PN Jaksel Vonis Asma Dewi 5 Bulan, ACTA Masih Pertimbangkan Ajukan Banding

 PN Jaksel Vonis Asma Dewi 5 Bulan, ACTA Masih Pertimbangkan Ajukan Banding

Para kuasa hukum Asma Dewi ACTA usai vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (16/3/2016) kemarin.

JAKARTA – Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) menyampaikan puji syukur kehadhirat Allah SWT karena Asma Dewi tidak perlu lagi tidur dalam Rutan Pondok Bambu. Meski demikian, kuasa hukum dan Asma Dewi masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atas vonis putusan 5 bulan 15 hari tersebut.

Menurut  Wakil Ketua ACTA Akhmad Leksono, pada kasus itu mengalami proses panjang dalam persidangan Asma Dewi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah berjalan selama 130 (seratus tiga puluh) hari, sejak diajukannya dakwaan pada persidangan pertama tanggal 6 November 2017 s/d vonis putusan PN Jakarta Selatan pada Kamis, 15 Maret 2018 sekitar pukul 16.30 di ruang H.M. Ali Said Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Majelis Hakim PN Jakarta Selatan telah memutus perkara Asma Dewi dengan putusan bahwa Terdakwa terbukti menghina kekuasaan pemerintah saat ini. Sehingga divonis sebesar 5 bulan 15 hari dan membayar biaya perkara sebesar Rp 5000 rupiah,” kata Leksono seperti keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (16/3/2018) kemarin.

Leksono menyampaikan, Majelis Hakim dalam perkara Asma Dewi ini dipimpin oleh Yang Mulia Aris Bawono Langgeng, SH, MH, selaku Ketua Majelis Hakim, dengan Hakim Anggota R. Iim Nurohim, SH, MH., dan H. Kartim Haeruddin SH, MH.

Seperti yang sudah diketahui dalam persidangan, Asma Dewi didakwa dengan Dakwaan Alternatif sampai dengan 4 (empat) dakwaan. Dakwaan 1 (kesatu) dengan Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (2) UU ITE; Dakwaan 2 (kedua) dengan Pasal 16 jo. Pasal 4 huruf B angka 1 UU Penghapusan Ras & Etnis; Dakwaan 3 (ketiga) dengan Pasal 156 KUHP; dan Dakwaan 4 (keempat) Pasal 207 KUHP.

“Dalam proses persidangan yang berlangsung dengan ritme sangat menarik beradu argumentasi antara kedua belah pihak antara Jaksa dengan Kuasa Hukum Asma Dewi, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan 5 (lima) saksi dan 6 (enam) Ahli,” terang Leksono.

Sedangkan Kuasa Hukum Asma Dewi dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) juga menghadirkan beberapa Saksi & Ahli. Dua (2) Saksi Fakta dan enam (6) Saksi Ahli Meringankan Terdakwa berhasil dihadirkan oleh Kuasa Hukum Asma Dewi. Saksi Ahli Asma Dewi diantaranya: Ahli Bahasa dari UNJ Erfi Firmansyah, S.Pd, MA.; Ahli Komunikasi Politik Dr. Muhtar Effendi Harahap; Ahli ITE Alvin Yudhistira; Ahli Etnisme Dr. Dahrin Laode; Ahli Hukum Pidana Dr. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH., dan Ahli Economic Engineering, Dr. Sri Bintang Pamungkas.

Selain didengar keterangan Saksi dan Ahli, juga didengar pula keterangan Terdakwa sebagai bahan pertimbangan selama di persidangan, yang dinilai oleh Majelis Hakim telah bersikap kooperatif dan tidak pernah dihukum sebelumnya.

“Terhadap seluruh keterangan-keterangan Saksi dan Ahli pihak JPU maupun pihak Terdakwa disertai bukti-bukti yang diperlihatkan selama persidangan, Majelis Hakim menyatakan dari keempat dakwaan yang didakwakan kepada Asma Dewi, menurut pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam persidangan terhadap Dakwaan ke-1, ke-2, dan ke-3 Tidak Terbukti, sedangkan menurut Majelis Hakim yang ternyata terbukti dalam persidangan adalah Dakwaan Alternatif 4 (keempat) sesuai Pasal 207 KUHP yakni terkait caption Rezim koplak dan komen: Edun,” jelasnya.

Atas pertimbangan dalam putusan tersebut, lanjut Leksono, ACTA selaku Kuasa Hukum Asma Dewi sedang melakukan kajian dan analisis lebih lanjut. Apakah terdapat alasan obyektif dan alasan subyektif lain yang saling mendukung dan memperkuat atau malah saling berbenturan atau memperlemah.

Adapun advokat ACTA yang menghadiri sidang putusan tersebut antara lain, Nurhayati, SH, MH, MM., Akhmad Leksono, SH., Dahlan Pido, SH, MH., Fauziah S Cahyani, SH, MH., dan Ratri Maharani, SH.

“Yang menarik adalah, menurut pertimbangan Majelis Hakim, terdapat caption kalimat Rezim koplak yang ditulis Terdakwa dianggap sebagai penghinaan terhadap penguasa pemerintahan yang ada sekarang ini. Sedangkan komentar kata Edun dianggap sebagai makna lain dari Edan, yang hal ini dianggap menjadi tindakan penghinaan kepada penguasa,” ungkap Leksono.

“Namun dipertimbangan selanjutnya Majelis Hakim sepakat dengan keterangan Ahli Komunikasi Politik yang dihadirkan Terdakwa Dr. Muhtar Effendi Harahap, pada intinya bahwa didalam negara yang menganut prinsip demokrasi seperti Indonesia, kritik menjadi hal yang wajar dilakukan oleh Warga Negara terhadap penguasa pemerintah atau pejabat publik.”

Terhadap vonis putusan 5 bulan 15 hari oleh Majelis Hakim, ACTA selaku Kuasa Hukum memberikan catatan, antara lain:
1. Meskipun Asma Dewi & ACTA selaku Kuasa Hukum sedang dalam posisi masih berpikir-pikir terhadap putusan, namun ACTA mengapresiasi vonis putusan 5 bulan 15 hari terhadap Asma Dewi oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan dengan dipotong masa tahanan, dan tanpa perintah masuk dalam tahanan;
2. Fakta persidangan Asma Dewi telah menjalani masa penahanan sejak tanggal 8 September 2017 s/d 17 Maret 2018 atau selama 190 hari, sedangkan proses hukum yang dijalani Asma Dewi sejak sidang Dakwaan 6 November 2017 s/d Putusan tanggal 15 Maret 2018 telah berjalan selama 130 hari;
3. Semoga hak setiap Warga Negara untuk terus menyampaikan aspirasi, masukan & kritikan bagi pemerintah bangsa ini tetap mendapatkan ruang penghormatan sesuai prinsip kebebasan berdemokrasi dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang diatur dalam UU dan UUD NRI Tahun 1945 khususnya ketentuan Pasal Kebebasan berserikat dan berkumpul serta kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum sebagai kritik yang membangun.

 

Facebook Comments Box