Banyak Pabrik Rokok Tutup, FS Minta Pemerintah Evaluasi Kenaikan Cukai Rokok dan Lakukan Pendampingan

 Banyak Pabrik Rokok Tutup, FS Minta Pemerintah Evaluasi Kenaikan Cukai Rokok dan Lakukan Pendampingan

Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI yang juga Sekretaris Dewan Pakar Golkar Firman Soebagyo memakai Batik Patin

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pertembakauan sekaligus Wakil Ketua Baleg DPR RI Firman Soebagyo (FS) meminta pemerintah meninjau kembali rencana menaikan bea cukai rokok tahun 2017 mendatang.

Firman mendorong pemerintah terlebih dahulu mengambil langkah pembinaan atau pendampingan pada pabrik rokok tersebut sebelum ditutup agar akar permasalahannya dapat diketahui secara tuntas. Karena menurutnya, penutupan pabrik rokok akan berdampak semakin bertambahnya angka pengangguran.

Apalagi, lanjut Sekretaris Dewan Pakar Partai Golkar ini, mayoritas pabrik rokok yang tutup itu dari perusahaan yang memproduksi rokok secara konvensional. Jika pemerintah tak peka dan tidak meninjau ulang kebijakan menaikan bea cukai rokok
setiap tahunnya itu. Maka akan mematikan produksi rokok dalam negeri.

“Kalau pemerintah tidak berhati-hati (dalam kebijakannya menaikan bea cukai rokok) bisa berbahaya pada kondisi masyarakat. Karena banyak masyarakat di desa-desa menggantungkan hidupnya pada industri rokok. Coba bayangkan berapa jumlah pengangguran dan jumlah orang miskin makin bertambah,” jelas Alumni UGM dan Unpad ini.

Karena itu, Sekjen Soksi ini mengusulkan pada pemerintah untuk mengambil langkah preventif untuk mengantisipasi penutupan rokok tersebut. Karena akan berdampak pada industri kecil dan menengah di desa-desa yang berujung pada penangguran besar.

Ketum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP) ini mengkhawatirkan dengan terus naiknya bea cukai rokok tiap tahunnya, menambah jumlah rokok impor ilegal beredar di Indonesia melalui wilayah perbatasan. Tentu hal itu merugikan negara tanpa membayar bea cukai.

“Selain itu, dengan naiknya bea cukai rokok tiap tahunnya, bisa membuka ruang para pedagang untuk mengambil rokok impor yang ilegal melalui wilayah perbatasan. Tentu ini merugikan negara karena tak membayar bea cukai. Dan bisa juga nantinya ada unsur manipulasi dengan melaporkan separo dan rokok yang lainnya tidak dilaporkan. Ini merugikan negara,” paparnya.

“Yang jadi persoalan juga, pemerintah tidak melakukan langkah evaluasi dari kebijakannya menaikan bea cukai tahun lalu. Ini juga dikeluhkan oleh para pengusaha rokok. Mereka itu perlu dilakukan pendampingan dan pemerintah perlu mengambil langkah-langkah preventif. Kita harus lihat persoalan ini secara komprehensif dan universal,” sambungnya.

Seperti diketahui pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok tahun 2017 mendatang dengan tarif tertinggi naik 13,46 persen. Dan kenaikan tersebut berlaku untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM).

Sementara kenaikan tarif cukai terendah sebesar 0 (nol) persen berlaku untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB. Sementara kenaikan rata-rata tertimbang untuk seluruh jenis hasil tembakau sebesar 10,54 persen.

Dan kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 147/PMK.010/2016.  Pertimbangan penentuan tarif cukai yang melihat lima aspek yakni pengendalian produksi, faktor kesehatan, keterjaan jumlah tenaga kerja, pencegehan peredaran rokok ilegal, dan penerimaan negara dari cukai. Kebijakan ini sekaligus menaikkan harga jual eceran (HJE) rokok dengan rata-rata kenaikan
12,26 persen. (HMS)

Facebook Comments Box

1 Comment

Comments are closed.