Fenomena Crowding Out Effect

 Fenomena Crowding Out Effect

Foto Bersama dengan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)

Oleh: Helmi Adam*

Apakah Crowding out itu ?

Rebutan imbal Hasil bunga pinjaman antara pemerintah dan privat akibat ekpansi pemerintah yg mencari dana segar. Saat ini terjadi dimana pemerintah Mengeluarkan SUN untuk dalam negri untuk menutupi anggaran dengan bunga tinggi, yang berdampak pada rebutan uang dengan janji timbal hasil yg tinggi dan aman.

Namun fenomena crowding out effect patut diwaspadai lantaran membawa implikasi pada perekonomian secara luas.

Pandangan ekonomi Klasik, suku bunga adalah harga dari sebuah investasi. Kenaikan suku bunga berakibat langsung kepada pelemahan aktivitas penanaman modal. Karena buat apa orang ambil resiko, cukup uncang uncang kaki dapat bunga yg menarik. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi akan terkoreksi.

Pandangan Klasik memberikan penguatan bahwa penerbitan SUN menimbulkan efek negatif bagi perekonomian. Atas dasar tersebut, mazhab klasik menganjurkan untuk menggunakan sumber pembiayaan yang berasal dari luar negeri guna menghindari gejolak suku bunga di pasar finansial domestik.

Pemikiran klasik melihat utang luar negeri menyebabkan adanya aliran dana masuk ke perekonomian dalam negri. Sedangkan utang domestik dipandang sebatas hanya migrasi dana yang semula akan digunakan oleh sektor privat untuk investasi berpindah kepada investasi yang dilakukan pemerintah.

Asumsi Klasik bahwa perekonomian mengalami keterbatasan pasokan dana patut dicatat. Realitas yang terjadi tidaklah selalu demikian. Hal itu yang menjadi premis aliran pemikiran Keynesian dalam berkonfrontasi konsep dengan ekonom klasik. Alhasil, jika masih ada dana nganggur (idle fund), eksistensi crowding out tidak bakalan ada.

Namun dua mazhab besar baik klasik maupun Keynesian sepakat bahwa penerbitan SUN niscaya memicu persaingan dalam menghimpun dana masyarakat. Tetapi, persaingan dalam pemahaman Keynesian justru memicu peningkatan kualitas investasi alih-alih penurunan kuantitas investasi sebagaimana pendapat Klasik.

Peningkatan kualitas investasi diklaim Keynesian mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, Keynesian tidak antipati terhadap SUN meski menyokong naiknya suku bunga perbankan. Penerbitan SUN diyakini memacu atmosfir kompetisi hingga mencapai level crowding in sebagai lawan dari crowding out.

Pilihan pemerintah mengedarkan SUN di pasar keuangan dalam negeri atau luar negeri pada akhirnya tetap harus dibayar beserta bunganya.

Sedangkan paham Ricardian berasumsi pelaku ekonomi sadar bahwa penerbitan SUN saat ini adalah isyarat terjadi kenaikan pajak pada masa mendatang guna membayar pokok dan bunga utang. Karena pemerintah harus membayar utangnya dengan uang pajak.

Asumsi rasionalitas membimbing pelaku ekonomi untuk sejak dini mengantisipasi hal itu. Aksi konkretnya ialah memelihara cadangan tabungan untuk berjaga-jaga (precautionary) sedemikian rupa sehingga besaran nilainya nanti (future value) sama dengan beban kenaikan pajak pada masa depan.

Akibat selanjutnya, tabungan (sebagai sumber dana investasi) tidak terganggu, volume investasi tetap konstan, dan pertumbuhan ekonomi tidak terpengaruh.

Secara ringkas, penjualan SUN di pasar keuangan dalam negeri dan/atau luar negeri berefek netral bagi perekonomian nasional.

Tapi kita harus jeli melihat persoalan pasar finansial di Indonesia, fenomena crowding out sejatinya hanyalah akibat dan bukan esensi persoalan yang sesungguhnya. Merujuk kepada debat konseptual antara paradigma Klasik, Keynesian, dan Ricardian, inti persoalan sesungguhnya terletak pada respons masyarakat.

Dalam respons itulah, kenaikan SUN bisa menjadi momentum untuk menstimulasi masyarakat agar terbiasa berinvestasi di obligasi negara. Selama ini masyarakat merasa nyaman menjadi investor pasif dalam bentuk simpanan di perbankan. Beragamnya jenis SUN menjadi wahana perubahan paradigma menjadi investor aktif.

Pertanyaannya justru apakah pelaku Pasar percaya dengan SUN pemerintah. seperti masyarakat Jepang, atau penempatan SUN hanya mecari untung sesaat?
Dan bisa kah Pemerintah memenuhi kewajibannya ? Sementara penerimaan pajak terus turun.

*Penulis Adalah Kandidat Doktor Di Universitas Borobudur

Facebook Comments Box