Demi Keadilan, Warga Gowa Datangi Wakilnya di Gedung DPR

 Demi Keadilan, Warga Gowa Datangi Wakilnya di Gedung DPR

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Hanura asal Dapil Sulsel I Mukhtar Tompo saat temui warga Gowa di DPR RI

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Luar biasa perjuangan sejumah warga kabupaten Gowa ini agar pembambangunan waduk dan bendungan Kalara Kareloe dilakukan tanpa diskiriminasi.

Kini, perjuangan mereka ke Jakarta setelah kekisruhan pembebasan lahan waduk Kareloe yang masih menuai sejumlah permasalahan itu belum juga selesai.

Apalagi setelah adanya dugaan permainan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWSPJ) Provinsi Sulsel dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gowa. Pembanguna proyek itu pun mandek.

Adalah rombongan warga Desa Garing, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa mengadukan nasibnya kepada perwakilan mereka di Senayan, DPR RI.

Mereka menemui langsung Anggota Komisi VII DPR RI Dapil Sulawesi Selatan Daerah Pemilihan (Dapil I) Mukhtar Tompo di ruangannya. Mereka mengadukan nasibnya dari dampak pembangunan waduk dan bendungan Kareloe, Senin (20/3).

Mukhtar menerima mereka dengan hanyat. Apalagi mereka bagian dari rakyat yang harus didengarkan aspirasinya. Dan, Mukhtar pun mengktitisi pemerintah pusat maupun daerah dalam mengelola pembangunan waduk dan bendungan itu.

Di mana, lanjut Mukhtar, pemerintah daerah dan pusat tidak memperlakukan masyarakat setempat dengan baik. Ia mengungkapkan bahwa pembangunan Bendung Kareloe di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) jadi persoalan serius.

“Saya mengatakan demikian (serius), karena banyak kejanggalan dalam proses pembebasan lahan milik warga setempat. Di mana terkait harga tidak ada transparansi, beda harga di masyarakat. Bendungan itu yang sejatinya selesai dibangun di tahun 2017 ini. Tapi hingga kini belum ada kejelasan yang progres,” jelas Mukhtar di ruang Rapat Fraksi Hanura DPR RI, Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (20/3/2017).

“Padahal, ada sebanyak Rp 500 miliar lebih anggaran yang sudah dialokasikan untuk pembangunan waduk dan bendungan itu. Dan waduk ini sudah direncanakan pembangunannya sejak 2013 untuk mengatasi krisis air di wilayah Gowa dan sekitarnya. Sementara warga tidak pernah diajak musyawarah sebelumnya,” sambung aktivis HMI ini.

Menurut Mukhtar, hingga kini belum mengetahui berapa jumlah ganti rugi yang akan diterima masyarakat sebagai pemilik tanah.

Paling disayangkan, ujarnya, lahan yang menjadi masalah itu ternyata sangat produktif sebagai penghasil petanian; jagung. Tanpa ada komunikasi dengan masyarakat setempat, Pemda langsuung menurunkan alat berat dan memberangus lahan jagung itu.

“Wilayah Kareloe adalah daerah terpencil di kabupaten Gowa. Dan kita ingin memastikan permasalahan ini akan diselesaikan secara nasional. Menurut saya, bendungan ini harus segera direalisasikan karena menyangkut hajat hidup orang banyak, baik masyarakat Gowa maupun yang berada di Janeponto yang membutuhkan air. Meski demikian, kita tidak boleh mengabaikan hak masyarakat, apalagi semua sudah dinilai dan dihitung,” papar Mukhtar.

Apa yang akan ditempuh oleh Mukhtar mendengarkan jeritan warganya itu? Ia berjanji segera berkoordinasi dengan para anggota DPR lintas komisi. Jika diperlukan, ia mengusulkan akan membentuk khusus seperti Panja atau Pansus.

Ia menyampaikan, tim gabungan DPR itu diharapkan bisa meninjau langsung lokasi sengketa pembangunan waduk dan bendungan itu untuk bertemu Pemda dan masyarakat setempat. Supaya seluruh bentuk intimidasi pada rakyat harus dihentikan, karena pola itu sangat primitif yang pernah dilakukan penjajah Belanda terhadap rakyat kecil.

“Sebaiknya diberikan kesempatan pada masyarakat untuk memanen jagungnya dulu, jangan pakai intimidasilah. Bahkan banyak dari warga yang dipaksa memindahkan rumah mereka. Mirisnya lagi, warga setempat membangun tenda sementara di kampung tetangga,” pungkasnya.

Sementara warga Gowa yang hadir di Gedung DPR, Arfah mengatakan, pihaknya terus berjuang untuk mendapatkan haknya yang telah dirampas oleh pemda setempat.

“Kami akan terus berjuang, apalagi kami didukung oleh wakil kami (Mukhtar Tompo). Kami butuh transparansi terkait pembebasan tanah kami,” ujar Arfah Adha Masnyur singkat. (Hadi Saputra)

Facebook Comments Box