HNW Soal Menyongsong Indonesia Emas 2045: Partai Politik Penting Kembali Hadirkan Negarawan Bukan Sekedar Politisi
JAKARTA – Wakil Ketua MPR Dr.H.M. Hidayat Nur Wahid, MA menyebutkan partai politik juga bisa melahirkan pemimpin yang negarawan, bukan hanya Politikus, sebagaimana diteladankan oleh Partai Politik yang dulu telah melahirkan para Negarawan Bapak Bangsa pendiri Indonesia Merdeka.
“Maka Partai politik pada era Reformasi ini berada dalam peran mengulangi sejarah peran Partai Politik itu, agar berkontribusi maksimal mempersiapkan, melahirkan negarawan, menyongsong Indonesia Emas 2045. Maka sangat penting Partai politik termasuk PKS, mempersiapkan kader-kadernya menghadirkan kepemimpinan negarawan bukan sekedar politisi apalagi politikus,” kata HNW kepada wartawan, Jakarta, Senin, (27/10/2025).
Hidayat Nur Wahid menyampaikan hal itu sempat diungkapksn dalam Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara dengan tema “Kepemimpinan Negarawan” yang dihelat MPR bekerjasama dengan DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sulawesi Tenggara di Kendari, Sabtu (25/10/2025).
Turut berbicara dalam diskusi ini Anggota MPR yang juga Presiden PKS, Al Muzammil Yusuf, Wakil Bupati Buton Syarifuddin Safa, anggota DPRD Sultra Muhammad Poly, dan Ketua DPW PKS Sultra Syafriel Haeba.
Dalam diskusi itu, HNW, sapaan Hidayat Nur Wahid, menguraikan tentang pentingnya kepemimpinan negarawan yang bisa dihadirkan melalui jalur (partai) politik. Karena UUDNRI 1945 jelas mengatur bahwa Pemimpin di Indonesia, kalau di eksekutif puncaknya adalah Presiden dan wakil presiden dan mereka itu dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu, bukan oleh Organisasi Massa atau perseorangan (Pasal 6A ayat 1 UUD NRI Tahun 1945).
Lebih lanjut. HNW menegaskan, Kepemimpinan dan keanggotaan di legislatif juga dicalonkan oleh partai politik bukan oleh organisasi massa maupun perseorangan. Maka Partai Politik menjadi pintu besar, kalau tidak malah satu-satunya, melahirkan kembali pemimpin negara yang negarawan atau berjiwa negarawan, agar cita-cita Proklamasi dan Reformasi dapat diwujudkan, agar Indonesia Emas benar-benar dapat disongsong dengan yang terbaik.
“Masalahnya, seringkali Partai politik melupakan sejarah keberhasilan Partai Politik hadirkan negarawan, dan legalitas yang diberikan oleh Konstitusi bahwa Partai Politik bisa menghadirkan kepemimpinan negarawan. Apalagi sering pula dilakukan dikotomi antara politisi (politikus) dan negarawan. Seolah-olah politisi/politikus bukan negarawan dan sebaliknya, negarawan bukanlah politikus, sehingga dimaknai bahwa Partai Politik tidak menghasilkan negarawan melainkan hanya politisi/politikus saja. Padahal fakta mensejarahnya terbukti di negara Indonesia sudah lahir Partai2 Politik dengan para Politisi/politikusnya yang sekaligus Negarawan, baik pada era perjuangan kemerdekaan maupun pada era perjuangan hadirkan Reformasi,” jelas HNW.
Pada kesempatan itu, HNW menyatakan bahwa banyak pihak mengutip pendapat Dr Yudi Latif yang pernah menyebut bahwa politisi (politikus) dan negarawan seolah dua entitas yang total berbeda. Karena antara lain, politisi hanya fokus mengejar jabatan dan kekuasaan, sedangkan negarawan lebih memikirkan dan memperjuangkan kemaslahatan umum/negara.
Selain itu,lanjutnya, kesadaran politisi hanya pada jabatan dan kekuasan, sementara kesadaran negarawan berorientasi pada nasib bangsa dan negara. Tujuan politisi biasanya hanya untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau partai, sementara tujuan negarawan adalah keadilan, kemajuan, kedaulatan, dan kesejahteraan bangsa dan negara.
Untuk metodenya, politisi meraih kekuasaan bisa dengan menghalalkan segala cara, sedangkan negarawan metodenya adalah berjuang dengan cara terhormat, mengutamakan integritas.
“Maka bagi politisi kemenangan itu adalah kekuasaan, sedangkan bagi negarawan, kemenangan itu adalah tugas dan amanah. Untuk motivasinya, kalau politisi sekedar mencari kekuasaan dari pemilu ke pemilu, sedangkan negarawan mencari kemashlahatan bagi bangsa dan negara yang bervisi jauh kedepan lintas generasi,” terangnya.
HNW mengkritisi pendapat tersebut. Menurut HNW, baik secara sejarah negarawan di Indonesia maupun legalitas Konstitusional yang berlaku di NKRI, Partai Politik juga bisa hadirkan politisi yang menjadi negarawanan.
“Hadirnya kepemimpinan negarawan melalui jalur partai politik sangat diharapkan dan itu dimungkinkan, dan malah sudah terjadi sebagaimana diteladankan oleh para Politisi yang negarawan pejuang dan pendiri Bangsa dan Negara Indonesia. Maka kita tidak perlu terjebak pada dikotomi seolah-olah kalau partai politik hanya menghasilkan politisi/politikus dan karenanya bukan negarawan, atau para tokoh agar bisa disebut sebagai negarawan harusnya keluar dari partai politik, atau tidak berasal dari Partai politik,”paparnya.
Tak hanya itu, HNW menambahkan sejarah partai politik khususnya di Indonesia menunjukkan banyak politisi yang juga negarawan. Bahkan, para politisi muslim dari partai politik Islam sejak awal juga menjadi negarawan, seperti HOS Tjokroaminoto, Mr Kasman Singodimedjo, Mr Syafruddin Prawira Negara, Mohammad Natsir dll. Bahkan dua Proklamator Kemerdekaan Indonesia yaitu Bung Karno dan Bung Hatta, adalah politisi yang juga negarawan. Banyak dari Panitia 9 dan PPKI adalah tokoh2 yang berasal dari Partai Politik/politisi, mereka ternyata bisa sepakati Piagam Jakarta/Pembukaan UUD 45, mereka bisa hadirkan mufakat terkait dasar/ideologi negara Pancasila dan tujuan Indonesia Merdeka, mereka adalah Politisi dari Partai Politik yang terbukti bisa menjadi negarawan.
“Bung Hatta dan empat tokoh umat Islam yaitu Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Moh Hasan menunjukkan kenegarawanan ketika menyikapi dan menyetujui keberatan sebagian tokoh Indonesia Timur terhadap tujuh kata dalam Piagam Jakarta,” ungkap HNW.
“Empat tokoh umat Islam yang menjadi politisi memberikan keteladanan tentang negarawan. Demi kemaslahatan kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia, mereka dapat menyepakati tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang dipermasalahkan itu, diganti menjadi Ketuhanan yang Maha Esa,” ujarnya.
Ia mencontohkan, politisi muslim lainnya adalah Syafruddin Prawiranegara dan Mohammad Natsir. Syafruddin Prawiranegara melaksanakan amanah Presiden Soekarno menyelamatkan Indonesia merdeka dengan memproklamasikan PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) di Bukittinggi, dan menjadi Presiden/Ketuanya saat Presiden dan Wapres RI ditahan oleh Belanda. Tapi setelah Bung Karno dibebaskan dari tahanan Belanda, Mr Syaf tanpa ragu mengembalikan mandat itu kepada Bung Karno. Kenegarawanan Moh Natsir, sebagai Ketua Fraksi Partai Islam Masyumi di DPR RIS, juga sangat menonjol ketika melalui pidato Mosi Integral di Rapat Paripurna DPR RIS (3 Apriil 1950) mengembalikan Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tidak membiarkan Indonesia tetap menjadi RIS apalagi negara Komunis atau DI/TII, tiga jenis ideologi bernegara yang hangat pada waktu itu. Dan sikap M Natsir sekalipun itu dari Partai Islam Masyumi, ternyata didukung oleh Bung Karno dari PNI maupun politisi2 dari Partai yang lain seperti PSI, Partai Katolik, Partai Kristen dll. Mereka2 adalah politisi yang sekaligus negarawan.
“Perjuangan hadirkan Reformasi dan wujudkan tuntutan Reformask antara lain amandemen thd UUD 45, sejatinya juga hadirkan kembali Politisi dari Partai Politik yang Negarawan. Maka Partai politik sebenarnya dari dulu sampai sekarang, sesungguhnya sudah diwarisi kenegarawanan dari para Politis. Kenegarawanan ternyata bisa hadir melalui jalur politik termasuk partai politik Islam, termasuk PKS, bila melanjutkan peran hadirkan kepemimpinan yang negarawan bukan sekedar politisi, maka itu memang sudah tugas dan fungsi dasarnya, itu fitrahnya partai Islam,” tegas HNW.
“Kita mewarisi tradisi berpolitik yang negarawanan. Menjadi negarawanan dari partai politik itu bisa,dimungkinkan dan diharapkan. Partai politik perlu melanjutkan kembali peran melahirkan negarawan, mempersiapkan negarawan, memilih negarawan sebagai calon Presiden/Wapres para Wakil Rakyat di Parlemen, dan mempersiapkan kader-kadernya untuk dididik menjadi negarawan. Agar kepercayaan Rakyat terhadap Partai Politik dan Demokrasi dapst terus dijaga/ditingkatkan, agar Indonesia yang Emas pada 2045, saat Bangsa dan Negara memperingati 100 tahun Indonesia Merdeka, benar2 dapat dipersiapkan dan dapat diwujudkan,” pungkasnya.