Berikut Masalah-masalah Penyelenggaraan Haji 2025 dari Timwas DPR RI

MADINAH – Seperti sebelum-sebelumnya ada saja persoalan haji yang diselelimuti oleh jemaah haji asal Indoensia. Hal itu atas temuan Tim Pengawas (Timwas) DPR RI saat menggelar rapat evaluasi bersama Kementerian Agama, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), serta sejumlah instansi terkait lainnya dalam rangka evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji 2025 digelar di Alqimma Hall, Makkah, Arab Saudi, Senin, 2 Juni 2025.
Ketua Timwas Haji DPR sekaligus Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti berbagai persoalan mendasar yang masih dihadapi oleh jemaah haji Indonesia. Evaluasi difokuskan pada beberapa aspek penting, seperti layanan pemondokan; keterlambatan distribusi kartu nusuk; kesiapan Armuzna; serta standar layanan konsumsi, transportasi, dan kesehatan.
“Ibadah haji adalah proses ritual yang sangat kompleks, memerlukan persiapan matang, kerja keras, dan koordinasi lintas lembaga. Karena itu, kami melihat perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sejumlah persoalan yang masih dihadapi jemaah,” kata Cucun dalam keterangannya pada Senin, seperti dikutip dari Antara.
Cucun juga menemukan tenda jemaah haji Indonesia di Mina overkapasitas atau kelebihan daya tampung. Pihaknya segera menangani persoalan tersebut. Dia menemukan hal itu saat Timwas Haji DPR menginspeksi lokasi pemondokan jemaah di Arafah, Makkah, Ahad, 1 Juni 2025.
Dia mengatakan Timwas Haji DPR akan secepatnya mencari jalan keluar permanen atas temuan tersebut. “Akan kami evaluasi bersama panitia haji. Harus dicari jalan keluar, salah satunya penyediaan tenda cadangan agar jemaah tidak harus tidur di luar tenda atau berdesakan di dalam,” kata Cucun.
Menurut dia, penumpukan jemaah dalam satu tenda dapat membahayakan kenyamanan dan kesehatan, bahkan berisiko mengganggu kekhusyukan ibadah. Dalam satu tenda, tercatat terdapat hingga 300 orang, padahal kapasitas idealnya hanya 200 orang. “Tidak ada jarak antara tempat tidur satu dengan lainnya. Ini tidak manusiawi,” ujarnya.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengungkapkan ada kekurangan terhadap kualitas layanan pemondokan jemaah. Meski tahun ini melibatkan delapan syarikah dalam penyediaan layanan, kata dia, nyatanya masih banyak jemaah yang tidak mendapatkan pemondokan secara layak.
“Ada jemaah yang terpaksa tidur di musala karena tidak mendapat tempat tinggal. Tak hanya itu, banyak juga jemaah yang terpisah dari pasangannya, bahkan jemaah lansia dan disabilitas terpisah dari pendampingnya. Hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi, terutama saat fase puncak haji di Armuzna,” ujarnya.
Dia menambahkan, temuan tersebut harus segera ditangani atau kondisi serupa akan terus terulang di musim haji mendatang. Karena itu, pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh bersama Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dan pihak-pihak terkait lainnya, termasuk meminta penyedia layanan untuk menyediakan tenda cadangan sebagai solusi darurat.
Timwas Haji DPR juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai kapasitas maktab di Armuzna yang mereka nilai tidak memadai. Menurut Cucun, luas tempat tidur hanya 50 cm per anggota jemaah, jauh di bawah standar minimal 60 cm.
“Syarikah MCDC bahkan memaksakan hingga 280 kasur di maktab besar dan 181 kasur di maktab kecil. Ini jelas tidak manusiawi dan berisiko besar pada keselamatan dan kenyamanan jemaah,” ujarnya.
Dalam peninjauan lapangan, Timwas Haji DPR juga menemukan layanan konsumsi belum sesuai dengan standar yang ditetapkan. Menu makanan dan gramasi tidak sesuai yang diumumkan. Layanan transportasi dan kesehatan, terutama bagi jemaah lansia, juga belum memenuhi standar pelayanan minimum.
Temuan lain yang mencuat dalam rapat adalah keterlambatan penerbitan dan pendistribusian kartu nusuk, yang menjadi syarat masuk ke Masjidil Haram. Akibatnya, banyak anggota jemaah kehilangan kesempatan beribadah di masjid suci tersebut.
“Salat di Masjidil Haram memiliki keutamaan luar biasa, sayangnya banyak jemaah kita kehilangan kesempatan itu karena belum menerima kartu nusuk. Ini harus jadi perhatian serius,” tuturnya.
Dia menuturkan ini harus menjadi bahan evaluasi dan pembenahan ke depan. “Tidak boleh ada lagi kompromi terhadap pelayanan jemaah, apalagi bagi mereka yang lansia atau memiliki keterbatasan fisik,” kata Cucun.
Cucun menegaskan keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji adalah tugas nasional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Karena itu, sinergi antarkementerian dan lembaga harus terus diperkuat.
“Tugas pengawasan terhadap penyelenggaraan haji bukan hanya ada di Komisi VIII, tetapi juga melibatkan Komisi III, V, VI, IX, XI, XII, dan XIII. Ini menunjukkan bahwa haji adalah kepentingan nasional yang harus kita jaga bersama,” tuturnya.
Dia berharap rapat evaluasi ini dapat menjadi titik tolak perbaikan mendasar dalam pelayanan haji pada masa yang akan datang, demi memastikan jemaah haji Indonesia dapat menunaikan ibadah dengan aman, nyaman, dan khusyuk.