Firman Soebagyo Senang RUU Pertekstilan Jadi Inisiatif DPR RI

JAKARTA – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dapil Jawa TengahFirman Soebagyo mengkritisi langkah pemerintah yang lamban menangani masalah yang menjerat industri tekstil nasional.
“Saya memberikan apresiasi kepada pimpinan Baleg DPR RI karena akhirnya menginisiasi RUU Pertekstilan ini. RUU ini sudah lama kami sampaikan ke pemerintah, tapi respons yang lambat justru menyebabkan kehancuran dunia tekstil kita,” kata Firman di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025) kemarin.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) itu sejumlah asosiasi industri tekstil ini, Firman memberikan apresiasi terhadap inisiatif DPR melalui Baleg yang menggagas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertekstilan.
Ia menyebut bahwa Indonesia dulunya adalah salah satu negara unggulan dalam industri tekstil, baik untuk ekspor maupun pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Namun, minimnya perlindungan dan regulasi membuat industri ini terpuruk, terutama akibat serbuan impor murah dan maraknya impor ilegal.
“Kebijakan paling menyakitkan adalah ketika kontainer-kontainer dibuka di Bea Cukai dan tengah malam langsung dikeluarkan. Entah ada kepentingan apa. Inilah titik awal kehancuran industri tekstil nasional kita,” tegas Firman.
Lebih lanjut, Firman menyoroti lemahnya pengawasan negara terhadap impor ilegal yang merugikan produsen dalam negeri. Menurutnya, ini merupakan bentuk nyata pembiaran oleh negara terhadap sektor yang seharusnya bisa menjadi andalan pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, Firman tetap optimistis terhadap masa depan industri tekstil Indonesia. Ia menekankan bahwa masih terdapat peluang besar, termasuk pertumbuhan signifikan di beberapa segmen seperti pakaian jadi dan alas kaki. Bahkan, industri tekstil mencatat kontribusi sebesar 19,2% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan pertama 2024.
“Namun peluang ini hanya bisa dioptimalkan jika ada kebijakan impor yang lebih ketat, perlindungan terhadap industri lokal, serta dukungan bagi pelaku usaha untuk meningkatkan efisiensi melalui teknologi modern dan otomatisasi,” paparnya.
Di akhir pernyataannya, Firman juga menyinggung adanya perbedaan pendapat antara pemerintah dan DPR terkait definisi dan terminologi dalam RUU, terutama soal perbedaan antara “tekstil” dan “sandang”. Ia menyatakan bahwa DPR justru lebih memahami esensi persoalan di lapangan.
RUU Pertekstilan diharapkan menjadi solusi jangka panjang dalam menyelamatkan dan membangkitkan kembali industri tekstil nasional, yang selama ini menjadi tumpuan jutaan tenaga kerja dan sumber devisa negara.