Penyiaran Berkeadaban, Paramadina–KPI: Publik Butuh Inspirasi, Bukan Sensasi
JAKARTA ~ Universitas Paramadina bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggelar Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) 2025 pada Kamis (27/11/2025) di lantai 8 Gedung Firmanzah, Kampus Universitas Paramadina Cipayung, Jakarta Timur. Kegiatan hybrid ini menjadi ruang evaluasi nasional untuk memperkuat kualitas penyiaran, khususnya pada tayangan infotainment yang masih menjadi konsumsi publik luas. Universitas Paramadina menegaskan komitmennya untuk ikut menghadirkan siaran yang lebih sehat, beretika, dan bernilai edukatif bagi masyarakat.
Komisioner KPI Pusat, Amin Shabana, M.Si menegaskan bahwa riset dan evaluasi program infotainment masih sangat diperlukan. Dengan penonton yang mencapai 75 persen dari total pemirsa televisi, kualitas tayangan harus lebih diarahkan pada inspirasi dan keteladanan, bukan sekadar konflik personal artis. “Infotainment idealnya memberi ruang bagi kisah-kisah positif para publik figur, bukan menjadi arena pamer konflik pribadi,” ujarnya. Harapan serupa juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, yang menekankan pentingnya masukan masyarakat sebagai dasar pembenahan penyiaran nasional secara berkelanjutan.
Dalam paparannya, Tim Litbang KPI Pusat, Junaedi, mengungkap hasil IKPSTV 2025 yang menunjukkan indeks kualitas program infotainment masih berada pada skor 2,90—di bawah ambang minimal berkualitas yakni 3,0. Riset yang dilakukan pada 10 stasiun televisi dengan 21 program dan 68 sampel tayangan itu menunjukkan rendahnya skor dimensi privasi (2,44), hedonistik (2,53), edukatif (2,62), kepatuhan norma (2,62), serta faktualitas (2,90) dan kredibilitas (2,94). Program yang banyak melanggar privasi dan norma juga tercatat masih ditopang oleh tayangan-tayangan populer seperti “Silet” dan “Insert”.
Junaedi menambahkan bahwa dampak infotainment yang didominasi gosip berpotensi memengaruhi kehidupan sosial, seperti penyebaran stereotip dan konflik, serta memperlemah identitas bangsa melalui tayangan yang dangkal dan kurang bernilai. Kondisi ini juga dikhawatirkan berdampak pada generasi muda yang semakin terekspos konten hiburan tanpa edukasi. Atas dasar itu, Universitas Paramadina merekomendasikan penguatan literasi media bagi masyarakat agar lebih kritis dan selektif dalam mengonsumsi tayangan infotainment.
Dosen Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina, Dr Rini Sudarmanti, menegaskan bahwa dominasi konten perceraian, konflik, hingga skandal artis yang ditayangkan terus-menerus berpotensi menormalisasi perilaku negatif di masyarakat. Ia menekankan pentingnya tanggung jawab sosial media untuk melindungi kelompok rentan, terutama anak dan remaja. “Media harus menerapkan etika jurnalisme dan memastikan tayangan tidak merusak nilai-nilai kemanusiaan dan pendidikan publik,” ujarnya.
Dekan Fakultas Falsafah dan Peradaban (FFP) Universitas Paramadina, Dr Tatok Joko Sutanto, turut mempertanyakan arah konten infotainment di televisi nasional. Ia menyoroti perlunya kontribusi perguruan tinggi dalam memberi masukan berbasis riset. “Pertanyaannya sederhana namun mendasar: apakah infotainment hari ini mencerdaskan atau justru mencerai-beraikan?” ungkapnya. Sementara itu, Konsultan IKPSTV KPI, Dr Mulhanetti Syas, kembali menegaskan perlunya evaluasi berkelanjutan karena sejak 2018 indeks infotainment belum pernah menyentuh kategori berkualitas.
Produser Eksekutif Inews TV, Nanda Armadhani, menjelaskan bahwa tingginya permintaan pasar membuat infotainment tetap eksis. Namun demikian, ia menilai idealnya program tersebut dapat berfungsi sebagai clearing house informasi, penyaring hoaks, serta menghadirkan wawancara berimbang tanpa dramatisasi. Ia mengingatkan bahwa industri infotainment bekerja dalam tekanan deadline, persaingan konten, dan tuntutan akurasi narasumber, namun tetap harus mengutamakan fakta, etika, dan perlindungan anak. “Informasi tak boleh didramatisir, dan artis tak boleh diberi ruang untuk menebar sensasi,” tegasnya.
Kegiatan diseminasi yang dihadiri dosen, mahasiswa, dan Komisioner KPI ini diakhiri dengan sesi diskusi yang memperkuat komitmen bersama antara Universitas Paramadina dan KPI untuk terus meningkatkan kualitas tayangan televisi nasional. Penandatanganan kerja sama antara Fakultas Falsafah dan Peradaban (FFP) Universitas Paramadina dan KPI menjadi langkah strategis dalam memperkuat riset, edukasi publik, dan advokasi penyiaran yang lebih berkualitas dan berkeadaban. (CP/red)
