Firman Soebagyo Usulkan Pemilu Legislatif dan Eksekutif Dipisahkan…

Firman Soebagyo (foto: pribadi)
JAKARTA – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo mengusulkan adanya pemisahan pelaksanaan pemilu ke dalam dua tahap yakni pemilu legislatif dan pemilu eksekutif, dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu.
Firman menjelaskan pemilu legislatif itu meliputi DPR RI, DPD RI, dan DPRD, sedangkan pemilu eksekutif meliputi presiden dan kepala daerah.
“Kemungkinan bisa juga nanti kami coba bahas, kami kaji pemilu bisa dikondisikan dua kali, yaitu pemilu eksekutif, pemilu legislatif. Legislatifnya lebih dulu, kemudian nanti pemilu eksekutif,” kata Firman dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (4/8/2025)
Ia melanjutkan bahwa menurutnya pemilu legislatif perlu digelar lebih dahulu dari pelaksanaan pemilu presiden dan kepala daerah agar hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam menetapkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Penyusunan RUU Pemilu yang wacananya akan menggunakan metode omnibus law, menurutnya akan menjadi solusi pula atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah. “Harapannya begitu karena sekarang ini kan kami sebagai pembuat undang-undang ya, memang dengan putusan MK itu agak membingungkan,” ucapnya.
Di sisi lain, ia menyoroti implikasi putusan MK terhadap perpanjangan masa jabatan sejumlah kepala daerah dan anggota DPRD. Menurutnya, menurutnya, keputusan MK tersebut tidak memiliki dasar hukum dalam undang-undang kepemiluan saat ini, sehingga justru akan menimbulkan kebingungan di masyarakat.
“Tidak bisa ada norma yang mengatur atau pasal yang mengatur perpanjangan masa jabatan. Kalau itu ada dilakukan, maka harus mengubah konstitusinya. Itu enggak bisa kita lakukan seperti itu,” tuturnya.
Sebagai informasi, MK melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memutuskan keserentakan pemilu yang konstitusional ialah pemilu daerah digelar dua atau dua setengah tahun sejak pemilu nasional rampung.
Pemilu daerah antara lain pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota serta kepala dan wakil kepala daerah, sementara pemilu nasional terdiri atas pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, serta presiden dan wakil presiden. Adapun titik rampungnya pemilu nasional, menurut MK, yaitu ketika anggota DPR, DPD, serta presiden/wakil presiden terpilih dilantik.
Dalam putusannya, MK juga memerintahkan pembentuk undang-undang melakukan rekayasa konstitusional guna mengatur rumusan masa transisi masa jabatan kepala/wakil kepala daerah dan anggota DPRD hasil pemilihan 2024 karena mengingat putusan tersebut langsung berlaku untuk Pemilu 2029.
Lebih lanjut Firman menyebut bahwa hingga saat ini, DPR belum mengambil keputusan terkait arah perubahan sistem pemilu di tanah air Adapun Komisi II DPR juga telah menyurati pimpinan DPR, namun belum mendapatkan respons.
Di akhir, Firman berharap proses pembahasan RUU Pemilu dapat dimulai lebih awal setidaknya mulai tahun depan agar penyusunannya lebih maksimal dan tidak menimbulkan masalah, kendati pemilu selanjutnya baru akan berlangsung pada 2029,
“Karena kalau terburu-buru, nanti akhirnya hasilnya tidak maksimal, apalagi seperti yang lalu-lalu itu kan keputusan tentang undang-undang atau revisi Undang-Undang Pemilu itu kan berdekatan dengan penyelenggaraan pemilu,” jelasnya.