DOMBA DIADU: Merancang Konflik dan Menari di Atas Luka

 DOMBA DIADU: Merancang Konflik dan Menari di Atas Luka

Oleh: Munawir Kamaluddin, Guru Besar UIN Alaudin Makassar

Pernahkah kita merasa puas melihat dua orang bertengkar karena kita bisikkan api di antara keduanya?

Apakah hati ini pernah tersenyum melihat kekacauan karena dari sana kita mendapatkan posisi, pujian, atau keuntungan?

Mungkinkah kita adalah aktor di balik layar keributan, namun bersembunyi dalam topeng seolah tidak terlibat?

Adakah kenikmatan yang kita rasakan ketika melihat sesama saling menyalahkan sementara kita bersih dari tuduhan?

Sudahkah kita jujur bahwa terkadang, kita merasa diuntungkan dari pecahnya kesatuan?

Apakah diam kita adalah konspirasi, atau bisu kita adalah strategi untuk tetap di zona nyaman saat orang lain tercekik oleh konflik yang kita rawat?

Renungkan saudaraku….Kadang, bukan karena kita benar-benar ingin damai, tapi karena kita tak ingin kehilangan manfaat dari kekacauan.

Dalam peradaban yang seharusnya dibangun di atas kasih, tiba-tiba kita temukan istana dibangun dari batu-batu konflik, dan kita adalah arsitek bayangannya.

Pengertian: Domba Diadu dan Menari dalam Kekacauan

“Domba diadu” bukan sekadar metafora konflik dua pihak yang saling menyerang. Ia adalah simbol kejahatan yang dibungkus kecerdikan, permainan yang dirancang oleh pihak ketiga yang justru menikmati atau mengambil manfaat dari perpecahan tersebut.

Dalam bahasa moral Islam, ini disebut sebagai “ifsād fīl-ardh” (kerusakan di muka bumi), yang bukan sekadar merusak secara fisik, tetapi menghancurkan harmoni, membelah ukhuwah, dan menyulut bara di hati-hati manusia demi ambisi sendiri.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ ۝ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَـٰكِن لَّا يَشْعُرُونَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Janganlah membuat kerusakan di muka bumi!’ mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.’ Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”(QS. Al-Baqarah: 11–12)

Penyebab Utama: Nafsu, Kuasa, dan Ketakutan

Di balik adu domba dan permainan konflik, tersimpan tiga motif besar:

1. Syahwat Kekuasaan dan Pengaruh. Seseorang yang ingin mempertahankan kekuasaan, posisi, atau pengaruh sering menciptakan kekacauan agar ia tampil sebagai penengah, pahlawan semu.

2. Ketakutan Akan Kesatuan
Orang-orang yang gemar mengadu domba sering merasa terancam jika dua pihak bersatu. Maka, dipecah belahlah mereka agar tak menjadi kekuatan yang membahayakan kepentingannya.

3. Kepuasan Psikologis dari Kekacauan. Ada kenikmatan gelap yang terasa ketika kita merasa lebih “tinggi” karena orang lain jatuh akibat konflik yang kita rekayasa.

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata:
“مِن أَعظَمِ الفَسَادِ: تَحريضُ الناسِ على بَعضِهم بِاسْمِ النَّصيحَةِ أو الخَوفِ عليهم، وهُوَ مَكرٌ مُقنَّعٌ بالطّاعةِ.”
“Termasuk kerusakan terbesar adalah mendorong manusia untuk saling membenci dengan kedok nasihat atau karena merasa khawatir atas mereka. Ini adalah tipu daya yang disamarkan dengan ketaatan.”(Al-Fawāid, Ibnu Qayyim)

Ciri-ciri Orang yang Menjadi Pengadu Domba dan Penikmat Kekacauan

1. Bersikap Netral Palsu
Di depan semua pihak ia tampak sebagai penengah, tapi di belakang justru menyulut api.

2. Senang Menyampaikan Informasi Setengah-setengah
Ia menyebarkan potongan informasi yang bias untuk menciptakan kesalahpahaman.

3. Mengaku Tak Terlibat, Tapi Tahu Segalanya
Ia akan berkata, “Saya hanya menyampaikan,” padahal ia yang memulai semuanya.

4. Menghindari Solusi, Menyuburkan Konflik
Saat ada upaya damai, ia akan memunculkan kembali masalah lama, agar konflik tidak selesai.

5. Mengambil Manfaat dari Kekacauan
Saat dua pihak bertengkar, ia naik jabatan, dipuji, atau mendapatkan akses yang selama ini tidak dimiliki.

Solusi dalam Islam: Merajut Ukhuwah, Menjaga Lisan, dan Menjadi Jembatan

1. Jangan Jadi Tukang Adu Domba (Namimah)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ»
Rasulullah SAW. bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba (namimah).”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, siapa yang merancang konflik dan mengambil keuntungan darinya, telah menutup pintu surga untuk dirinya sendiri.

2. Jaga Lisan dan Informasi
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ»
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diam yang menjaga ukhuwah lebih mulia daripada bicara yang menyulut bara.

3. Bangun Rekonsiliasi, Bukan Provokasi
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Maka damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”(QS. Al-Hujurat: 10)

Bukan hanya mendamaikan, tetapi menjadi pelindung atas retaknya persaudaraan.

4. Hindari Kepentingan Pribadi dalam Kerja Sosial

Umar bin Khattab berkata:
“إِنَّا قَوْمٌ أَعَزَّنَا اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ، فَمَهْمَا ابْتَغَيْنَا الْعِزَّةَ بِغَيْرِهِ أَذَلَّنَا اللَّهُ”
“Kita adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Jika kita mencari kemuliaan selain dengan Islam, niscaya Allah akan menghinakan kita.”

Maka setiap kepentingan pribadi yang disisipkan dalam kerja sosial adalah benih kehancuran ukhuwah.

Jangan Jadi Dalang, Jadilah Obor Kedamaian

Konflik kadang tak bisa dihindari. Tapi apakah kita ingin menjadi api yang menyulutnya, atau air yang memadamkannya?

Dunia ini telah terlalu penuh luka, jangan biarkan tangan kita menambah sayatannya.

Jika tak bisa menjadi pelita, jangan menjadi asap yang menyesakkan.

Jangan sampai kita adalah “penikmat gelap” dalam terang yang sedang direbutkan. Karena bisa jadi, orang yang merasa menang dari kekacauan, justru sedang menabung kekalahan yang besar di akhirat.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ يُصْلِحُونَ وَلَا يُفْسِدُونَ، وَمِمَّنْ يُؤْلِّفُونَ وَلَا يُفَرِّقُونَ
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk golongan yang memperbaiki, bukan merusak. Yang menyatukan, bukan memecah.”

#Wallahi A’lam Bis-Sawab

Facebook Comments Box