Firman Soebagyo Ingatkan Perlu Berhati-hati Menyusun Undang-undang Pangan

 Firman Soebagyo Ingatkan Perlu Berhati-hati Menyusun Undang-undang Pangan

JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI  dari Fraksi Partai Golkar Dapil Jawa Tengah III Firman Soebagyo menyampaikan perlu hati-hati dalam menyusun Undang-undang Pangan di DPR RI bersama Pemerintah. Mengingat, menurut Firman Undang-undang tersebut dibutuhkan rakyat Indonesia.

“Penyusunan revisi UU Pangan tidak bisa dilakukan secara serampangan,” kata Firman kepada wartawan, Selasa, Jakarta (13/5/2025).

Firman mengaku, hal itu sempat disampaikan saat melakukan kunjungan spesifik (Kunspek) ke kampus IPB University, Bogor, Jawa Barat, Kamis (8/5/2025) lalu.

Firman menjelaskan, saat ini Komisi IV melakukan jaring masukan soal Rancangan Undang-Undang (RUU)Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, di IPB University. Tujuan Kunspek itu untuk memperkaya substansi dan implementasi revisi UU tersebut.

“Karena kata ‘pangan’ punya cakupan luas yang erat kaitannya dengan sumber daya alam. Jangan sampai satu sektor mendapatkan keuntungan, sementara sektor lain justru mengalami kerugian,” teeang Firman.

Pada kesempatan itu, Komisi IV DPR RI sempat berdiskusi bersama tujuh profesor IPB yang menjadi narasumber utama. Kala itu, DPR bersama IPB menyoroti isu  diversifikasi dan substitusi pangan. Diana Firman menyampaikan, pangan bukan hanya beras atau nasi, melainkan terdiri dari berbagai sumber yang layak dikembangkan dan dikonsumsi masyarakat.

“UU Pangan harus seperti makan bergizi—tidak hanya berisi nasi, tetapi juga lauk pauk. Artinya, tidak hanya petani yang diperhatikan, tetapi juga nelayan dan peternak harus mendapatkan manfaat langsung dari penerapan UU ini,” terang Firman.

Firman mengingatkan, swasembada pangan tidak akan tercapai tanpa penghentian alih fungsi lahan pertanian yang terus terjadi secara masif setiap tahunnya. Selain itu, ia mengkritisi menurunnya perhatian terhadap infrastruktur pendukung pertanian di Indonesia.

Untuk itu, Firman mendorong hasil riset dan kajian dari perguruan tinggi seperti IPB University ini agar dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah sebagai dasar penyusunan kebijakan. Salah satu temuan menarik dari Prof. Herman, menurut Firman, adalah bahwa beras tidak harus berasal dari padi. Ini membuka peluang besar untuk mengembangkan alternatif sumber pangan lokal yang lebih beragam dan berkelanjutan.

“Kita harus mendorong ketahanan dan kedaulatan pangan nasional dengan mengandalkan produk dalam negeri, bukan impor. Revisi UU ini harus menjadi momentum meningkatkan kesejahteraan petani dan semua pelaku sektor pangan,” pungkasnya.

Facebook Comments Box