Polemik Seputar Alun-alun Oku Timur

 Polemik Seputar Alun-alun Oku Timur

“Tepatkah penamaan ‘Alun-alun Sebiduk Sehaluan’ untuk alun-alun OKU Timur di Belitang?”

Alun-alun merupakan tanah lapang yang luas di muka keraton atau di muka tempat kediaman resmi bupati, dsb. (KBBI, Badan Bahasa). Penggunaan istilah alun-alun untuk taman/ tanah lapang di pusat kota/ kabupaten merupakan istilah yang lazim digunakan di seluruh pulau Jawa, termasuk Jawa Barat dan Banten, kecuali di Jakarta. Jakarta yang penduduk aslinya bukan dari etnik Jawa atau etnik Sunda melainkan etnik Melayu Betawi, tidak lazim menggunakan istilah alun-alun. Di Jakarta, lazim digunakan istilah Lapangan atau balai kota. Alun-alun Merdeka atau Lapangan Ikada atau Lapangan Monas, justru dikenal sebagai ‘Lapangan’ daripada alun-alun. Demikian juga di kota Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, dan Pulau Seribu, tidak dikenal adanya alun-alun, melainkan balai kota.

Alun-alun biasanya merupakan pusat kota. Pusat tempat kegiatan dan tempat bertemunya warga kota. Alun-alun biasanya dijadikan sebagai pusat keramaian, arena berbagai pertunjukan pagi, siang, maupun malam. Alun-alun sering dijadikan sebagai simbol prestisius suatu kota.

Lalu, bagaimana dengan penyematan istilah alun-alun untuk kota kabupaten baru di Sumatera Selatan, yaitu kabupaten OKU Timur? OKU Timur merupakan kabupaten baru yang merupakan pemekaran dari kabupaten induk, kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Kabupaten OKU Timur ibukotanya Martapura. Martapura merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak di OKU Timur, yaitu 28.297 jiwa. Berbeda sedikit dengan penduduk Belitang yang berjumlah 26.259 jiwa. Akan tetapi, jika Belitang digabungkan menjadi Belitang Raya (Belitang, Belitang Madang Raya, Belitang Jaya, Belitang II, Belitang III, dan Belitang Mulya) maka jumlah penduduknya adalah 110.167 jiwa. Jauh lebih banyak dibandingkan dengan kecamatan Martapura yang penduduknya hanya berjumlah 28.297 jiwa (BPS, 2021). Dengan demikian, Belitang Raya amat berpengaruh terhadap kemajuan OKU Timur di masa depan. Wajar kalau kemudian Belitang sebagai Kota Terpadu Mandiri yang sedang mengalami tumbuh-kembangmemiliki alun-alun kota sebagai ikon kebanggaan warga. Alun-alun tersebut diberi nama ‘Alun-alun OKU Timur’.

Hanya saja, dalam perkembangannya, istilah alun-alun dianggap tidak tepat untuk disematkan pada lapangan/ taman serba guna tempat pusat aktivitas dan pusat kota Belitang sebagai Kota Terpadu Mandiri. Hal tersebut dikarenakan Belitang tidak berada di Pulau Jawa yang penduduknya berbahasa dan berbudaya Jawa atau Sunda. Sebagaimana Jakarta yang penduduk aslinya berbahasa dan berbudaya Melayu Betawi, sudah sewajarnya penggunaan istilah/ penamaaan alun-alun OKU Timur diangkat dari bahasa dan budaya yang ada di OKU Timur, misalnya bahasa dan Budaya Komering.

Nah, kalau merujuk ke bahasa dan budaya Komering, bisa saja Alun-alun OKU Timur diganti namanya menjadi ‘Lapangan Borak’ (lapangan/ padang rumput yang luas). Bisa juga menggunakan penamaan yang lama sebelum menjadi ‘Alun-alun OKU Timur’, yaitu diberi nama ‘Lapangan Marga’ yang dulunya merupakan pusat perkantoran Marga Belitang zaman dulu.

Walaupun begitu, kalau nama ‘Lapangan Borak’ atau ‘Lapangan Marga’ dianggap tidak relevan/ tidak prestisius untuk ikon Kota Baru Mandiri Belitang, maka penggunaan nama ‘Alun-alun OKU Timur’ juga layak dan sesuai. Toh, istilah alun-alun merupakan kosa kata positif dalam bahasa Jawa yang etniknya termasuk amat banyak di OKU Timur. Bahasa dan Budaya Jawa juga berkembang secara de facto yang bersinergi positif dengan bahasa dan budaya setempat. Mengingat OKU Timur, khususnya di Belitang Raya merupakan wilayah penempatan transmigrasi sejak zaman Hindia Belanda (sebelum Indonesia merdeka) yang dilanjutkan pada zaman Orla dan Orba.

Hal yang terpenting adalah pemberian nama ‘Alun-alun OKU Timur’ berterima di masyarakat Belitang Raya. Prosedur pengusulan namanya pun tentunya sesuai dengan alur demokrasi yang konstitusional. Diusulkan oleh Pemda setempat, lalu disetujui rakyat Belitang Raya yang diwakili oleh DPRD OKU Timur. Semoga Oku Timur, khususnya Belitang Raya semakin maju dan sukses sebagai Kota Terpadu Mandiri, dengan selogannya ‘Sebiduk Sehaluan’.

Jakarta, 18 Agustus 2024.

Oleh: Erfi Firmansyah, Pengamat Bahasa dan Budaya UNJ

Facebook Comments Box