemerintah sudah cerdas dan pasti mau memanfaatkan bapak, kalau bapak siap menjadi bemper, bermuka tembok dan harus mendukung kebijakan pemerintah, meski banyak merugikan rakyat.

Tidak cukup disitu, bapak juga harus berani tampil beda dengan rakyat dan menekan pihak yang berseberangan dengan pemerintah seperti Ustadz Rizieq dkk yang selama ini kritis kepada pemerintahan Jokowi​.

Sebagai prajurit yang dulu militan anti PKI, tapi kenapa ujug-ujug sekarang melempem, ada apa? Bahkan bapak sekarang ikut-ikutan menyerang Ustadz Rizieq yang menurut bapak membawa model kearaban dan berpaham anti toleransi.

Kami tidak yakin sedemikian sempit pengetahuan bapak yang mantan Gubernur Lemhannas mencermati fenomena yang berkembang atau bapak sudah jadi korban cuci otak media ? Kami pun yakin bapak memahami kondisi media mainstream sekarang yang bukan rahasia lagi bersikap pro penguasa, pro pemilik modal, jauh dari rakyat, tidak netral, tidak obyektif serta banyak jual kebohongan.

Oleh karena itu, kami mohon kepada bapak untuk tidak berjualan kecap dan menyudutkan pihak lain, tapi betul-betul bisa mengayomi semua elemen bangsa dan tetap tampil berani anti komunis yang bertentangan dengan Pancasila itu.

Meski tidak lagi jadi prajurit, bukankah bapak seharusnya tetap berkomitmen untuk memegang teguh sampai mati nilai-nilai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit yang berdasarkan Pancasila dan UUD‘45 yang pasti anti komunis. Lupakanlah untuk manggung lagi, zaman sudah berubah, tidak seperti dulu yang bisa dikondisikan dan ikut kemana arah angin bertiup.

Seharusnya bapak malu kepada generasi muda yang begitu peka dan peduli terhadap dinamika perkembangan bangsa, tapi tetap militan anti komunis. Bapak seharusnya memberi semangat dan apresiasi serta tidak perlu mencari-cari kesalahan dan kekurangan yang tidak substantif. Bapak pasti paham, timbulnya saling curiga akan memudahkan kelompok komunis mengadu domba sesama anak bangsa, sehingga menjadi lahan menguntungkan tumbuh suburnya PKI di Indonesia.

Oleh karena itu, janganlah beri peluang sedikitpun kelompok komunis untuk bangkit dan berkembang di tanah air, karena fakta membuktikan, PKI sudah membuat rakyat Indonesia menderita dan berdarah-darah.
Demikian surat terbuka ini, meski terlambat namun insyaallah masih ada hikmahnya buat kita sekalian.

Mohon maaf atas segala kekeliruan dan ketidaksopanan kami, semoga Allah SWT senantiasa melindungi bangsa Indonesia dari bahaya laten komunisme. Aamiin.

Berita Terkait