Indonesia, Geopolitik-Ekonomi dan Problem Korupsi Permanen

Anas Urbaningrum mengenakan rompi tahanan berwarna oranye saat keluar dari Gedung KPK, Jumat (10/1/2014) malam. Anas ditahan sebagai tersangka dugaan gratifikasi dalam proyek Hambalang dan atau proyek-proyek lainnya. KOMPAS.COM/ KRISTIANTO PURNOMO
Ketika Orde Baru berkonsolidasi pada 1971, isu Tarumateks milik Liem Soei Liong mendapatkan order besar dari Orde Baru, Bank Ramayana dan fenomena percukongan diangkat oleh Jusuf Wibisono di majalah Kiblat, no.20 th.1971 hlm 5. Jusuf Wibisono merupakan veteran politisi Masyumi terkemuka. Saat itu, Mayjend Suryo, aspri Presiden Soeharto, tampak mengawal betul eksistensi pengusaha-pengusaha di bawah proteksi kekuasaan saat itu. Proteksi, lisensi, fasilitasi dan perlakuan khusus lainnya yang diberikan oleh penguasa pada grup-grup bisnis tertentu merupakan fondasi bagi struktur korupsi di Indonesia. Gejala ini hanya diteruskan dari kelaziman VOC, Belanda dan kekuasaan setelah Indonesia merdeka. Jadi jika kita membaca fenomena korupsi saat ini, baik yang kini terbuka pada kasus tambang nikel di Raja Ampat berupa korupsi pengrusakan lingkungan, dapat diperkirakan bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi di lokasi tersebut, seperti PT. Gag, musti memiliki hubungan khusus dengan jaringan kekuasaan dalam rangka jaminan proteksi dan kemudahan-kemudahan lainnya.
Sebenarnya, jika kita cermati, bahwa kondisi korupsi di Indonesia yang sudah lama nyaris mengakar dan terstruktur sejak Orde Baru bahkan sejak Orde Lama, kita harus melihatnya dari perspektif yang lebih luas dan berdimensi geopolitik-ekonomi.
Indonesia secara geopolitik-ekonomi dibentuk dan ditentukan boleh Amerika Serikat di masa lalu setelah kemenangan Ametika membendung ekspansi komunisme di Asia Tenggara.
Indonesia, ditempatkan sebagai sumber bahan baku, logistik dan pasar yang menguntungkan, namun dijaga sedemikian rupa agar tetap lemah dan tergantung. Sementara Singapura ditempatkan sebagai pusat akomodasi, pasokan (supply chain) guna dialirkan ke seluruh dunia. Keberadaan Singapura bergantung pada status Indonesia sebagai pusat bahan baku dan pasar dengan kondisi struktur sosial ekonominya yang diupayakan senantiasa timpang guna mengamankan keberadaan elit-elit ekonomi dan politik untuk berkuasa secara permanen sekaligus menguntungkan bagi struktur kapitalisme global.
Dengan demikian, fenomena korupsi di Indonesia, memang dikehendaki oleh jaringan kapitalisme global sekaligus dikehendaki oleh elit-elit lokal yang berkuasa. Struktur korupsi mungkin akan berguncang dan roboh jika pergeseran geopolitik-ekonomi internasional terjadi. Sebab keadaan korupsi memang dimaksudkan untuk modus operandi kekuasaan segelintir elit di Indonesia yang diatur oleh jaringan kapitalisme global.
Sekarang setelah China muncul menantang pengaruh Amerika, persaingan untuk memperebutkan jaringan ekonomi dan politik di Indonesia akan berlangsung ketat di tengah kebutaan masyarakat atas fenomena ini.
Mungkin fenomena korupsi lingkungan oleh pertambangan di Raja Ampat merupakan persaingan yang samar-samar antara China dan Amerika dalam menguasai sumber-sumber bahan baku di Indonesia. Kesimpulannya, status Indonesia masih tetap sebagai negara pemasok bahan baku untuk dunia dan sekaligus pasar, dengan demikian korupsi masih tetap akan merajalela. Hanya nama orang dan tampangnya saja yang berubah. Selamat berkorupsi ria sampai negara Indonesia tutup buku.
~ Bhre Wira