Safaruddin: Reformasi Sistemik Peradilan dan Mepolisian Harus Dimulai dari Pembenahan Kultur
JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Safaruddin menilai reformasi sistemik di sektor peradilan dan kepolisian harus dimulai dari pembenahan kultur. Menurut Safaruddin, membenahi penegak hukum tak cukup hanya di tingkat struktur dan instrumen kelembagaan semata.
Safaruddin menjelaskan, sejumlah persoalan, mulai dari karier hakim, independensi Kapolri, hingga praktik transaksional dalam layanan kepolisian, tidak akan selesai tanpa perubahan budaya hukum yang konsisten.
“Tadi disampaikan masalah (bahwa) hakim tidak relevan lagi (menjadi) ASN. Memang berarti itu kan ada kaitannya dengan pembinaan karier hakim, ada kaitannya juga dengan penggajian. Kalau ASN itu kan mulai golongan bawah, naik-naik ke atas. Ketika berganti, berubah, golongannya, gajinya juga akan berubah. Seperti apa sistem yang kira-kira kalau memang kita akan merevisi nanti undang-undang itu,” kata Safaruddin kepada wartawan, Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Lebih lanjut, Safaruddin menyoroti persoalan perilaku sebagian hakim yang terseret kasus korupsi dan pelanggaran etik. Menurutnya, banyak penyimpangan terjadi bukan hanya karena celah regulasi, tetapi akibat lemahnya kultur integritas di lembaga peradilan.
“(Tadi) yang banyak disampaikan (adalah) masalah struktural. Tapi (belum dibahas) bagaimana perilaku-perilaku hakim yang selama ini kita dengar, ada penyimpangan-penyimpangan, juga ada yang ditangkap KPK,” papar Safaruddin.
Tak hanya itu, ia juga menambahkan bahwa perilaku hakim yang menyimpang seperti ini telah menjadi kultur dan perlu dilakukan pembenahan secara serius.
Ia juga membahas soal kepolisian, di mana ada tradisi mantan ajudan Presiden yang berpeluang menjadi Kapolri. Ia menilai kedekatan emosional dapat mempengaruhi independensi institusi.
Soal maraknya penyimpangan di tingkat pelayanan dasar seperti Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) hingga proses lidik dan sidik, Safaruddin menegaskan bahwa persoalan tersebut merupakan masalah kultur yang tidak pernah selesai. Ia menilai reformasi Polri selama ini berjalan maju-mundur karena bergantung pada sikap pimpinan.
“Ketika (pemimpinnya) itu agak tegas, betul-betul memperhatikan pembenahan kultur, (sistemnya) jadi bagus. Setelah ganti lagi pimpinan, berubah lagi, Pak. Ini mungkin perlu mohon pencerahan,” tegas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
