Hetifah Sebut Putusan MK soal Pendidikan Dasar Digratiskan Pemerintah Tak Lemahkan Partisipasi Swasta

JAKARTA – Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dapil Kalimantan Timur Hetifah Sjaifudian menyebutkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pendidikan dasar harus digratiskan oleh pemerintah baik di sekolah negeri maupun swasta tidak bermaksud melemahkan partisipasi pendidikan swasta di Indonesia.
“Saya kira tujuan dari keputusan MK ini bukan ingin melemahkan partisipasi swasta, apalagi menghilangkannya sama sekali, karena itu sudah memiliki sejarah panjang,” katanya ditemui di Jakarta, Senin (2/5/2025) seperti dikutip oleh Antara.
Sebagai informasi, sebelumnya MK membacakan putusan mengenai pendidikan dasar harus digratiskan oleh pemerintah baik di sekolah negeri maupun swasta, di Jakarta, Selasa (27/5). Menurut MK, negara tidak boleh mengabaikan fakta keterbatasan daya tampung sekolah negeri yang kemudian memaksa banyak anak untuk bersekolah di sekolah swasta dengan biaya lebih besar. MK lantas mengubah frasa Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) menjadi, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Hetifah mengatakan selama ini baik sekolah negeri maupun swasta sudah mendapatkan dukungan dan bantuan berupa biaya operasional atau yang dikenal sebagai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang nilainya sama. Ia menjelaskan sekolah swasta terbagi ke dalam beberapa tipe.
“Swasta yang premium mungkin bisa dikecualikan dari peraturan ini, tetapi ada sekolah-sekolah swasta yang mungkin di pedalaman, daerah 3T, yang mungkin hanya tergantung kepada dana BOS sehingga pelayanannya di bawah standar. Justru itulah yang harus diberikan tambahan anggaran,” ujarnya.
Hetifah menilai bahwa putusan MK tak bermaksud untuk “menegerikan” sekolah swasta. “Hanya, kalau sekolah negeri kan pasti mendapatkan banyak kemudahan dan fasilitas. Misalnya, guru-gurunya banyak yang ASN atau PNS, berarti dibiayai negara, tanahnya mungkin juga milik pemerintah, kemudian juga pembangunan sarprasnya lebih diprioritaskan,” tambahnya.
Sementara sekolah swasta, lanjut Hetifah, umumnya mereka mencari sendiri sumber pendanaannya. Menurut dia, itulah sebab dari adanya pembiayaan tambahan yang seringkali dibebankan kepada siswa atau orang tua siswa sebagai bentuk partisipasi atau kontribusi.
“Ini adalah kesempatan. Kalau bagi saya, ini lebih positif, ya. Berarti ada kesempatan bagi Kementerian Keuangan dan juga pihak-pihak lain, termasuk tentunya dukungan dari Pak Presiden, yang memastikan bahwa keputusan MK ini nanti bisa diwujudkan. Nanti bentuk support-nya kepada pihak swasta tentu saja bisa berbeda-beda,” ucap Hetifah Sjaifudian.