Menguatnya Tren Advokasi Publik Melalui Medsos

 Menguatnya Tren Advokasi Publik Melalui Medsos

Gerakan politik (political movement) gen Z yang menyita perhatian global dewasa ini, tentu membuat rezim mana pun tidak bisa menganggapnya remeh, disikapi secara sinis dan sambil lalu. Terlebih ketika fenomena gerakan ini, menyebar secara global yang pilar utamanya ditentukan oleh Gen Z, dari Bangladesh, Srilanka, Indonesia, Nepal, Prancis, Filipina, dan entah mana lagi, membuat berbagai rezim sibuk mengantisipasi ledakan-ledakan politik selanjutnya. Dan yang membuat perhatian menjadi tersita, yaitu tatkala andil gerakan gen Z di Nepal, secara singkat dapat meruntuhkan rezim lama dengan dampak kehancuran fasilitas pemerintahan dan publik yang tidak dapat dianggap kecil. Akibatnya juga, pamor kekuatan politik gen Z, tiba-tiba meroket dan beberapa rezim masih meraba-raba, bagaimana menangani dan mengelolanya. Sebab, fenomena kekuatan politik gen Z yang di dalamnya terdapat andil infrastruktur internet, aplikasi, media sosial, video streaming, da lingkungan khasnya, aspek-aspek ini masih belum mendapatkan kajian yang mendalam dan luas, bila dibandingkan misalnya kajian terhadap partai politik. Hal ini juga memberi isyarat, bahwa gerakan gen Z tidak lagi memberikan kepercayaan pengelolaan aspirasi nasib mereka kepada saluran partai politik. Mungkin karena institusi partai politik, khususnya yang berciri oligarki halmana kekuasaan partai menumpuk pada satu keluarga atau klik figur utama, gagal beradaptasi dengan situasi masa kini yang khas implikasi masyarakat internet dan media sosial. Ciri masyarakat internet adalah kecepatan dalam pembaruan respons, mudah ditinggalkan jika tidak cepat respons, legitimasi dengan banyaknya followers, followers setiap saat bisa pindah dan beralih kepada isu da figur yang lebih kredibel dan disukai, kredibilitas seorang figur sewaktu-waktu dapat anjlok jika terungkap kecacatan dan pelanggaran moral, dst, yang hal ini tidak terdapat pada sifat kepemimpinan partai.

Mingkin secara tak terelakkan, kepemimpinan model lama yang terorganisir secara tradisional, seperti partai, ormas bahkan negara, akan bersaing dengan model kepemimpinan dan pembentukan figur panutan pada netizen yang akrab dalam kehidupan gen Z dewasa ini. Transparansi dan kredibilitas merupakan inti (core) dari pembentukan figur dan pemimpin dalam dunia ge Z. Sebab, selalu saja ada pihak dalam netizen yang meluangkan waktu untuk menguji kredibilitas seorang panutan di dunia netizen, mulai dari kesamaan kehidupan nyatanya sehari-hari dengan kehidupan virtualnya. Karena hebatnya, mereka para penelusur digital ini bekerja bagaikan intelijen. Sampai-sampai netizen +62 (Indonesia) terkenal dijuluki anggota Badan Intelijen Netizen (BIN).

Itulah aspek-aspek baru dalam fenomena netizen dewasa ini, khususnya dunia yang dihidupi oleh gen Z.

*Tren Respons Pemerintahan Prabowo*

Pemerintahan Prabowo berhadapan dengan fenomena ini. Bahkan sempat diuji oleh Huru-hara Akhir Agustus 2025 yang digerakkan oleh media sosial lewat video streaming dan pengorganisasian isu dan gerakan melalui kanal internet. Namun kita bersyukur, pemerintahan Prabowo cepat menyadari fenomena ini dan tidak berusaha melindas dan membungkamnya secara keras. Bahkan trennya, administrasi Prabowo berupaya mengakomodasi dan menanggapi secara nyata aspirasi khas dunia netizen ini. Contohnya, ketika KPU baru-baru ini mengambil arus yang berbeda dari kecenderungan netizen, yaitu mengeluarkan kebijakan untuk menutup akses informasi terkait data-data calon pejabat publik, netizen menyerbu perbincangan publik media sosial dengan atensi jelas, yaitu mengecam dan mengancam keputusan KPU tersebut, KPU pun akhirnya mengalah dan mencabut keputusan mereka yang memang ganjil itu.

Kedua, ketika Walikota Prabumulih dikabarkan mengancam seorang kepala sekolah untuk dimutasikan karena terkait kepentingan personal Walikota tersebut, lagi-lagi netizen mengecam secara viral. Akibatnya, mungkin di antaranya oleh intervensi langsung staf Prabowo, Walikota tersebut mengalah dan mengoreksi pernyataannya.

Tren semacam ini sebetulnya konstruktif bila ditinjau dari sudut pandang partisipasi publik dalam pengelolaan kebijakan. Tinggal bagaimana hal itu dapat lebih terlembaga melalui saluran alternatif di luar saluran resmi partai dan DPR/DPRD. Sekiranya fungsi partai ssbagai saluran aspirasi publik tidak terbajak oleh kepentingan pribadi, aksi netizen akan lebih sepoy-sepoy saja, seperti tatkala Kejaksaan mulai berfungsi dalam menyaingi KPK.

Oleh: Bhre Wira, Pengamat Sosial

Facebook Comments Box