Tragedi Kanjuruhan, PSSI Masih Perlu Belajar Bertanggungjawab!

 Tragedi Kanjuruhan, PSSI Masih Perlu Belajar Bertanggungjawab!

FIFA baru saja membalas surat Presiden Jokowi perihal tragedi Kanjuruhan Malang yang menelan ratusan korban jiwa, sebuah episode paling kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia, dalam surat tersebut FIFA tidak menjatuhkan sanksi terhadap sepak bola tanah air.

Namun demikian FIFA memberikan beberapa catatan penting terkait pelaksanaan liga, salah satunya merekomendasikan untuk tidak lagi menggelar pertandingan di malam hari. Bagi pecinta sepak bola tanah air, keputusan FIFA untuk tidak menjatuhkan sanksi terhadap sepak bola Indonesia adalah kabar baik yang cukup melegakan, tetapi di lain sisi tragedi Kanjuruhan menyentak kesadaran kita bahwa PSSI sebagai penaggungjawab liga sepak bola Indonesia harus berbenah ekstra serius.

Kesadaran untuk berbenah muncul dari pemahaman bahwa kejadian tersebut merupakan tanggung jawab federasi, ini merupakan syarat pertama, federasi tidak mungkin bisa berbenah bila menilai tragedi Kanjuruhan bukan tanggung jawab mereka, intinya federasi harus belajar memahami tanggungjawabnya.

Poin ini penting dipertegas mengingat di masa awal tragedi Kanjuruhan, PSSI sebagai induk sepak bola Indonesia justru terkesan lepas tangan dari tanggungjawabnya, ada upaya untuk melimpahkan kesalahan hanya kepada panitia pelaksana dan LIB. Tentu ini sikap yang keliru, tidak patut dipertontonkan PSSI.

Semestinya pada saat tragedi, PSSI tampil terdepan dan menggelar konferensi pers menegaskan bahwa selain panitia dan LIB maka PSSI juga pihak yang bertanggungjawab atas kejadian tersebut, ini namanya baru sifat ksatria, regulasi sepak bola Indonesia semuanya berada di bawah kendali PSSI, oleh sebab itu semua kejadian dalam dunia sepak bola tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab PSSI.

PSSI nampaknya masih perlu belajar cara untuk tampil di masa sulit, bukan hanya belajar tampil di masa gembira, bahkan PSSI tak perlu lagi belajar tampil di masa gembira, mereka sudah sangat menguasainya. Pekerjaan rumah PSSI adalah tampil terdepan di masa sulit, tragedi Kanjuruhan mengonfirmasi bahwa PSSI belum bisa tampil di masa sulit.

Bukan hanya tidak bisa tampil tetapi justru terkesan mencari kambing hitam dengan berupaya melimpahkan kesalahan hanya kepada Panpel pertandingan dan LIB, sepak bola kita tidak akan bisa maju bila PSSI sebagai induk sepak bola tanah air hanya bersorak saat kemenangan diraih namun tidak berkutik saat tragedi terjadi.

Rakyat Indonesia menaruh harapan besar kepada PSSI, khususnya para penggila bola, espektasi itu semestinya bisa dicerna dengan baik oleh federasi. Jika ingin menata total wajah sepak bola Indonesia, maka perlu melakukan penataan kebijakan yang serius secara menyeluruh hingga pada tingkat praktik di lapangan, kebijakan tidak cukup dikeluarkan tapi juga dipastikan harus diterapkan di lapangan.

Penataan kebijakan ini pasti akan memakan korban, yang akan menjadi korban adalah mereka yang selama ini mendapat untung dari pengelolaan sepak bola yang ala kadarnya, kelompok ini tidak tertarik untuk merubah wajah sepak bola Indonesia menjadi lebih baik, tapi tak apa, mereka memang harus dikorbankan untuk menaikkan kualitas dunia sepak bola tanah air.

Oleh: Zaenal Abidin Riam, Pengamat Kebijakan Publik/Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Berita Terkait