Hadiri Pembinaan dan Penguatan Kelembagaan Bawaslu Jakut, Perludem: Bawaslu Dipastikan Permanen Berkaitan dengan Tugasnya yang Berkesinambungan…

JAKARTA – Peneliti Perludem Haykal menyampaikan sejumlah catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pasca pemilihan Pemilu serentak. Menurut Haykal, penentuan jeda waktu antara Pemilu Serentak Nasional dan Lokal dihitung sejak tahapan pemilu nasional selesai sejak waktu pelantikan anggota DPR, DPD, dan pelantikan presiden/wakil presiden.
“Kita lakukan pengelompokan skema penyelenggaraan Pemilu terkait jenis Pemilu Periode Masa Jabatan. Di mana Pemilu Nasional seperti Presiden 2024-2029 digelar di tahun 2029, DPR RI periiode 2024-2029 sama-sama digelar 2029 bersamaan DPD RI juga periode 2024-2029 digelar 2029,” kata haykal saat mengisi diskusi di Bawaslu Jakarta Utara dalam tema ‘Pembinaan dan Penguatan Kelembagaan Bawaslu Kota Jakarta Utara’ di Hotel Ibis Style, Sunter, Jakarta Utara, Sabtu (30/8/2025) lalu.
“Sementara Pemilu Lokal seperti Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk periode 2025-2031 ya digelar di tahun 2031. Sama dengan DPRD Provinsi 2024-2031 di tahun 2031 DPRD Kabupaten/Kota 2024-2031 2031,” sambung Haykal.
Pada kesempatan itu, Haykal memaparkan kembali lingkup pasal yang diuji seperti Pasal 1 ayat (1) UU 7/2017: “Pemilihan umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota DPRD, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dana NKRI. Pasal 167 ayat (3) UU 7/2017: “Pemungutan sura dilaksanakan secara serentak pada hari liburatau hari yang diliburkan secara nasional”. Pasal 347 UU 7/2017: “Pemungutan suarapemilu diselenggarakan secara serentak”. Pasal 3 ayat (1) UU No 8/2015: “Pemilihan dilaksanakan setiap lima (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah NKRI”
“Dengan kondisi itu, Pemilu Legislatif dan Presiden Serentak yang diselenggarakan pada tahun yang sama dengan Pemilu Kepala Daerah membuat adanya kekosongan waktu yang sangat panjang bagi penyelenggara pemilu. Dalam hal ini, dengan mencontohkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota tahun2024 yang berimpitan tahun penyelenggaraannya dengan pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota, telah menyebabkan tumpukan beban kerja yang terkait langsung dengan tahapan pemilihan umum bagi penyelenggara pemilihan umum berlangsung paling lama hanya sekitar 2 (dua) tahun,” jelas Haykal.
Haykal juga menjelaskan Pasal 22E ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 yang menghendaki penyelenggara pemilihan umum yang bersifat nasional dan tetap mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah dengan masa jabatan selama 5 (lima) tahun, maka masa jabatan penyelenggara pemilihanumum menjadi tidak efisien
dan tidak efektif karena hanya melaksanakan “tugas inti”penyelenggaraan pemilihan umum hanya sekitar 2 (dua) tahun.
Menurut Haykal, desain kelembagaan Pemilu Pilpres dan Pileg Pilkada berdampak pada demokrasi di Indonesia. Di mana putusan 135/PUU-XXII/2024 memberi pengaru pada Bawaslu yang permanen.
“Sehingga kelembagaan Bawaslu dipastikan permanen berkaitan dengan tugasnya yang berkesinambungan dengan 2 tingkatan pemilu serentak. Kerja-kerja Bawaslu lebih efektifitas karena jumlah potensi pelaporan kepada Bawaslu berpeluang menurun dan lebih tersebar dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Bawaslu melakukan pengawasan seluruh tahapan pemilu termasuk pencegahan. Di mana mencegah terjadinya pelanggaran pemilu dengan penindakan. Bawaslu juga menindaklanjuti setiap temuan dan laporan pelanggaran serta sengketa proses pemilu,” papar Haykal.
Pada kesempatan itu, Haykal juga memaparkan data terkait temuan dan laporan dari sengketa hasil Pemilu dan Pilkada. Hasilnya, di Pemilu ada 932 temuan dan di Pilkada ada 466.
“Sementara di laporan Pemilu jauh lebih banyak dengan angka 3586 dan Pilkada 2649. Ini hasil evaluasi kita dari sengketa hasil Pelanggaran Pemilu 2024. Sebagian besar penanganan pelanggaran oleh Bawaslu berasal dari perkara yang dilaporkan masyarakat, pemantau dan peserta pemilu Sifat Bawaslu yang aktif dalam penanganan pelanggaran menyebabkan adanya potensi benturan perlakuan terhadap perkara yang berdasarkan temuan dan laporan. Waktu penanganan perkara yang singkat menyebabkan Bawaslu tidak secara maksimal menangani laporan masyarakat (terlihat dari perbandingan laporan dan perkara yang diproses),” papar Haykal.
Di akhir pemaparannya, Haykal menyampaikan mekanisme rekrutmen penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu yang selesai akhir masa jabatan waktu pelaksanaan Pemilu Nasional. Ia mengungkapkan, masa waktu pelaksanaan KPU dan Bawaslu RI Apr 1, 2027 dengan masa aktif hingga Apr 1, 2032.
“Sementara KPU dan Bawaslu Provinsi serta Kabupaten/Kota Juli 2027 Juli 2032 Agustus 2027-Juni 2029 Desember 2030-Juni 2031. Skema rekrutmen penyelenggara pasca pemisahan pemilu Rekrutmen penyelenggara pemilu di tingkat nasional dan daerahdiselenggarakan secara serentak pada tahun yang sama,” ujar Haykal.
“Menuju Pemilu Serentak 2029, batas waktu rekrutmen penyelenggara pemilu di tingkat nasional paling lambat selesai di bulan April 2027 dan bulan Juli 2027 untuk rekrutmen penyelenggara pemilu di tingkat daerah,” tutup Haykal.