Arah Baru Indonesia: Visi Anis Matta

 Arah Baru Indonesia: Visi Anis Matta

Oleh: Musni Umar, Sosiolog, Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta

Pada Sabtu, 03 Maret 2018 saya menghadiri resepsi pernikahan keluarga isteri di Kalideres Jakarta Barat.  Untuk memudahkan, kami memesan (order) kendaraan GoCar pergi dan pulang.

Saat pulang, pengemudi GoCar memberitahu kita masuk bandara Soekarno Hatta Cingkareng untuk menghindari macet, dan nanti memutar menuju Jakarta melintasi Grogol terus ke Semanggi dan Blok M, Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan.

Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, di jalanan dekat bandara Soekarno Hatta saya melihat berbagai macam  billboard termasuk billboard Anis Matta dengan tulisan Arah Baru Indonesia.

Saya segera teringat Sabtu, 03 Februari 2018, saat  saya hadir di Hotel Royal Kuning Jakarta dalam rangka Pembukaan Rapat Kerja Nasional l Keluarga Alumni KAMMI yang diawali pidato kebangsaan  Muhammad Anis Matta, mantan Presiden PKS yang diberi tajuk “Arah Baru Indonesia”.

Pidato Anis Matta itu sangat menarik karena disampaikan tanpa membaca teks, dikemukakan dengan runut, berisi, padat dan mengandung perspektif baru dalam melihat Indonesia di masa depan,  apalagi dikaitkan dengan sejarah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis dalam Alqur’an,  sehingga seluruh peserta Rakernas Kammi dan hadirin yang memenuhi ruangan  Ballroom Hotel Royal Kuningan Jakarta memberi apresiasi, tepuk tangan diselingi takbir “Allahu Akbar”.

Anis Matta memulai dengan mengemukakan tiga gelombang yang dilalui bangsa Indonesia. Pertama, gelombang yang mempersatukan Indonesia dan menjadi Indonesia. Era ini dimulai sejak 1928-1945.

Kedua, gelombang membangun bangsa dan institusi.  Pada gelombang kedua ini, ada era Orde Lama, yang pada mulanya memberi   peluang  demokrasi yang besar, tetapi out put gagal memberi kesejahteraan kepada rakyat.  Kemudian lahir Orde Baru sebagai antitesa dari Orde Lama.  Sukses membangun kesejahteraan kepada rakyat, tetapi gagal menghadirkan demokrasi.

Seterusnya  lahir Orde Reformasi sebagai sintesa dari Orde Lama dan Orde Baru.  Akan tetapi sudah 20 tahun Orde Reformasi belum berhasil mewujudkan demokrasi dan kesejahteraan secara serentak.

Pada gelombang kedua ini, dirasakan terjadi kontradiksi antara potensi besar yang dimiliki  Indonesia dengan realitas yang dicapai bangsa Indonesia. Langit terlalu tinggi, kita terbang terlalu rendah,  kata Anis Matta, calon Presiden RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Ketiga, gelombang open sky yang berisi penolakan liberalisasi dalam segala bidang dengan menghadirkan nasionalisme.  Pada gelombang ketiga ini seluruh dunia menyaksilan dan merasakan bahwa demokrasi sebagai produk dari kapitalisme dan liberalisme telah gagal mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.   Di Eropa dan Amerika Serikat, rakyat memilih pemimpin baru yang membawa isu nasionalisme.

Pemenang pemilu di Eropa dan Amerika Serikat menggunakan isu  nasionalisme sebagai alat melawan para pemodal yang menguasai ekonomi negara mereka.

Akan tetapi isu nasionalisme tidak akan menyelesaikan persoalan besar yang dihadapi bangsa-bangsa di dunia sehingga kita akan terus berada dalam krisis.  Akan terjadi ketidakpastian dan krisis yang panjang.  Penyebabnya karena terjadi krisis idiologi dan krisis kepemimpinan.  Dalam keadaan krisis dan ketidakpastian timbul radikalisme. Itulah yang sedang dialami dunia yang disebut Anis Matta sebagai global chaos. Jika tidak ada jawaban maka akan terjadi revolusi sosial di mana-mana, tegas Anis Matta.

Indonesia ke Depan

Anis Matta menjelaskan bahwa 3 gelombang yang dilalui bangsa Indonesia selalu dipengaruhi oleh faktor global. Tidak ada perubahan di Indonesia yang tidak dipengaruhi oleh faktor luar.  Gerakan 30 September 1965 misalnya dipengaruhi oleh faktor global dari situasi perang dingin. Begitu juga krisis moneter tahun 1997 tidak lepas dari pengaruh  luar.

Oleh karena itu, kalau bangsa Indonesia mau melakukan lompatan jauh ke depan, harus melihat ke kiri dan ke kanan.

Hanya sekarang ini tidak ada lagi   kekuatan global yang tunggal. Telah lahir kekuatan baru di dunia yaitu Rusia,  China dan Eropa selain  Amerika Serikat.

Pertanyaannya, ke mana arah baru Indonesia? Menurut Anis Matta, untuk melakukan lompatan jauh ke depan Indonesia harus melakukan tiga hal.  Pertama, melakukan konsolidasi ideologi. Islam dan negara tidak boleh lagi dipertentangkan. Konflik demokrasi disudahi.

Kedua, kekuatan utama bangsa Indonesia harus dibangun yaitu ilmu pengetahuan, kekuatan militer, size ekonomi diperbesar,  bangun kesejahteraan dan keadilan.

Ketiga, Indonesia harus membangun strategic partnership global dan menjadi pioneer bukan follower. Harus menjadi global player dengan menggunakan pijakan ASEAN dan Dunia Islam.

Itulah pandangan sepintas Anis Matta sebagai calon Presiden RI dari PKS  yang dirangkum dari pidato kebangsaannya.  Saya amat berharap para calon Presiden dan Wakil Presiden RI menyampaikan pandangannya dihadapan publik supaya rakyat Indonesia tidak salah pilih pemimpin dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI tahun 2019.

Allahu a’lam bisshawab

Facebook Comments Box