Komisi VII DPR RI Soroti Rancangan Anggaran Badan Standardisasi Nasional

 Komisi VII DPR RI Soroti Rancangan Anggaran Badan Standardisasi Nasional

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty menyoroti  rancangan anggaran Badan Standardisasi Nasional (BSN). Evita menyoroti hal itu saat Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala BSN Kukuh S. Achmad di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Dalam rapat itu membahas Program Kerja dan Anggaran Tahun Anggaran (TA) 2025. Menurut Evita Nursanty, kualitas BSN perlu diperbaiki format anggaran yang disampaikan sesuai target yang ditetapkan.

“Ke depan format dari anggaran ini diperbaiki. Bapak melakukan pembinaan, pelatihan, sosialisasi, supaya target 2.000 UMKM ke depan ini tercapai, begitu juga target 900 pelaku usaha. Presentasi bapak ke depan diperbaiki,” kata Evita.

Evita menjelaskan, Komisi VII memberikan batas waktu satu hari kerja kepada BSN untuk memperbaiki bahan paparan dan menyampaikannya kembali. “Diubahlah isi dari anggaran bapak ini,” tegas Evita.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Putra Nababan, yang menilai bahwa paparan BSN sangat tidak akurat dan tidak layak diterima. Ia mengusulkan agar dokumen tersebut ditarik terlebih dahulu untuk diperbaiki.

“Apa yang disampaikan pimpinan ini menjadi masalah yang serius. Kita menemukan paparan resmi dari BSN yang menurut kita sangat tidak pas dan tidak akurat. Untuk itu, saya memohon dari meja pimpinan, apakah laporan ini bisa ditarik dan dicabut dulu? Saya usul ini ditarik dulu, hal seperti ini tidak boleh kita terima,” terang Putra Nababan.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menyoroti pentingnya transparansi dalam proses standarisasi yang dilakukan oleh BSN. Ia meminta adanya pemaparan rinci terkait langkah-langkah yang ditempuh BSN dalam mengeluarkan standar dan sertifikasi.

“Perlu ada pemaparan step by step yang dilalui oleh BSN kalau mengeluarkan standar itu seperti apa. Walaupun mengeluarkan sertifikasi, pasti ada prosesnya. Jadi standarnya ada di BSN,” jelasnya.

Rahayu juga menyoroti potensi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari hak cipta standar yang dikeluarkan BSN. “Kalau kita bicara dari segi bisnis, kaitannya dengan PNBP, kita punya copyright dari standar yang digunakan. Seharusnya ada royaltinya. Kalau belum dapat, berarti ada yang eror dari awal,” tambahnya.

Ia mencontohkan sektor ekonomi kreatif seperti desa wisata dan kuliner, di mana peran BSN dalam standarisasi perlu dipertegas. “Apakah BSN mengeluarkan standar, atau hanya ada di Kementerian Pariwisata saja?” tanyanya.

Komisi VII mendesak BSN untuk segera melakukan pembenahan, baik dari sisi anggaran maupun proses penyusunan standar. Diharapkan, perbaikan ini dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian target program kerja BSN di tahun mendatang.

Facebook Comments Box