Nasionalisme Bangsa Indonesia Rendah
Oleh: Musni Umar, Sosiolog dan Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta
Pada 23 Maret 2018 menjelang sore dari kediaman saya di Cipete Selatan Jakarta Selatan, saya naik mobil online menuju hotel Ciputra Jakarta Barat.
Dalam perjalanan yang cukup macet, saya berbincang dengan Hendrik, sopir mobil online yang membawa saya ke hotel Ciputra. Salah satu persoalan yang dia kemukakan ialah hilangnya nasionalisme bangsa Indonesia.
Oleh karena pandangan Hendrik menurut saya cukup bernas dan relevan dengan kondisi Indonesia saat ini, maka saya tulis kembali. Semoga bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia.
Nasionalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri, sifat kenasionalan, makin menjiwai bangsanya.
Hendrik mengemukakan pandangannya dengan mengaitkan nasionalisme dengan penguasaan kekayaan alam Indonesia. Dia berkata, kekayaan alam Indonesia yang melimpah diserahkan kepada orang asing untuk dikelola dan bangsa Indonesia hanya mendapatkan bahagian yang sangat kecil. Dia memberi contoh Freeport di Papua. Pemerintah Indonesia memberi izin kepada perusahaan asing untuk mengeksplorasi kekayaan alam di sana dan bangsa Indonesia sudah puas hanya mendapat bahagian yang amat minim. Pada hal di sana ada emas, tembaga, uranium dan sebagainya.
Menurut dia, jika kekayaan alam Indonesia di Freeport dikelola sendiri, bangsa Indonesia pasti tidak seperti sekarang yang mayoritas penduduknya masih miskin, kurang pendidikan, terkebelakang dan banyak utang. Apa lagi kalau seluruh kekayaan Indonesia di kelola oleh bangs Indonesia sendiri.
Menurut Hendrik yang nampak dari wajahnya adalah keturunan Cina, pemberian izin kepada asing untuk mengelola kekayaan alam Indonesia merupakan bukti bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki nasionalisme. Pada hal menurut dia, Bung Karno pernah mengingatkan supaya kekayaan alam Indonesia seperti di Irian Jaya (Papua) jangan diserahkan kepada asing sampai bangsa Indonesia mampu mengekspolarasi sendiri.
Dari kenyataan yang dia saksikan, Hendrik berkata bahwa kecintaan bangsa Indonesia terhadap tanah airnya minim, nasionalismenya rendah. Orang Indonesia hanya memikirkan dirinya sendiri.
Harus Efisien
Hendrik juga mengemukakan bahwa bangsa Indonesia boros dan tidak efisien.
Dia menyaksikan kalau rapat dengan orang pemerintah, satu kantor ikut hadir. Betapa borosnya satu kantor hadir di hotel dengan pekerjaan yang tidak jelas.
Pada hal kalau Indonesia mau maju, harus efisien. Hendrik juga menyebutkan banyak lembaga negara yang didirikan tanpa mempertimbangkan efisiensi. Seperti penanganan bencana sejatinya bisa dikerjakan Kementerian Sosial, tapi di dirikan lembaga baru, sehingga terjadi pemborosan anggaran.
Singkat kata, bangsa Indonesia tidak ada rasa memiliki Indonesia. Kalau ada rasa memiliki Indonesia, maka pasti tumbuh rasa tanggung jawab terhadap Indonesia.
Oleh karena mayoritas bangsa Indonesia tidak ada rasa memiliki dan rasa tanggung jawab terhadap Indonesia, maka nasionalismenya rendah. Ketika berkuasa, beramai-ramai memanfaatkan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri dan kroninya dengan korupsi.
Dia juga prihatin karena orang hebat yang sungguh-sungguh mau membangun Indonesia disingkirkan dan musuhi. Pada hal mereka diperlukan untuk membawa Indonesia bangkit dan maju.
Allahu a’lam bisshawab