Dugaan Pencemaran Lingkungan oleh PT. Pasaco Mengundang Kekhawatiran Masyarakat dan Ormas Lingkungan di Cikarang Barat

BEKASI ~ Isu pencemaran lingkungan kembali mencuat di wilayah industri Gobel, Kabupaten Bekasi, menyusul pelaksanaan inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi terhadap PT. Panacipta Sienan Componen (Pasaco) awal Oktober lalu. Sidak ini merupakan respons atas desakan gabungan Ormas Lingkungan yang tergabung dalam Gabungan Ormas Lingkungan (GOL) setempat, yang mencurigai adanya dugaan pelanggaran serius terkait pengelolaan limbah industri di pabrik tersebut.
Ketua PC 234SC Cikarang Barat, Asep Herdiyana, menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dari pihak pengelola PT. Pasaco maupun Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi. “Kita menuntut penjelasan lengkap atas proses penyegelan limbah scraf yang diduga mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). Masyarakat berhak tahu sejauh mana dampak pencemaran ini bagi lingkungan dan kesehatan warga sekitar,” ujarnya dengan tegas.
Saripudin yang akrab disapa Udin Belo, Ketua Subsektor Ormas Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi (GIBAS) Telaga Asih, menyampaikan keresahan masyarakat sekitar atas dugaan pencemaran tersebut. “Warga Telaga Asih merasa khawatir dengan kondisi lingkungan yang diduga tercemar limbah PT. Pasaco. Kami meminta Dinas Lingkungan Hidup segera membuka informasi publik secara transparan, sesuai ketentuan hukum sebagaimana yang telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), agar masyarakat mendapatkan kepastian dan perlindungan,” tegas Udin Belo.
Inspeksi DLH Bekasi yang dilakukan awal Oktober merupakan tindak lanjut dari surat permohonan dari GOL, yang mendesak manajemen PT. Pasaco dan instansi terkait untuk menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal. Beberapa poin penting yang menjadi fokus penindakan adalah penanganan limbah scraf dan kemungkinan pencemaran B3, yang jika benar terjadi, dapat membahayakan ekosistem dan kesehatan manusia.
Poin pertama adalah hasil penindakan yang harus jelas mengenai status penyegelan limbah scraf di PT. Pasaco. Masyarakat dan ormas lingkungan menuntut klarifikasi mengenai jenis pelanggaran yang menyebabkan tindakan tersebut. Jika limbah tersebut terbukti mengandung bahan berbahaya, DLH wajib menjelaskan secara terbuka dan transparan sesuai hukum yang berlaku.
Masyarakat sekitar juga menuntut jaminan dari pemerintah bahwa limbah scraf tidak membahayakan kesehatan warga. “Kami menuntut hak jawab dari DLH Bekasi untuk menjamin bahwa limbah tersebut tidak mengganggu kehidupan dan kesehatan masyarakat sekitar pabrik PT. Pasaco,” jelas Saripudin.
Ketua PC 234SC, Asep Herdiyana, menekankan azas transparansi dan akuntabilitas harus menjadi landasan tindakan DLH dalam menindaklanjuti kasus ini. “Kami khawatir ada pengkondisian atau tindakan yang bisa merugikan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup. DLH harus bersikap tegas dan tidak berpihak agar kelestarian lingkungan tetap terjaga,” tegas Asep.
GOL menegaskan akan terus mengawasi dan mengawal proses penanganan kasus ini demi terciptanya harmonisasi antara kepentingan industri dan kelestarian lingkungan. “Kami berkomitmen mengawal aspek keamanan dan transparansi dalam penanganan limbah scraf PT. Pasaco agar tidak ada dampak negatif bagi masyarakat,” ujar Asep.
Kekhawatiran akan dampak limbah PT. Pasaco juga diungkapkan oleh H. Ivan Fatah Kurniawan, tokoh pemuda di Telaga Asih. Ia membandingkan dugaan pencemaran di Cikarang Barat dengan kasus radiasi di Kawasan Industri Modern (KIM) Cikande, Serang, Banten, yang sempat menimbulkan keresahan serius. “Kami tidak ingin kejadian seperti di Cikande, yang melibatkan radiasi Cesium-137 dan berdampak luas pada kesehatan, terulang di lingkungan kami,” kata Ivan kepada awak media, Rabu (15/10/2025).
Insiden di Cikande sendiri merupakan buntut dari temuan ekspor udang beku Indonesia yang terkontaminasi radioaktif Cs-137, yang menyebabkan pabrik peleburan logam PT. PMT disegel oleh pihak berwenang pada September lalu. Tingkat radiasi di pabrik tersebut dilaporkan mencapai 0,3-0,5 mikrosievert per jam, jauh di atas ambang normal 0,1 mikrosievert per jam.
Kasus di Cikande mengingatkan akan pentingnya pengawasan ketat terhadap limbah industri di seluruh kawasan industri Indonesia, termasuk di Bekasi. Pemerintah dan DLH Kabupaten Bekasi diharapkan dapat bersikap tegas dan transparan dalam mengungkap dan mengatasi potensi pencemaran lingkungan dari PT. Pasaco agar kejadian serupa tidak terjadi dan kesehatan masyarakat tetap terlindungi.
Masyarakat dan Ormas Lingkungan berharap DLH Kabupaten Bekasi dapat membuka seluruh informasi publik terkait hasil sidak dan tindakan lanjutan terhadap PT. Pasaco. “Kami menuntut agar hukum ditegakkan dan lingkungan hidup serta masyarakat di sekitar PT. Pasaco mendapat perlindungan yang sepatutnya,” tutup Asep Herdiyana, mewakili aspirasi kolektif masyarakat dan ormas. (CP/red)