Ribuan Warga Kepung Kejati Riau, KOMMARI Tuntut Transparansi Penetapan Kawasan Hutan
RIAU – Ribuan masyarakat yang terdampak penerbitan kawasan hutan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Kamis (20/11/2025).
Aksi yang dilakukan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI) tersebut menyampaikan lima tuntutan utama kepada Kejati Riau.
Sekretaris Jenderal KOMMARI, Abdul Aziz, menegaskan bahwa tuntutan tersebut merupakan akumulasi persoalan yang dianggap telah mencederai rasa keadilan dan mengabaikan hak-hak masyarakat, terutama terkait penertiban kawasan hutan dan pengelolaan lahan sitaan.
Tuntutan pertama, KOMMARI mendesak Satgas PKH menunjukkan bukti pengukuhan kawasan hutan di Riau.
Mereka meminta Satgas PKH membuka seluruh dokumen proses pengukuhan kawasan hutan Provinsi Riau, mulai dari SK 173 Tahun 1986 hingga SK 903 Tahun 2016, yang mencakup seluruh status kawasan, baik lindung/konservasi maupun hutan produksi.
“Selama bukti pengukuhan tidak dibuka secara transparan, tindakan Satgas PKH akan terus dianggap cacat prosedur dan merugikan masyarakat,” tegas Abdul Aziz.
Kedua, massa menuntut penghentian seluruh aktivitas Satgas PKH dan PT Agrinas Palma Nusantara jika bukti legal pengukuhan kawasan hutan tidak dapat ditunjukkan.
Menurut KOMMARI, tanpa kejelasan dokumen tersebut, seluruh kegiatan Satgas PKH dan Agrinas beserta kerja sama operasionalnya (KSO) harus dihentikan.
Ketiga, KOMMARI menuntut transparansi Agrinas terkait luas lahan sitaan dan pendapatannya. Mereka meminta PT Agrinas Palma Nusantara membuka informasi publik mengenai total lahan sitaan yang dikuasai, lahan yang dikerjasamakan (KSO) dengan pihak ketiga, serta total pendapatan dari seluruh kebun sitaan tersebut.
Keempat, massa meminta Pemerintah Pusat menjalankan Putusan MK 35/2012 mengenai tanah ulayat.
Abdul Aziz menegaskan bahwa pemerintah harus segera menata batas tanah ulayat masyarakat adat di Riau secara transparan serta melibatkan komunitas adat.
“Tanah ulayat tidak boleh diperlakukan sebagai kawasan hutan negara begitu saja. Putusan MK 35 itu final dan mengikat,” ujarnya.
Kelima, KOMMARI menuntut pemerintah menarik aparat bersenjata dari konflik lahan masyarakat. Mereka meminta Pemerintah Pusat menghentikan pelibatan aparat bersenjata dalam setiap persoalan lahan yang bersinggungan dengan masyarakat sipil.
Aksi tersebut juga diwarnai orasi Ketua KOMMARI Taufik Tambusai, tokoh adat Datuk Tarlaili, dan tokoh masyarakat Riau Fauzi Kadir. Mereka mengingatkan pentingnya melibatkan masyarakat tempatan serta tokoh adat sebagai mitra dalam Satgas PKH untuk meredam keresahan masyarakat adat dan lokal di Riau.
Aksi damai ini berjalan tertib, turut dibantu kepemimpinan dua tokoh muda, M. Rafi dan Gopinda, yang bertindak sebagai koordinator umum dan koordinator lapangan.
“Ini suara rakyat Riau. Kami ingin hukum ditegakkan, bukan dijadikan alat menekan warga,” pungkas Aziz.
Pada pukul 11.10 WIB, utusan KOMMARI yang terdiri dari belasan tokoh dan perwakilan simpul memasuki Gedung Kejati Riau untuk melakukan negosiasi dan diskusi dengan Forkopimda serta Satgas PKH.
Diskusi berlangsung alot selama kurang lebih dua jam sebelum akhirnya disepakati bahwa pertemuan lanjutan akan digelar pada Desember 2025 setelah tim melaporkan hasilnya ke pusat di Jakarta.[]