Mulai Dari Rakyat: Membangun Indonesia

Sosiolog Musni Umar
Oleh: Musni Umar: Sosiolog, Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta
Pada tanggal 14 Februari 2018, saya diundang untuk menghadiri 10 tahun TV ONE di Hotel Four Season Jakarta.
Banyak tokoh yang hadir dalam HUT TV ONE ke 10 dan menjadi narasumber, seperti HM Jusuf Kalla, Amien Rais, Mahfud MD, Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) Bambang Soesatyo, Komjen Polisi Syafruddin, Lukman Hakim Saefuddin, Fahri Hamzah dan tuan rumah Karni Ilyas.
Selain itu, hadir pula Rizal Ramli, Susi Pudjiastuti, Fuad Bawazier, Fadli Zon, Budi Karyasumadi, Rachmawati Sukarnoputri dan lain-lain. setelah pulang Fuad Bawazier, saya diminta pindah tempat duduk disamping Ibu Rachmawati Sukarnoputri.
Walaupun baru pertama kali bertemu ibu Rachma, kami segera akrab karena sudah saling mengenal melalui media.
Saya manfaatkan untuk berbincang dengan beliau tentang Indonesia. Saya tanya ibu Rachma, memulai dari mana memperbaiki Indonesia? Pertanyaan provokatif itu, kemudian direspon dengan perbincangan serius.
Untuk diketahui publik, saya elaborasi dengan sebuah tulisan yang saya beri judul “Mulai Dari Rakyat: Membangun Indonesia”
Rakyat Berkuasa
Untuk memperbaiki Indonesia, saya dan Ibu Rachma sependapat bahwa harus memulai dari rakyat. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari. Pertama, rakyat dalam negara demokrasi adalah pemilik kedaulatan (kekuasaan). Rakyatlah yang menentukan siapa yang akan dipilih untuk menjadi pemimpin Indonesia di semua tingkatan, mulai dari Presiden-Wakil Presiden, Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, termasuk anggota parlemen di semua tingkatan dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Kedua, rakyat pula yang bisa menghentikan seorang pemimpin dari kekuasaannya. Jika rakyat berkehendak mengakhiri kekuasaan seorang pemimpin, maka melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada), pemilihan Presiden-Wakil Presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) dan DPD rakyat tidak memilihnya.
Ketiga, rakyat bisa memberhentikan seorang pemimpin di tengah jalan yang sedang berkuasa. Sudah terbukti beberapa waktu lalu, di suatu kabupaten di provinsi Jawa Barat, seorang bupati diberhentikan sebelum berakhir masa baktinya lima tahun karena melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki rakyat. Rakyat memprotes, akhirnya sang bupati diberhentikan di tengah jalan. Contoh lain, Soeharto berhenti sebagai Presiden RI setelah berkuasa selama 32 tahun atas kehendak rakyat.
Masalah Rakyat
Untuk menjadikan rakyat berdaulat, tidak mudah. Pertama, mayoritas rakyat kurang pendidikan. Ini masalah yang dihadapi dalam memperbaiki dan membangun Indonesia. Rakyat sulit berdaulat karena kurang ilmu. Konsekuensinya, para elit mudah memperdaya rakyat dengan menghalalkan segala cara.
Kedua, rakyat masih sangat banyak yang miskin. Karena mereka miskin, maka mudah ditaklukkan dengan politik sembako atau politik uang (money politic). Ini tantangan paling berat dalam menjadikan rakyat berdaulat dalam politik.
Ketiga, rakyat kurang iman. Walaupun rakyat miskin, kurang ilmu, jika imannya kuat, maka tidak mudah diperdaya oleh para elit sebab rakyat punya pegangan. Rakyat yang kuat imannya tidak mempan untuk disogok dengan sembako atau uang karena takut kutukan Allah dan tidak mau dimasukkan ke dalam neraka.
Terpenting Mendidik Rakyat
Untuk memperbaiki atau membangun Indonesia, saya dan Ibu Rachma sependapat bahwa mesti melalui pendidikan. Saya memberitahu ibu Rachma bahwa bisa melalui Universitas Bungkarno yang dipimpinnya dan Universitas Ibnu Chaldun Jakarta yang sekarang saya pimpin.
Melalui dunia pendidikan, pertama. mahasiswa ditanamkan nilai-nilai demokrasi, keindonesiaan dan agama.
Kedua, mahasiswa didorong untuk selalu dekat dan menjadi bagian dari rakyat. Tidak boleh mahasiswa berada di menara gading.
Ketiga, mahasiswa didorong untuk menjadi pencerah, penyadar, pendidik dan pemberdaya rakyat. Rakyat yang kurang ilmu, dapat ditingkatkan ilmunya melalui peran mahasiswa. Misalnya memberi pendidikan non formal.
Keempat, mahasiswa diharapkan menjadi pembaharu yang mengubah pola pikir, tindakan dan perbuatan rakyat.
Kelima, mahasiswa menjadi moral force untuk menstimulir rakyat supaya meningkatkan partisipasi untuk memperbaiki dan membangun kembali Indonesia.
Dengan melakukan lima hal tersebut, diyakini bangsa Indonesia bisa berdaulat dalam bidang politik, ekonomi dan kebudayaan.
Allahu a’lam bisshawab