Upah Murah, Ekonomi klasik vs TKA dan Keynesian

 Upah Murah, Ekonomi klasik vs TKA dan Keynesian

TKA asal Cina seperti diwartakan Tempo

Oleh: Helmi Adam*

Darmin Nasution sebagai mentri koordinator ekonomi mengatakan, kalau pasar sedang bergejolak itu akan selalu ada waktunya untuk Rebound. Mungkin tidak kembali ke level Rp 13.400-13.500 per dolar AS. Akan ada keseimbangan baru tapi tidak akan bergerak terlalu tinggi.

Hal itu disampaikan usai menghadiri sebuah diskusi di Hotel Four Season Jakarta, Selasa, 24 April 2018 lalu.

Kita sering mengatakan pemerintah menganut ekonomi Neolib, tapi kalau berdasarkan ucapan pak mentri kita bisa paham bahwa ini bukan neolib tapi liberal. Karena pendapatnya sesuai dengan teori ekonomi klasik bahwa
perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan. Berbeda dengan kaum neolib yg disebut juga Keynesian.

Penganut Keynesian percaya bahwa perekonomian tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepasar, tapi ada masanya pemerintah harus turun tangan untuk mengendalikan perekonomian. Lalu bagaimana dengan pasar Tenaga kerja ?

Penganut ekonomi klasik percaya oleh keseimbangan tenaga kerja dengan upah
murah. Kaum klasik yang percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan (equilibrium).

Dalam posisi keseimbangan, kegiatan produksi secara otomatis akan menciptakan daya beli untuk membeli barang barang yang dihasilkan. Hal ini produksi sektor rill bergerak positif sehingga menghasilkan daya beli yang diperoleh sebagai balas jasa atas faktor faktor produksi seperti upah, gaji, suku bunga, sewa, dan balas jasa dari faktor produksi lainnya. Penghasilan atas faktor-faktor produksi tersebut akan dibelanjakan untuk membeli barang barang yang dihasilkan perusahaan. Jadi penawaran akan selalu berhasil
menciptakan permintaannya sendiri.

Bagi kaum klasik sebenarnya dalam posisi keseimbangan tidak terjadi kelebihan
maupun kekurangan permintaan. Ketidakseimbangan (disequilibrium), seperti
pasokan yang lebih besar dari permintaan, kekurangan konsumsi, atau terjadi
pengangguran, keadaan ini dinilai kaum klasik sebagai sesuatu yang sifatnya temporary, karena akan ada suatu tangan tak kentara (invisible hands) yang akan membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan. Kalau kita melihat pernyataan pak Darmin Jelas ia percaya dengan invisible hands.

Kaum klasik juga percaya bahwa dalam keseimbangan semua sumber daya,
termasuk tenaga kerja, akan digunakan secara penuh, dibawah system yang didasarkan pada mekanisme pasar, sehingga tidak ada yang namanya pengangguran. Disnilah letak masalah bagi pekerja kita, karena kaum klasik berpendapat pada akhirnya pekerja terpaksa menerima upah murah. Pekerja terpaksa menerima daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali.

Kesediaan untuk bekerja dengan tingkat upah murah inilah yang akan menarik perusahaan untuk mempekerjakan mereka lebih banyak. Jadi, dalam pasar persaingan sempurna mereka yang mau bekerja pasti akan memperoleh pekerjaan.

Pengecualian hanya berlaku bagi mereka yang “pilih pilih” pekerjaan, atau tidak
mau bekerja dengan tingkat upah murah yang diatur oleh pasar. Bagi penganut klasik mereka tidak digolongkan pada pengangguran, tapi pengangguran
sukarela (voluntary unemployment).

Keynes menganggap teori klasik tidak dapat diterapkan di dunia nyata. Ia mengatakan bahwa tidak ada mekanisme keseimbangan yang otomatis dan menjamin tercapainya keseimbangan perekonomian pada penggunaan tenaga kerja. Hal ini sangat jelas dalam analisisnya tentang keseimbangan pasar kerja.

kaum klasik percaya bahwa dalam posisi keseimbangan semua sumber daya,
termasuk didalamnya sumber daya tenaga kerja, akan dimanfaatkan secara
penuh. Seandainya terjadi pengangguran, pemerintah tidak perlu melakukan
tindakan atau kebijakan apapun. Sesuai pandangan laissez faire klasik, biarkan
saja keadaan demikian. Nanti orang-orang yang tidak bekerja tersebut akan bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah. Hal ini yang mendorong pengusaha untuk mempekerjakan pekerja labih banyak, hingga akhirnya semua yang mau bekerja akan memperoleh pekerjaan. Jadi jelas lah
mengapa masalah pengangguran belum bisa dipecahkan. Pandangan kaum klasik tidak bisa diterima oleh kaum Keynesian.

Menurut pandangan Keynesian, dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik. Karena dimana pun kaum pekerja berada mereka
memiliki semacam serikat kerja yang akan memperjuangkan kepentingan buruh
dari penurunan tingkat upah. Dari sini Keynesian mengecam analisis kaum klasik
yang didasarkan pada pengandaian-pengandaian yang keliru dengan kenyataan

sehari hari. Kalaupun tingkat upah bisa diturunkan, dan kemungkinan kecil, tapi ingat ini berdampak pada tingkat pendapatan masyarakat akan turun. Turunnya
pendapatan masyarakat tentu akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunnya harga-harga. Kalau harga harga turun, kurva nilai produktivitas
marjinal pekerja yang dijadikan patokan oleh pengusaha dalam mempekerjakan pekerja akan turun lagi inilah yang menciptakan Vicious Circle atau lingkaran setan.

Kalau penurunan dalam harga-harga tidak begitu besar, kurva nilai produktivitas marjinal pekerja akan turun sedikit. Hal ini berimbas pada jumlah pekerja yang tertampung lebih kecil dari jumlah pekerja yang ditawarkan. Yang lebih parah, jika harga-harga turun drastis.

Ini menyebabkan kurva nilai produktivitas marjinal pekerja turun drastis pula. Jumlah pekerja yang tertampung pun jadi semakin kecil dan pengangguran menjadi semakin luas. Oleh karena itu menurut keynes masalah pengangguran sebaiknya dipecahkan melalui penurunan tingkat bunga bukanlewat penurunan tingkat upah. Meskipun kedua kebijakan tersebut belum cukup untuk mengatasi masalah pengangguran di Indonesia.

Lalu apa hubunganya dengan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia ?

Tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia yang dibarengi dengan investasi asing tidak meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia, justru akan meningkatkan daya beli masyarakat dinegaranya karena mereka hanya belanja kebutuhan hidup di Indonesia, dan uangnya sebagian di tabung untuk dibelanjakan di Negara asalnya.

Apalagi pembuatan Perpres TKA yang mempermudah tenaga keraja asing masuk,
akan memperlemah daya beli masyarakat Indonesia dan menciptakan upah yang semakin murah, Kehadiran Dosen asing yang bergaji hingga 65 juta perbulan yang berbanding terbalik dengan dosen lokal, tidak akan banyak dampaknya bagi peningkatan daya beli masyarakat.

Data BPS menunjukan bahwa 56 persen pertumbuhan kita ditopang oleh konsumsi domestik, maka jika daya beli lemah maka menyebabkan pertumbuhan stagnan dan turun, hal ini karena masyarakat menjadi lebih hemat dan tidak konsumtif. Berbeda dengan cina yang pertumbuhan ekonominya ditopang oleh ekspor termasuk ekpor tenaga kerja, konsumsi dalam negrinya bukan pendorong utama pertumbuhan ekonominya.

Jadi nampaknya kita menggunakan standar ganda, pertama menggunakan pendekatan kebijakan klasik untuk rakyat Indonesia dengan upah murah dan kedua pendekatan keynesian untuk rakyat asing. Hal ini tidak akan membantu pertumbuhan ekonomi kita, justru membantu pertumbuhan ekonomi Negara asalnya…Wallahualam..

*Penulis Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Borobudur Jakarta

Facebook Comments Box