Guru Besar UNJ: Gelar Pahlawan Nasional Soeharto bentuk Rekonsiliasi Damai

 Guru Besar UNJ: Gelar Pahlawan Nasional Soeharto bentuk Rekonsiliasi Damai

JAKARTA – Guru Besar bidang resolusi konflik dan damai Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Jakarta (FISH UNJ), Prof. Abdul Haris Fatgehipon, menilai Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, layak diberikan gelar Pahlawan Nasional atas jasa dan pengabdiannya dalam membangun bangsa, terutama dalam bidang pertanian, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

Dalam diskusi yang digelar Pusat Studi Resolusi Konflik dan Damai bertajuk “Soeharto dan Gelar Pahlawan Nasional” pada Sabtu (9/11), Prof. Haris mengajak peserta untuk merenungkan kembali makna kepahlawanan dari sudut pandang spiritual dan moral. Ia menekankan bahwa gelar pahlawan bukan sekadar simbol, melainkan pengakuan atas dedikasi yang memberi manfaat besar bagi rakyat dan negara.

“Para pahlawan sejati, termasuk Pak Harto, tidak membutuhkan gelar. Yang paling penting adalah doa, penghargaan, dan penerusan semangat perjuangan oleh generasi penerus,” ujar Prof. Haris.

Menurutnya, Soeharto memenuhi banyak aspek kepahlawanan, baik sebagai prajurit yang berjuang dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 dan pembebasan Irian Barat, maupun sebagai pemimpin yang menyelamatkan ekonomi nasional dari krisis pasca-Orde Lama.

“Pak Harto berhasil membawa Indonesia mencapai swasembada pangan, meningkatkan taraf hidup rakyat melalui pembangunan sektor pertanian, pendidikan, dan kesehatan,” ujarnya.

Prof. Haris juga menyoroti warisan konkret pemerintahan Soeharto yang masih dirasakan hingga kini, seperti RS Kanker Dharmais, RS Jantung Harapan Kita, serta beasiswa Supersemar yang telah membantu jutaan pelajar di seluruh Indonesia.
Kendati demikian, ia menegaskan pentingnya melihat sejarah secara jujur dan menyeluruh. Menurutnya, pengakuan terhadap jasa besar Soeharto tidak berarti mengabaikan sisi-sisi kelam yang turut menjadi bagian dari perjalanan bangsa.

“Setiap pemimpin memiliki kelebihan dan kekurangan. Soeharto pun tidak luput dari kritik atas praktik KKN dan insiden kemanusiaan di masa pemerintahannya. Namun yang lebih penting, kita belajar agar kesalahan serupa tidak terulang,” tegasnya.

Prof. Haris mengajak generasi muda untuk mengambil nilai keteladanan dari para pemimpin bangsa tanpa terjebak pada glorifikasi masa lalu. Ia menekankan bahwa semangat membangun bangsa dengan keikhlasan adalah makna kepahlawanan yang sejati.

“Gelar pahlawan hanyalah bentuk penghargaan negara, tetapi yang abadi adalah nilai perjuangan dan pengabdian yang ditinggalkan bagi bangsa,” pungkasnya.

Facebook Comments Box