Terkait Konten TV, Komisi I DPR: Pemilik TV Jangan hanya Pikirkan Keuntungan!
JAKARTA, Lintasparlemen.Com – Saat ini banyak materi siaran televisi nasional yang tidak mendidik masyarakat. Presiden Joko Widodo harus turun tangan menyelesaikan siaran televisi swasta itu yang tidak layak ditayangkan karena menyebarkan budaya negatif.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga pengawas penyiaran sejak tahun 2014, misalnya terdapat sekitar 40.000 aduan masyarakat yang mengeluhkan isi siaran televisi nasional. Sedangkan KPI melayangkan 149 teguran dan tiga sanksi penghentian tayangan kepada perusahaan pengelola televise tersebut.
Namun peringatan yang disampaikan KPI itu belum banyak berpengaruh terhadap kebijakan perusahaan pengelola televisi. Hal itu disampaikan Anggota Komisi I DPR RI Syaiful Bahri Anshori.
“Kita sudah menggelar rapat (07/03/2016) untuk menyatukan persepsi terkait pemberitaan di indonesia agar TVRI dan TV swasta lainnya tidak memberitaan informasi yang melanggaran aturan sesuai UU Penyiaran yang berlaku,” kata Syaiful saat dihubungi, Jakarta, Senin (14/03).
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Timur IV yang meliputi Lumajang dan Jember mengungkapkan bahwa banyak konten dari televisi tersebut bertentangan dengan budaya lokal Indonesia.
“Kalau kita nonton televisi, kita miris melihatnya, banyak berita atau tayangan yang bertentangan dengan budaya lokal Indonesia. Ini kan bahaya untuk pendidikan anak, karena tak mendidik,” terang Syaiful yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DPP Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi).
Karena itu, alumni aktivis PMII ini meminta pada pemerintah dan pihak pengelola televisi menyeleksi sajian tayangannya sebelum ditayangkan agar lebih mendidik lagi. Sebab, lanjutnya, bila dilihat sajian yang ada, pengelola televisi tersebut hanya mementingkan keuntungan belaka.
“Kita berharap para pemilik televisi itu jangan hanya memikirkan keuntungan belaka. Sehingga faktor budaya dan pengembangan moral budaya lokal indonesia terlupakan. Jika hanya memintingkan keuntungan maka kasihan dengan rakyat sebagai korban,” terang supervisor Tim Gerakan Sosialisasi Kebijakan Publik PBNU dengan Infokom pada tahun 2007-2009 ini. (SCA)