Ketum IMO Watch Anthon Sihombing: Gunakan Kapal Asing di Perairan Indonesia Menyalahi Aturan

 Ketum IMO Watch Anthon Sihombing: Gunakan Kapal Asing di Perairan Indonesia Menyalahi Aturan

JAKARTA – Ketua Umum Indonesia Maritime And Ocean (IMO) Watch, Capt. Dr. Anthon Sihombing, MM, M.Mar menyampaikan menggunakan kapal asing di perairan Indonesia menyalahi aturan yang ada.

Sihombing mengungkapkan ada aturan di Kementerian Perhubungan melalui Peraturan Menteri Perhubungan No. 71 Tahun 2013 (diubah menjadi PM 38 tahun 2018. Dalam aturan itu, kata Sihombing, mengatur lebih lanjut mengenai salvage / pekerjaan bawah air dan penyingkiran kerangka kapal.

Sementara Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 2 Tahun 2021 pasal 2 ayat 1 disebutkan, “Kapal asing dapat melakukan kegiatan lain di wilayah perairan Indonesia yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam hal kapal berbendera Indonesia belum tersedia”. Artinya, hanya bisa dijalankan jika kapal salvor berbendera Indonesia tidak tersedia.

“Salvor A ada, bahkan baru-baru ini kapal tersebut sukses menyingkirkan kerangka kapal di perairan Bengkulu,” kata Sihombing kepada wartawan, Jakarta, Selasa (9/12/2025).

Sihombing yang juga pakar kemaritiman ini memaparkan, penyingkiran kerangka (Wreck Removal) KM Kuala Mas milik PT Temas Tbk, yang karam di perairan Kupang, Nusa Tenggara Timur, akibat tabrakan dengan kapal tanker Maritim Khatulistiwa, yang akan dilakukan oleh kapal asing.

Sebagai informasi, akibat tabrakan itu bagian lambung KM Kuala Mas sobek dan kapal pun tenggelam. Kapal tersebut tercover di polis North Standard P&I Club yang berpusat di Newcastle, Inggris. Sementara pihak asuransi menunjuk Solis Marine Consultant, Singapore untuk melakukan tender terhadap perusahaan salvage.

Terpilih Salvor B, meski tidak memiliki equipment atau kapal kerja, seperti crane barge. Alhasil, perusahaan salvage tersebut akan menggunakan kapal kerja yang akan didatangkan dari luar negeri dan berbendera asing.

“Tidak ada dasar dari konsultan itu harus mendatangkan kapal kerja berbendera asing karena di dalam negeri kita memiliki kapal kerja yang memiliki kapasitas yang cukup,” tegas Sihombing.

Leboh lanjut, ia mencontohkan, Salvor A memiliki equipment/kapal kerja milik sendiri dengan jenis yang sama (Pedestal Crane Barge) dan berbendera Indonesia yang kapasitasnya juga cukup besar dan mampu untuk melakukan penyingkiran kerangka KM Kuala Mas. Padahal, Salvor A juga ikut tender, namun ‘dikalahkan’.

“Salvor A ada, bahkan baru-baru ini kapal tersebut sukses menyingkirkan kerangka kapal di perairan Bengkulu,” jelas pakar kemaritiman ini.

Menurut Sihombing, jika dilihat dari medan yang dihadapi oleh Salvor A di perairan Bengkulu jauh lebih sulit karena berada di Samudra Hindia. Tak hanya itu, lanjut Simbombing, kondisi laut di perairan Kupang sangat tenang karena berada di kepulauan.

“Juga KM Kuala Mas tenggelam tidak jauh dari pelabuhan Kupang dan sebagian badan kapal masih terlihat jelas diatas permukaan air,” terang Sihombing.

Bahkan Sihombing mengutip Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengatur setiap kegiatan pelayaran di perairan Indonesia wajib dilaksanakan oleh kapal berbendera Indonesia dan diawaki oleh warga negara Indonesia.

“Ini bukan sekadar regulasi administratif, melainkan bentuk nyata perlindungan terhadap kedaulatan dan industri pelayaran nasional,” tegasnya.

Mantan Anggota komisi V DPR RI yang membahas perhubungan ini memgutip Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Kegiatan Salvage dan Pekerjaan Bawah Air, pada pasal 206a (1) menyatakan: “Kapal asing dapat melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri di wilayah perairan Indonesia sepanjang kapal berbendera Indonesia belum tersedia atau belum cukup tersedia.

Pada butir (3), kegiatan yang dimaksud adalah mencakup Salvage dan Pekerjaan Bawah Air.

“Soal perizinan dan kegiatan salvage diatur pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 38 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 71 Tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air,” ujarnya

“Kita minta pemerintah memperhatikan itu. Salvor asing harus membuat pernyataan (statement) dari otoritas terkait bahwasannya tidak ada kapal tujuan khusus berbendera Indonesia yang mampu melakukan pekerjaan tersebut,” paparnya.

Politisi Golkat ini menyerukan P&I Club bisa menghargai hukum/peraturan di Indonesia dan perusahaan salvage di dalam negeri dengan menggunakan kapal-kapal lokal.

“P&I Club mendapatkan keuntungan atau manfaat bisnis melalui member-membernya yang berasal dari Indonesia. Sudah saatnya P&I Club memberikan benefit kepada negara Indonesia melalui penunjukan kapal-kapal di dalam negeri,” bebernya.

Di akhir keterangnya, ia berharap pemerintah harus berdaulat menegakkan hukum dan peraturan sehingga anak-anak bangsa dapat menjadi tuan di negeri sendiri. Ia jiga memastikan, pihaknya akan memantau pelaksanaan penyingkiran kerangka KM Kuala Mas tersebut.

“Masyarakat maritim mendesak pemerintah tidak mengeluarkan izin permohonan penggunaan kapal asing. Bila sudah dikeluarkan agar dibatalkan. Saya juga sudah menyampaikan ke DPR RI Komisi V,” tutupmya.

Facebook Comments Box