Mayor Matnuin Hasibuan: Pendiri TKR Laut dan Pejuang Kemerdekaan di Bekasi yang Jarang Diketahui

 Mayor Matnuin Hasibuan: Pendiri TKR Laut dan Pejuang Kemerdekaan di Bekasi yang Jarang Diketahui

 

Setiap kali datang hari TNI, 5 Oktober, kita bukan saja ingin menyaksikan perkembangan TNI dan alutsistanya seperti tahun ini yang tengah dipusatkan di kawasan Monumen Nasional (Monas), tapi sebenarmya ingin juga mengenang dan meneladani para pendiri TNI dari berbagai matra di masa lampau, yang memang tumbuh secara alamiah dari inisiatif rakyat sendiri. Salah satu yang patut untuk dikenang, yaitu Mayor Laut Matnuin Hasibuan. Sosok ini merupakan pejuang yang pemberani dan mengalami berbagai pertempuran yang sengit di medan berbahaya sepanjang Tanjung Priok, Bekasi, Purwakarta hingga Tegal. Seperti apa sosoknya, mari kita ikuti.

Beberapa waktu lalu, Jumat, 19 Agustus 2022 sekitar pukul tiga sore, saya mewawancarai Chairuddin Dalimunthe, keponakan Matnuin Hasibuan di rumahnya, di bilangan Utan Kayu Jakarta Timur. Saya datang karena penasaran dengan sosok Matnuin Hasibuan yang kini namanya diabadikan sebagai nama alun-alun Kota Bekasi. Selain itu, sebuah jalan yang cukup strategis di Kota Bekasi telah lama menggunanakan namanya, yaitu Jalan Mayor M. Hasibuan, jauh sebelum alun-alun yang indah itu diresmikan penggunaannya oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pada 21 Februari 2022 yang silam.
Walhasil saya bertemu dengan narasumber yang tepat. Selain masih fasih berbicara menggunakan bahasa Mandailing, sehingga membuat wawancara berjalan akrab dan penuh kekeluargaan, Chairuddin Dalimunte juga masih sempat mengingat sosok Matnuin Hasibuan, karena tinggal serumah dengan pamannya itu di Pintu Air, Kota Bekasi, dekat stasiun Bekasi, pada waktu kecilnya.

Menurut ingatannya, pamannya itu atau tulangnya dalam sistem keluarga adat Batak Mandailing, memiliki kulit hitam, rambut ikal dengan perawakan badan yang gempal, tidak tinggi. Pamannya jarang di rumah dan bila di rumah, Chairuddin Dalimunte, kadang ikut merapikan catur, permainan kesukaan pamannya dengan kawan-kawannya. Kawan-kawannya kerap berkumpul di rumahnya dan bermain catur.
Chairuddin Dalimunte, lahir di Kampung Melayu, Jakarta Timur, 7 November 1953. Dari kampung Hutapadang, Kecamatan Sipirok dan sekarang mekar menjadi Kecamatan Arse Kabupaten Tapanuli Selatan, ibunya datang ke Jakarta menemui kakaknya. Dia mengingat, dirinya sewaktu kecil ikut di rumah pamannya itu, bersama ibunya, Sarianun Hasibuan, adik ketiga dari Matnuin Hasibuan.
Ayah Matnuin Hasibuan, H. Muhammad Yunus (Tuan Syeikh) dengan istri, Dorima Siregar memiliki enam orang anak secara berurutan, yaitu, Matrahim Hasibuan, Matnuin Hasibuan, Masai Hasibuan, Ruhut Hasibuan (prempuan), Sarianun Hasibuan dan Hamidah Hasibuan. Ayahnya seorang tokoh agama yang memiliki tempat suluk di desanya.

H. Muhammad Yunus Hasibuan, digambarkan memiliki sikap yang keras. Suatu ketika, di bulan ramadhan, Matnuin dipergoki oleh ayahnya tidak berpuasa. Akibatnya, Matnuin yang masih remaja itu dihukum ayahnya tidak diberi makan selama tiga hari berturut-turut. Ibunya kasihan. Matnuin diam-diam diberi makan.

Lalu tanpa sepengetahuan orang tuanya, Matnuin menjual sepeda ayahnya, lalu dengan uang hasil penjualan sepeda itu, dia pergi meninggalkan rumahnya menuju ke kota Medan. Tentu saja ayahnya merasa kalut dan kehilangan.
Rupanya selama di Medan, Matnuin remaja bekerja di Pelabuhan Belawan. Zaman itu, diperkirakan sewaktu dengan zaman Jepang.
Matnuin Hasibuan, lahir di Hutapadang, Sipirok Tapanuli Selatan, sekitar tahun 1922. Kini, kampung Hutapadang bagian dari Kecamatan Arse, Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Wafat pada tahun 1961 karena sakit paru-paru, menurut kesaksian keponakannya, Chairuddin Dalimunte.  Pamannya wafat pada 1962 di RS Ciptomangunkusumo dan dimakamkan di Bekasi, pekuburan di belakang Masjid Jami’ Al-Barkah, Kota Bekasi.

Watak Matnuin Hasibuan

Matnuin Hasibuan memang seorang dengan pendirian yang tegas dan bahkan keras. Tapi biar pun keras dan tegas, Matnuin memiliki kehidupan bersahaja dan lurus. Foto-fotonya tidak banyak yang terselamatkan. Hanya ada beberapa foto. Demikian juga barang-barang peninggalannya sebagai pejuang kemerdekan, tentara dan juga politis Masyumi di Bekasi, juga tidak ditemukan lagi.

Adalah ganjil, dengan jabatannya sebagai Ketua DPRD Sementara Kabupaten Bekasi, namun barang-barang peninggalannya tidak terwariskan dengan selamat.
Rupanya menurut Chairuddin Dalimunte, sewaktu tahun-tahun menjelang wafatnya akibat sakit paru-paru, Matnuin hidup berpindah-pindah akibat ditargetkan untuk dihabisi oleh PKI. Barang-barangnya juga banyak hilang atau mungkin dia hilangkan. Lagi pula, dia seorang dengan pribadi yang tidak suka menonjolkan diri.
Pribadi lurus dan bersahaja semacam ini, tidak hanya milik Matnuin Hasibuan. Banyak tokoh militer dan sipil, zaman awal Republik Indonesia memiliki sifat khas tersebut. Misalnya, almarhum Lukas Kustaryo.

Suatu ketika, Lukas diminta menjaga Piagam dari Soekarno untuk Lukas sebagai pejuang kemerdekaan. Bukannya senang, malah lukas marah-marah melihat piagam tersebut terpampang di dinding rumahnya. Sukarman, Ketua Yayasan Rawagede, telah menyarankan agar piagam itu dijaga sebagaimana mestinya. “Saya sempat memberikan saran kepada Euis (istri Lukas), tolong piagam ini kalau bisa jangan dilipat-lipat, dirapikan. Kalau bisa, dipigura pakai kaca,” kenang Sukarman.
Namun baru dua hari melekat di dinding, piagam yang sudah dibingkai itu langsung dipecahkan Lukas. Piagam itu pun disobek-sobek dan dibuang ke tempat sampah. “Apa-apaan ini? Buat apa ini? Nggak ada artinya apa-apa ini buat aku,” kata Lukas kepada Euis kala itu.

Gara-gara piagam pahlawan yang dirobek dan dibuang, belakangan keluarga cemas karena jenazah Lukas ditolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa, Cipanas, Cianjur. Sebab, Lukas dianggap tidak memiliki bukti otentik sebagai pahlawan.
https://news.detik.com/x/detail/investigasi/20170925/Lukas,-Pejuang-Karawang-yang-Nyaris-Hilang/
Tapi yang namanya generasi pelopor, memang tidak satu dua yang memiliki tipe kepribadian tanpa pamrih, saklek dan tidak gemar publikasi seperti yang dimiliki oleh Lukas Kustaryo. Dapat dipastikan, Matnuin Hasibuan juga memiliki kepribadian yang mirip. Itulah sebabnya, makamnya pun baru ditemukan secara publik oleh seorang wartawan, Benny Rusmawan pada 2021, setelah 60 tahun meninggal dunia.
Bahkan keluarganya sendiri, seperti yang diwawancarai oleh penulis, tidak banyak tahu seperti apa kiprah Matnuin pada masa perang kemerdekaan Indonesia tersebut.

Kiprah Matnuin Hasibuan dalam Perang Kemerdekaan

Salah seorang peneliti sejarah militer Indonesia, Benny Rusmawan, berpendapat, Matnuin Hasibuan merupakan figur yang dipandang sebagai pendiri TNI Angkatan Laut. Dinas Angkatan Laut mengakui bahwa Matnuin Hasibuan merupakan bagian dari pendiri TNI Angkatan Laut RI. Berkat jasa-jasa Matnuin Hasibuan, terutama di daerah Bekasi, Pemkot Bekasi, melalui Walikota terdahulu, Dr. Rahmat Efendi, memutuskan pemberian nama alun-alun Kota Bekasi, dengan nama Alun-alun M. Hasibuan.
Masalahnya sekarang, masyarakat Bekasi sendiri, masih belum familiar dengan sejarah hidup tokoh besar yang  meninggal dalam usia 39 tahun tersebut. Bahkan, warga Bekasi yang berasal dari tanah Tapanuli yang kini banyak bermukim dan berusaha di Bekasi, tidak banyak tahu dan kenal dengan sejarah hidup Matnuin Hasibuan, walaupun banyak yang satu marga, walaupun mungkin mereka tidak jarang melewati alun-alun M. Hasibuan atau jalan Mayor M. Hasibuan.

Oleh: Syahrul Efendi Dasopang, Penulis & Direktur Ummacom Integra

Facebook Comments Box