Irman Gusman Desak Pemerintah Bongkar Akar Mafia Tanah: Kasus Jusuf Kalla Harus Jadi Momentum Reformasi Total
JAKARTA Senator Irman Gusman mendesak pemerintah membongkar akar mafia tanah setelah mencuatnya kasus dugaan penyerobotan lahan milik mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) di kawasan Metro Tanjung Bunga, Makassar. Ia menilai kasus tersebut menjadi momentum penting untuk mereformasi total sistem pertanahan nasional.
“Kasus yang menimpa Pak JK ini bukan perkara kecil, tapi sinyal bahaya atas lemahnya tata kelola pertanahan di Kementerian ATR/BPN. Negara tidak boleh tunduk pada mafia tanah,” tegas Irman dalam keterangan tertulisnya, Jumat (7/11/2025).
Mantan Ketua DPD RI itu menilai praktik mafia tanah telah menjadi penyakit kronis yang melibatkan oknum pejabat, aparat, dan korporasi besar.
“Selama sistem pertanahan tidak dibenahi, selama celah hukum dibiarkan, mafia tanah akan terus hidup,” ujarnya.
Irman menegaskan, kasus yang menimpa Jusuf Kalla harus menjadi alarm bagi pemerintah untuk membongkar jaringan mafia tanah dari hulu ke hilir. Ia meminta aparat kepolisian dan Kementerian ATR/BPN menuntaskan kasus tersebut tanpa tebang pilih.
“Jika penegakan hukumnya setengah hati, publik akan menilai negara kalah oleh mafia tanah. Ini soal keadilan dan martabat hukum, bukan sekadar sengketa sertifikat,” ujarnya.
Menurutnya, praktik mafia tanah tumbuh subur karena adanya kolusi antara pejabat, aparat, dan korporasi yang memanfaatkan kelemahan sistem. Karena itu, ia mendesak pemerintah melakukan reformasi total pertanahan melalui digitalisasi data, keterbukaan kepemilikan, serta sistem pengawasan lintas lembaga yang transparan.
“Meskipun kini BPN telah beralih ke sistem sertifikat digital, kasus seperti ini menunjukkan bahwa digitalisasi belum otomatis menutup celah manipulasi. Integritas data, validasi kepemilikan, dan pengawasan lintas instansi tetap harus diperkuat agar mafia tanah tidak memanfaatkan sistem dari balik layar,” lanjut mantan Ketua DPD RI itu.
Irman juga menyoroti bahwa kasus serupa telah menimpa sejumlah tokoh mulai dari mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal hingga ibunda artis Nirina Zubir. “Kini korbannya mantan wakil presiden dua periode. Ini bukti betapa rapuhnya perlindungan hukum atas hak kepemilikan tanah di negeri ini,” katanya.
Ia menekankan, pemberantasan mafia tanah tidak bisa dilakukan oleh satu lembaga saja, melainkan harus melibatkan semua pihak — dari RT/RW, notaris dan PPAT, BPN, aparat penegak hukum, hingga lembaga peradilan.
“Semua harus berada dalam sistem yang bersih dan terintegrasi. Negara tidak boleh tunduk pada kepentingan bisnis,” tegasnya.
Irman menutup dengan menyerukan political will yang kuat dari pemerintah untuk menindak siapa pun yang terlibat, termasuk korporasi besar.
“Kalau negara kalah, yang dirampas bukan hanya tanah rakyat, tapi juga martabat hukum kita,” pungkasnya.
Sebelumnya, Jusuf Kalla meninjau langsung lahan seluas 16,5 hektare miliknya di kawasan GMTD, Makassar, Rabu (5/11/2025). Ia menemukan lahannya diklaim oleh seseorang bernama Manjung Ballang yang disebut berprofesi sebagai penjual ikan. “Masa penjual ikan punya tanah seluas ini,” ujar JK dengan nada heran.
JK menjelaskan bahwa tanah tersebut dibelinya sejak lama dari anak Raja Gowa, jauh sebelum wilayah itu masuk administrasi Kota Makassar. Sementara itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid memastikan PT Hadji Kalla — perusahaan milik JK — memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang sah atas lahan bersengketa tersebut. (Tri)