KADIN Indonesia Bentuk Satgas soal Putusan MK, Perlunya UU Ketenagakerjaan Baru

 KADIN Indonesia Bentuk Satgas soal Putusan MK, Perlunya UU Ketenagakerjaan Baru

JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Politik dan Keamanan KADIN Indonesia Bambang Soesatyo menuturkan KADIN Indonesia akan bentuk satuan tugas (satgas) untuk menjawab putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang diajukan oleh Partai Buruh. Dimana dalam salah satu putusan perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 tersebut, MK meminta pembentuk Undang-undang (UU) untuk mengeluarkan aturan ketenagakerjaan dari UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Selanjutnya, pemerintah dan DPR diminta membentuk UU Ketenagakerjaan yang baru.

“Integrasi aturan ketenagakerjaan dalam satu kerangka dengan berbagai kebijakan lain pada UU Cipta Kerja dapat memunculkan kekaburan norma. Sebagai contoh, ketentuan yang berkaitan dengan upah, pengaturan jam kerja, dan perlindungan terhadap pekerja memiliki nuansa dan kebutuhan yang khusus. Jika aspek-aspek ini dikelola dalam satu regulasi yang luas, maka risiko terjadinya perhimpitan norma serta kontradiksi menjadi sangat besar dan pada gilirannya dapat merugikan pekerja,” ujar usai menghadiri rapat KADIN Indonesia yang dipimpin Ketum KADIN Indonesia Anindya Bakrie di Jakarta, Selasa (5/11/23).

Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, salah satu alasan utama dibalik putusan MK adalah kesulitan masyarakat awam dan pekerja untuk memahami norma-norma baru yang diperkenalkan dalam UU Cipta Kerja. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa jika masalah tersebut tidak ditangani dengan serius, maka tata kelola dan hukum ketenagakerjaan di Indonesia akan terjebak dalam ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan. Pemisahan ini bertujuan untuk menjamin kejelasan dan kepastian hukum yang fundamental dalam dunia ketenagakerjaan dan merupakan hak dasar bagi setiap pekerja.

“Pemisahan aturan ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja juga penting untuk mempertahankan prinsip perlindungan pekerja yang merupakan salah satu pilar dalam hukum ketenagakerjaan. Dengan adanya UU Ketenagakerjaan yang terpisah, harapannya adalah norma-norma yang ada dapat lebih mudah diakses dan dipahami oleh semua pihak yang terlibat, baik itu pekerja, pengusaha, maupun masyarakat umum. Sehingga hak-hak pekerja dapat dilindungi dengan lebih baik,” kata Bamsoet.

Ketua Komisi III DPR RI ke-7 Bidang Hukum & Keamanan yang juga Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini mendorong pemerintah bersama DPR segera menindaklanjuti putusan MK dengan merumuskan rancangan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru dengan melibatkan berbagai stakeholder, termasuk perwakilan pekerja, pengusaha, dan masyarakat sipil. Pendekatan partisipatif ini akan menciptakan undang-undang yang lebih komprehensif, inklusif dan solutif, sehingga dapat menjawab kebutuhan semua pihak.

“Pembuatan UU Ketenagakerjaan yang baru dengan diikuti upaya edukasi serta pengawasan ketat, diharapkan dapat menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh pekerja di Indonesia. Hal ini bukan hanya merupakan tuntutan hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen negara untuk melindungi hak dasar setiap individu dalam bidang ketenagakerjaan,” pungkas Bamsoet. (dwi)

Facebook Comments Box