Kartu Kuning kepada Jokowi Simbol Kontrol Sosial
Oleh: Musni Umar, Sosiologa, Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta
Salah satu kejadian yang amat unik dan menarik publik ketika Presiden Jokowi menghadiri Dies Natalis Universitas Indonesia di Depok (Jum’at, 2/2/2018) adalah aksi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Zaadit Taqwa yang mengangkat setinggi-tingginya kartu kuning kepada Presiden Jokowi.
Aksi tersebut diliput secara luas oleh media, dan disaksikan oleh Presiden Jokowi, pimpinan UI, wisudawan, orang tua serta tamu, sehingga dalam waktu singkat aksi itu telah menyebar di media sosial dan menjadi viral. Sontak nama Zaadit Taqwa, Ketua BEM UI jadi buah bibir di seluruh bangsa Indonesia.
Aksi Ketua BEM UI itu merupakan simbol kontrol sosial dan mayoritas bangsa Indonesia memberi apresiasi dan salut kepada Zaadit Taqwa karena keberaniannya memberi kartu kuning kepada Jokowi.
Dari pihak istana kita apresiasi, Johan Budi, juru bicara Presiden mengemukakan bahwa Presiden Jokowi tidak marah dengan aksi tersebut. Bahkan Presiden Jokowi ketika menghadiri acara di Pondok Pesantren Salafiyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur mengemukakan sendiri bahwa dia tidak marah dengan aksi Ketua BEM itu dan mungkin akan kirim BEM UI ke Asmat. Persoalan Asmat merupakan salah satu dari tiga tuntutan yang disampaikan BEM UI kepada Jokowi (DetikNews, 3/2/2018).
Kontrol Sosial
Di jaman now, kontrol sosial bisa dilakukan mahasiswa banyak cara, yang sudah dilakukan diantaranya, empat cara. Pertama, mengerahkan mahasiswa dalam jumlah besar untuk demo-memprotes keadaan bangsa dan negara seperti di jaman old demo menuntut Soeharto untuk lengser (mundur) dari kedudukannya sebagai Presiden RI tahun 1998.
Kedua, BEM atau dulu disebut Dewan Mahasiswa demo ke istana Presiden atau ke DPR dan MPR, kemudian beberapa orang diterima diistana untuk berdialog dengan staf kepresidenan dan atau pimpinan DPR dan MPR tentang masalah yang disuarakan dalam demo.
Ketiga, demo menyambut kehadiran Presiden RI di suatu provinsi atau di kampus. Demo semacam itu, biasanya tidak diketahui Presiden karena petugas keamanan mengamankan para pendemo.
Keempat, demo di jaman now seperti yang dilakukan Ketua BEM UI mengangkat kartu kuning dihadapan Presiden RI. Demo semacam ini sangat efektif sebab langsung diketahui oleh Presiden dan karena diliput serta diberitakan media secara luas, maka masyarakat mengetahui dengan baik dan memberi respon yang positif atau negatif.
Supaya aksi mahasiswa direspon positif oleh publik, maka semua demo yang dilakukan tidak boleh anarkis dan menghina siapapun apalagi Presiden dan Wakil Presiden sebagai simbol negara.
Pembelajaran Demokrasi
Aksi Ketua BEM UI yang memberi kartu kuning kepada Presiden Jokowi, dalam alam demokrasi sah-sah saja. Pertama, mahasiswa yang diwakili Ketua BEM merupakan kelompok sosial yang amat penting karena merupakan pewaris dan pelanjut kepemimpinan Indonesia di masa depan, maka mereka tidak boleh berada di menara gading dan tidak mau tahu permasalahan yang dialami masyarakat, bangsa dan negara.
Kedua, Indonesia setelah memasuki hampir 20 tahun Orde Reformasi, keadaan bangsa dan negara belum beranjak kepada kehidupan yang semakin baik. Korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang menjadi isu sentral dari tuntutan gerakan reformasi, masih merajalela.
Ketiga, kesejahteraan masyarakat yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 seperti dalam kasus Asmat di Papua, yang banyak meninggal dunia karena kekurangan gizi, masih menjadi persoalan bangsa saat ini.
Keempat, dominasi ekonomi sekelompok kecil telah menciptakan kesenjangan dan ketidakadilan sosial ekonomi. Apa lagi ada dugaan sudah terlibat dalam mengendalikan negara, sehingga merupakan conditio sine quanon bagi mahasiswa untuk menyuarakan penyelamatan bangsa dan negara.
Kelima, rencana pemerintah menyerahkan pengelolaan bandara kepada pihak asing (privitasasi) harus diprotes dan ditolak.
Melihat keadaan bangsa dan negara, maka mahasiswa dalam rangka partisipasi terhadap pembangunan, suka tidak suka dan mau tidak mau harus berpartisipasi melakukan kontrol sosial seperti yang dilakukan ketua BEM UI.
Hal tersebut semakin diperlukan karena mayoritas partai politik dan anggota DPR sudah menjadi bagian dari pendukung pemerintah sehingga tidak bisa lagi diharapkan mereka melakukan kontrol (pengawasan) terhadap pemerintah. []