LEMPAR BATU SEMBUNYI DALANG: Mencari Aktor Intelektual Inseiden Kerusuhan

 LEMPAR BATU SEMBUNYI DALANG: Mencari Aktor Intelektual Inseiden Kerusuhan

Oleh: Munawir Kamaluddin, Guru Besar UIN Alaudin Makassar

Pernahkah kita bertanya, siapa sebenarnya yang diuntungkan dari setiap kekacauan yang menelan korban rakyat jelata?

Apakah aspirasi rakyat yang tulus seringkali ditunggangi oleh tangan-tangan tersembunyi yang haus kuasa?

Mengapa demonstrasi yang dimaksudkan untuk menyuarakan ketidakadilan justru berakhir dengan penjarahan, pengrusakan, dan tumpahnya darah orang tak berdosa seperti Affan Kurniawan?

Apakah kita terlalu cepat menunjuk POLRI sebagai kambing hitam, tanpa menelisik jaringan kepentingan yang tersembunyi?

Dan pertanyaan paling penting, apakah bangsa ini lebih mementingkan “aku” daripada “kita”?

Fenomena “lempar batu sembunyi tangan” bukan sekadar slogan, tetapi kenyataan pahit yang menyelimuti sejarah sosial-politik bangsa.

Rakyat bergerak, massa terpancing, sementara dalang yang sebenarnya tetap aman di balik layar, menikmati hasil dari kekacauan yang mereka ciptakan.

Fenomena Sosial-Politik Kerusuhan

Kerusuhan jarang lahir dari ruang kosong. Hampir selalu ada aktor intelektual yang menggerakkan massa dari balik layar.

Mereka menabur provokasi, modal, dan ide tanpa terlihat di jalanan.Al-Qur’an memberi peringatan:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ ۝ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Janganlah membuat kerusakan di muka bumi,’ mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.’ Ingatlah, sesungguhnya merekalah para perusak, tetapi mereka tidak menyadari.” (QS. Al-Baqarah: 11–12)

Provokator ini mengklaim membela rakyat, tetapi sejatinya mereka mengobarkan api kerusakan demi kepentingan sendiri.

Kasus Affan Kurniawan & Gelombang Penjarahan

Tragedi tewasnya Affan Kurniawan, seorang ojol yang hanya mencari nafkah halal, mencerminkan bagaimana massa yang bergerak tanpa arah dapat menelan korban dari golongan lemah.

Di sisi lain, publik figur seperti
Ahmad Sahroni ,Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio , Surya Utama atau Uya Kuya, dan Nafa Urbach yang menjadi korban penjarahan. Aspirasi tulus berubah menjadi kriminalitas massal.

Rasulullah SAW bersabda:
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ..
“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat hal…” (HR. Tirmidzi)

Penjarahan dan pengrusakan jelas bukan amal yang menyelamatkan, melainkan merugikan diri sendiri dan masyarakat.

Aktor Intelektual & Tangan-Tangan Tersembunyi

Dugaan kuat muncul bahwa ada pihak terorganisir yang menunggangi demonstrasi.

Motifnya beragam malai dari politik, ekonomi, sampai delegitimasi negara. Sementara Pola klasik dengan memanfaatkan momentum rakyat untuk kepentingan pribadi.

Data dan indikasi menunjukkan bahwa kerusuhan bukan sekadar spontan, tetapi hasil skenario yang menyalurkan kemarahan rakyat ke jalur destruktif.

POLRI sebagai Sasaran Kambing Hitam

POLRI sering dituding gagal menciptakan rasa aman, padahal mereka berada dalam dilema paradoks, penjaga keamanan sekaligus target delegitimasi.
Khalifah Umar bin Khattab RA menegaskan:
إِنِّي لَا أُرِيدُ أَنْ أَرَى أَحَدًا يُؤْخَذُ بِذَنْبِ غَيْرِهِ
“Aku tidak suka melihat seseorang dituntut atas dosa yang bukan perbuatannya.” (HR. Malik, Al-Muwaththa’)

Institusi ini terdiri dari manusia, tidak adil menilai seluruhnya dari kesalahan sebagian oknum.

Bila kepercayaan terhadap POLRI runtuh, ruang kosong akan diisi oleh kekuatan yang lebih destruktif.

Egoisme: “Aku” vs. “Kita”

Mentalitas egoistik menjadi luka terbesar bangsa. Kepentingan pribadi mengalahkan kolektif, solidaritas terkoyak, ukhuwah kebangsaan meredup.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah: 2)

Egoisme membuka ruang bagi provokator, memecah bangsa, dan menegakkan politik sektoral.

Maka dalam situasi seperti ini langkah solutif yang diperlukan adalah, tazkiyatun nafs, kesadaran ukhuwah, dan kebijakan publik berbasis maslahat.

Dimensi Moral & Etika Islam

Dari berbagai insiden dan peristiwa kekerasan yang terjadi dilapangan maka da beberapa hal yang menjadi penyebabnya , diantaranya karena dominasi nafsu, lemahnya iman, pragmatisme politik, dan mengabaikan kepentingan kolektif.

Sementara ciri-cirinya dari sejumlah aksi kekerasan ataupun kerusuhan termasuk tindakan penjarahan diawali dengan berbagai provokasi , dan manipulasi yang disebar dalam rangka menghasut massa, termasuk haus kekuasaan menjadi motiv utamanya , dan upaya menyebar kebencian karena target tertentu untuk kepentingan perubadinya atau golongannya

Dalam situasi seperti ini maka diperlukan langkah-langkah solutif diantaranya :

1. Tazkiyatun Nafs – menyucikan hati dari nafsu buruk.

2. Mengedepankan Maslahat Umum – prinsip siyasah Islam: kebijakan harus untuk rakyat.

3. Transparansi & Akuntabilitas – membuka ruang dialog rakyat-pemerintah.

4. Memperkuat Ukhuwah – baik ukhuwah Islamiyah maupun wathaniyah.

5. Pendidikan Moral Berkelanjutan – membentuk karakter, integritas, dan empati.

Refleksi Filosofis: Nafsu sebagai Dalang Utama

Kerusuhan lahir dari interaksi antara dalang eksternal dan nafsu internal.
الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي اللَّهِ
“Seorang mujahid sejati adalah yang berjihad melawan hawa nafsunya di jalan Allah.” (HR. Ahmad)

Imam Al-Ghazali menulis:
وَأَخْفَى الأَعْدَاءِ مَنْ أَدَامَ النَّفْسُ غَرُورَهَا
“Musuh paling tersembunyi adalah nafsu yang menipu dirinya sendiri.”

Kesadaran personal adalah revolusi pertama. Hanya hati yang bersih mampu membangun solidaritas dan menolak manipulasi aktor intelektual.

Manifesto: Jalan Pulang Bangsa

Bangsa ini harus sadar, lempar batu sembunyi tangan bukan hanya ada di jalanan, tetapi dalam hati dan nafsu kita sendiri.

Jihad melawan ego, menegakkan keadilan, dan mengedepankan kemaslahatan bersama adalah kunci Indonesia damai, adil, dan beradab. Imam Al-Ghazali menegaskan:
إِنَّ صَفَاءَ القَلْبِ يَجْعَلُ الإِنْسَانَ قَادِرًا عَلَى بِنَاءِ المُجْتَمَعِ وَتَحْقِيقِ المَصْلَحَةِ
“Hati yang bersih membuat manusia mampu membangun masyarakat dan menegakkan kemaslahatan.”

Bangsa ini harus pulang ke kesadaran moral, spiritual, dan kolektif. Hanya dengan itu, lempar batu sembunyi tangan dapat dihentikan, dan Indonesia akan berjalan di jalan keadilan dan kemaslahatan.

#Allahu A’lam Bis-Sawab

Facebook Comments Box