Mempelajari Bagaimana Penjajahan Dimulai: Kasus Mentawai

 Mempelajari Bagaimana Penjajahan Dimulai: Kasus Mentawai

Pulau Mentawai jauh di sebarang pantai Sumatera Barat. Di sana hidup sekelompok masyarakat purba dengan alam pikiran sederhana, perkakas hidup sederhana dan batas keinginan hidup juga sederhana.

Di tahun pertengahan 1800-an hingga 1900-an awal, perkembangan kapitalisme dan kolonialisme Belanda di Sumatera makin ekstensif. Setelah sukses menambang Batubara di Sawah Lunto Sumatera Barat, membangun pelabuhan di Teluk Bayur, dan juga mengeksploitasi sekujur Pulau Perca atau Pulau Sumatera dengan komoditas eksport, seperti perkebunan tembakau, sawit, kopi, karet dan minyak hingga emas, Belanda pun masuk ke Kepulauan Mentawai bergandengan dengan misi Kristen. Mereka mendapati bahwa ternyata kepulauan yang berada di Samudera India itu, kaya akan kelapa atau nyiur. Rupanya selama ini, buah kelapa atau buah nyiur itu hanya dibeli dengan harga yang murah oleh pedagang China dan Melayu. Untuk 1000 butir kelapa matang, ditukar dengan 11 rupiah.

“Pada sekarang ini Goubernemen toelong orang Mentawei mendjoeal boeah sahingga dinaikkan harga boeah njioer, dahoeloe sariboe boeah sabelas roepiah, sekarang di tempat pemerentah Goubernemen 30 atau 40 roepiah sariboe boeah.” Kata keterangan era kolonial itu.

Yang menguntungkan lagi, penduduk lokal yang masih “primitif” itu, memilih menjual kelapanya dengan cara barter, misalnya dengan garam, parang, dan pakaian.

“Saudagar jang hendak berniaga deri Priaman dan Padang, berlajar sahadja dengan prahoe besar, ada djoega beberapa prahoe besar jang selaloe berlajar antara Priaman dan Padang, deri Poelau Pertja di bawa saudagar beras, tembakau, goela, manik, tjermin, perkakas, perkakas roemah dan sabagainja, segala djenis ini ditoekar dengan boeah njioer, rotan, koera, tripang dan sabagainja.”

Imperialis Belanda memang amat cekatan memburu keuntungan di sekujur negeri kepulauan ini, mulai dari Nias di bagian Barat hingga Miangas di Timur, dari Loksemawe di Barat hingga Merauke di Timur.

“Orang Wolanda jang moelai di tanah Hindia Wolanda lagi di tanah Hindia Inggris bertanam boeah njioer dengan sebetoelnja lagi dengan loeasnja. Di poelau Selon, orang moelai didalam tahoen 1840, didalam masa antara tahoen 1860 dengan tahoen 1900 bertambahlah tanah jang dipakej orang akan bertanam dengan boeah njioer deri 140 riboe sampej 220 riboe bahoe, sahingga kami boleh ingat bagaimana disoekai isi benoea Iropa akan boeah njioer.”

Lalu bagaimana mula-mula Belanda menanamkan kuku penjajahannya untuk kasus Kepulauan Mentawai?

Sebenarnya, kepulauan Mentawai itu bukanlah kepulauan kosong tanpa penghuni dan pemukim. Perdagangan secara sederhana juga sudah terjadi antara Padang, Pariaman dan sebagainya dengan penduduk pulau tersebut, yang diperankan oleh orang-orang Melayu dan China menurut keterangan yang ada. Lalu datanglah, Belanda dengan cara yang berbeda ditempuh oleh pedagang Melayu dan China. Cara inilah yang menjadi landasan penjajahan itu.

Belanda, masuk ke Kepulauan Mentawai dan mungkin di semua pulau di Indonesia, dengan memotong keistimewaan yang dinikmati oleh pedagang-pegadang tradisional oleh orang Melayu dan China, yaitu dengan cara-cara berikut: (pertama) mereka membujuk penduduk setempat untuk memberikan hak untuk menyewa tanah penduduk setempat itu untuk ditanami pohon kelapa, tentu dengan imbalan yang menggiurkan, (kedua) membeli buah kelapa langsung dari kebun-kebun yang sudah ada dari penduduk setempat dengan harga yang jauh lebih tinggi dari yang diberikan oleh pedagang China dan Melayu, (ketiga) membawa serdadu lengkap untuk maksud mengamankan aktivitas baru tersebut, (keempat) menggandeng misionaris untuk mengubah budaya, kepercayaan dan loyalitas penduduk setempat, (kelima) membangun pemerintahan dengan alasan ketertiban dan keamanan di kepulauan tersebut. Walhasil, kepulauan itu pun terkunci dan terkuasai oleh imperialis Belanda.

Tapi mengapakah demikian mudah Belanda menduduki dan menjajah kepulauan tersebut?

Pertama, faktor ketedikseimbangan soft power dan hard power antara penduduk setempat yang primitif dan bersahaja dengan Belanda yang kuat dan maju.

Ketidakseimbangan itu terjadi pada (pertama) segi cakrawala pengetahuan hidup, yang pertama hidup sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang terbatas dan sederhana (survive dan melestarikan kebudayaan sederhana), sedang yang kedua atau Belanda, hidup untuk mengakumulasi kekuasaan dan kekayaan yang kemudian digunakan untuk aktivitas niaga eksport import.

Ketidakseimbangan kedua, terjadi dari segi teknologi dan alat-alat kerja kehidupan. Yang pertama, hanya mempunyai perahu, parang, cawat, dan gubuk, sedangkan yang kedua, sudah punya kapal mesin, senapan karabin, dan rumah dengan tembok beton, ditambah aneka disiplin ilmu, mulai dari antropologi, etnologi, hukum, matematika, fisika, biologi, kimia, farmasi, medis, dan sebagainya.

Walhasil, ketidakseimbangan dua pihak ini secara jomplang, memuluskan terjajahnya pihak orang-orang Mentawai, baik tanpa mereka sadari maupun disadari tapi tanpa bisa melawan. Dalam perkembangannya kemudian, komoditi dari setempat itu pun tidak lagi barter, tapi sudah berupa nota transaksi berbentuk kertas, atau uang kertas. Uang kertas itu sendiri diterbitkan dan diotorisasi oleh Belanda sendiri.

Pelajaran Hikmah
Dewasa ini di Indonesia, bukan tidak mungkin di masa akan datang, pihak yang kuat, kaya dan canggih, akan semakin dalam tancapan kuku penjajahannya terhadap penduduk setempat manakala kemajuan dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi tertinggal jauh dari negara-negara lain yang berlomba mengincar sumberdaya alam dan pasar di negeri ini. Sekarang saja sudah begitu kentara dan terasa, apalagi akan datang, di tengah mudahnya para penyelenggara negara ditaklukkan dengan suap uang dan proteksi kedudukan politiknya.

 

Facebook Comments Box