Mercy Chriesty Barends Nilai Sekolah Rakyat Difokuskan di Daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) dan Termarjinal

JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Maluku Mercy Chriesty Barends menilai perlu membuat Sekolah Rakyat di wilayah tertinggal, bukan lagi di pusat kabupaten/kota. Menurut Mercy lokasi Sekolah Rakyat sebaiknya difokuskan ke daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), termasuk pulau-pulau kecil dan wilayah marginal yang kesulitan mendapatkan akses layanan pendidikan.
“Kalau sekolah rakyat ini ditempatkan di pusat kabupaten, maka anak-anak dari pulau-pulau terluar akan tetap kesulitan menjangkaunya. Sebaiknya dorong keluar, ke pinggiran-pinggiran, agar aksesibilitas masyarakat lebih cepat dan mudah,” kata Mercy saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja Pendidikan Daerah 3T Mengenai Rencana Program Sekolah Rakyat di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (19/5/2025) seperti disiarkan di media sosial DPR RI.
Rapat Komisi X DPR RI RDP dengan Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia (MPK) dan Perkumpulan Guru Madrasah (PGM) Indonesia Agenda dengan memberi masukan terhadap revisi UU tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada kesemaptan itu, Mercy mengambil contoh di Dapilnya, di Provinsi Maluku. Di mana biaya transportasi di sana dari pulau-pulau ke pusat kabupaten bisa mencapai jutaan rupiah, menyulitkan keluarga untuk mengakses pendidikan yang layak di provinsi tersebut.
Selain menyoroti lokasi Mercy juga menyoroti soal ketersediaan dan kualitas guru. Mercy mempertanyakan apakah guru-guru di sekolah rakyat akan direkrut dari tenaga lokal atau melalui mekanisme baru. Mengingat keterbatasan jumlah guru di daerah 3T, ia mengusulkan agar pada tahap awal dilakukan perekrutan lokal tanpa mengganggu guru di sekolah eksisting.
“Untuk tahap awal untuk dipercepat mungkin bisa diambil dari rekrutmen lokal tetapi untuk yang berikutnya mungkin bisa dibuka jalur khusus. Untuk rekrutmen tetap dari tenaga lokal tetapi dengan penambahan kuota untuk guru, jadi eksisting yang ada jangan diganggu, tetapi kemudian ditambahkan dengan guru-guru yang memang berkualitas,” tegasnya.
Masalah kurikulum dan relevansi pendidikan juga menjadi perhatian. Mercy mendorong agar Sekolah Rakyat memiliki kurikulum yang tidak hanya mengacu pada kurikulum nasional, tetapi juga memberikan ruang bagi penguatan kearifan lokal. Ia mencontohkan wilayah Maluku yang berbasis kelautan, di mana seharusnya anak-anak diberikan pembelajaran khusus tentang sumber daya kelautan dan pemanfaatannya.
“Yang kami maksudkan bahwa hasil dari sekolah rakyat dan sekolah umum yang lainnya memberikan kontribusi balik, multiplayer efek balik juga ke daerah itu. Dan pada akhirnya berkaitan dengan serapan tenaga kerja nanti, ke Universitas, serapan tenaga kerja dan seterusnya betul-betul bisa menjawab pergumulan yang ada di daerah,” jelasnya.
Di akhir pernyataannya, Mercy menekankan bahwa kehadiran Sekolah Rakyat harus benar-benar menghadirkan keadilan sosial dan tidak meninggalkan satu pun anak dari keluarga miskin dalam mendapatkan layanan pendidikan. Ia berharap prinsip-prinsip universal seperti ‘no one left behind’ benar-benar diwujudkan dalam implementasi program ini.
“Secara positif saya menyambut gembira, kami memberikan penguatan-penguatan sehingga pada akhirnya kehadiran sekolah rakyat ini betul-betul memberikan semacam satu penguatan yang sangat luar biasa khususnya bagi masyarakat miskin dan miskin ekstrim,” ucap Mercy.